Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pinjol Berubah Nama Jadi Pindar, Bagaimana Menyikapinya?

19 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 19 Desember 2024   11:30 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan muncul di kepala, tapi saya pikir cukuplah empat saja.

Saya tidak pula ingin berperan sebagai orang suci yang tak pernah berutang. Karena saya pernah, maka saya ingin mengajak semua orang yang membaca tulisan ini agar tak memiliki utang.

Kondisi setiap orang, keluarga, pasti berbeda. Ada kalanya kita harus mengambil pilihan untuk mengajukan permohonan pinjam uang kepada sebuah lembaga keuangan atau perorangan.

Misalnya untuk keperluan mendesak seperti kondisi sakit, modal kerja, biaya sekolah, dan pengeluaran-pengeluaran mendadak lain.

Namun alangkah sayangnya jika kita berutang hanya untuk menunjukkan gaya hidup  glamor yang berujung semu.

Secara pribadi saya tak bermaksud melarang berutang karena keadaan mendesak, melainkan agar sebisa mungkin menghindarinya.

Sekitar tahun 2007, seseorang bernama X datang kepada saya untuk meminjam uang sebanyak Rp20.000. Alasannya untuk mengganti ban bocor. Saya pinjamkan kepadanya karena percaya.

Sampai tahun 2024, utang tersebut tak pernah dikembalikannya. Tanpa kabar, angin, dan hujan. Senyap.

Semoga saya salah lihat. Beberapa waktu lalu ketika lewat di depan rumah X, sepertinya hunian tersebut sudah berpindah tangan. Dia tak lagi berada di situ.

Konon, menurut beberapa sumber, pernah ada orang lain menagih utang ke rumah tersebut sampai menyebabkan keributan. Entah berapa jumlahnya, sepertinya lebih besar daripada yang saya pinjamkan.

Saya merenungi situasi itu, dan memang benar bahwa berutang akan menyebabkan diri kita diteror ... diteror oleh penagih, rasa bersalah, dan rasa malu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun