Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ironi Pengerjaan Skripsi, Tema Jadi Kenyataan

8 Desember 2024   20:58 Diperbarui: 8 Desember 2024   21:55 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kuliah | Sumber Foto: Pixabay.com

Tema skripsi saya, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang ekonomi manajemen, adalah mengenai customer delivered value. Singkatnya, topik tersebut membahas mengenai bagaimana nilai yang diterima oleh pelanggan pada suatu bentuk usaha.

Bisa juga diartikan sebagai selisih antara total nilai yang didapatkan oleh pelanggan dan total biaya yang dikeluarkan oleh mereka. Jika ternyata nilai yang diterima lebih besar ketimbang total biaya, maka pelanggan dianggap puas.

Skripsi saya termasuk yang paling sedikit halamannya jika dibandingkan dengan rekan seperjuangan yang lain. Saat itu, tahun 2010, tema customer delivered value tidak terlalu populer di kalangan mahasiswa.

Sebagian dari mereka lebih senang membahas subjek seperti marketing mix yang telah lebih dulu memenuhi rak-rak buku di perpustakaan kampus.

Hal itu pula yang menyebabkan tema yang saya ajukan ke dosen pembimbing lebih mudah disetujui, karena dianggap tidak ikut-ikutan mengerumuni pokok bahasan yang dalam pandangannya sudah cukup "usang".

Saat menggarap skripsi, saya memang mendadak jadi seorang peneliti. Tetapi bukan meneliti tentang topik itu sendiri yang menarik, melainkan tingkah dosen pembimbing yang membuat nafas saya naik-turun.

Dosen pembimbing saya adalah seorang pria yang menyandang gelar akademik doktor. Konon saat itu, dia termasuk sosok yang disegani karena gelar dan faktor "senior" di antara dosen lainnya. Sebut saja namanya X.

Sayangnya, dia juga termasuk orang yang sulit ditemui di kampus. Saya pernah berjam-jam menunggunya di kampus, lalu pulang dengan tangan hampa.

Sampai suatu hari saya memutuskan untuk mendatangi dia di rumah pribadinya. Dengan wajah yang tak terlalu ceria, ia mengoreksi konsep skripsi saya di teras rumahnya. Sambil berdiri.

Mungkin akibat kelelahan, Pak X sakit agak berat pada suatu hari. Sehingga dosen pembimbing saya berganti orang, kebijakan dari pihak akademik kampus.

Dia adalah seorang perempuan yang menyandang gelar akademik magister. Sebut aja namanya Bu Y.

Sebenarnya muncul suatu kelegaan dalam hati saya, meski saya pun tak tega melihat Pak X sakit. Akhirnya ganti orang, kira-kira seperti itu ungkapan kalbu saya.

Maka dengan semangat membara, saya membawa contoh hasil tulisan akademis saya kepadan Bu Y dengan harapan bisa segera menyelesaikan pendidikan.

Kalau saya tak salah ingat dia mengatakan agar meletakkan karya saya itu di meja kerjanya di ruang dosen. Dalam tempo empat hari, saya akan mendapatkan ulasan dari Bu Y dalam rangka membenahi konsep skripsi tersebut.

Tepat di hari keempat, saya melihat map yang saya letakkan di permukaan mejanya tak bergerak sedikit pun. Persis sama dengan pertama kali benda itu saya rebahkan. Bahkan, kalau tak salah, ada sedikit debu yang bersemayam di atasnya.

Beberapa hari kemudian saya berusaha menghubungi Bu Y, namun tak berhasil. Saya lupa penyebabnya kala itu. Intinya sulit ditemui.

Saya pun menyadari ternyata lepas dari gigitan buaya tak berarti akan lolos dari terkaman singa. Apes, Bro!

Sementara itu teman-teman seperjuangan saya yang lain melenggang aman menuju sidang skripsi didampingi oleh dosen pembimbing masing-masing. Saya? Jangan ditanya, masih sibuk cari akal.

Saya perhatikan dosen-dosen pembimbing dari teman-teman saya itu, tampak dari sorot mata dan gesturnya, benar-benar menjalankan tugas seperti seharusnya. Kebanyakan dari mereka adalah dosen muda, namun ada pula yang sudah jauh berpengalaman.

Dalam kegalauan kala itu saya berkonsultasi kepada seorang dosen bernama Pak R. Ia adalah seorang Dosen yang lumayan senior (umurnya masih di bawah Pak X, tapi di atas Bu Y).

Pak R merupakan seorang keturunan tionghoa, tubuhnya besar, dan beliau sangat lancar berbahasa Inggris.

Singkat cerita, dialah yang akhirnya banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Pak R banyak memberikan saran dan trik dalam menghadapi oknum-oknum dosen.

Meski kami berbeda agama, tidak membuat Pak R berat hati ketika memberikan bimbingan skripsi kepada saya. Ia memandang saya sebagai mahasiswa yang butuh bantuan ... ya ... hanya mahasiswa tanpa label lain.

Beliau juga telah menjadi salah satu role model bagi saya, tentang bagaimana cara mengaplikasikan toleransi dalam keseharian.

Atas izin Allah subhanahu wa ta'alaa, saya pun menyelesaikan sidang skripsi tanpa mengalami kendala yang berarti.

Saat itu saya menyalami Pak X yang sudah sembuh dari sakitnya dan Bu Y dengan perasaan hampa. Mereka kebetulan menjadi dosen pendamping 1 dan dosen pendamping 2 ketika sidang itu berlangsung.

Pak X dan Bu Y tak lebih dari orang yang menandatangani "setuju" saja dalam perjuangan saya menyelesaikan skripsi.

Ironis memang, saya yang membahas tentang tema kepuasan konsumen, secara empiris malah mengalami apa yang disebut dengan kekecewaan terhadap penyedia jasa.

Nilai positif yang saya dapatkan pada tahap akhir pendidikan jauh kalah melawan biaya yang telah dikeluarkan. Saya tidak puas atas pelayanan pihak kampus.

Saya menyadari, barangkali kekurangan saya pada masa itu adalah tidak terlalu mendesak pihak akademik kampus untuk meminta solusi atas masalah yang ada.

Saya berpikir bahwa sia-sia juga meminta bantuan kepada mereka. Saya rasa, mereka sama saja. Sama-sama melanggengkan cara kerja santai.

Bagi saudara-saudara yang beragama Islam, mari kita renungkan bersama sabda Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini: "Barang siapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan barang siapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Dan barang siapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya."

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun