Kelima, teori willingness and opportunity to corrupt. Menurut teori ini, korupsi terjadi jika ada peluang dan niat.
Dalam pandangan saya sebagai orang awam, teori-teori tersebut meski berbeda nama, tapi secara substansi mereka mirip. Sehingga saya menyimpulkan bahwa sebenarnya akar dari korupsi ini sebab dari tidak takutnya seseorang kepada Allah subhanahu wa ta'alaa. Ini perspektif saya sebagai seorang muslim.
Saya menukil penjelasan dari Dr. Hidayatulloh, M.Si. (rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) tentang ciri pemimpin di dalam agama Islam yang tersurat pada artikel "Jadi Pemimpin Harus yang Bagaimana? Ini 7 Ciri Pemimpin dalam Islam dan Rujukan Ayatnya" (umsida.ac.id, 23/01/2024).
Secara ringkas, akan saya jabarkan secara sederhana. Pemimpin sudah seharusnya menjadi seseorang yang menemukan jalan atau menentukan arah untuk kelompoknya. Hal ini bisa diwujudkan dengan visi, misi, dan strategi.
Dalam rangka membentuk suatu tim yang hebat, maka pemimpin harus mampu menjadi contoh yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya. Kemudian ia bisa mempertahankan "jalur perahu" kepemimpinannya tetap sejalan dengan visi-misi.
Pemimpin sebaiknya juga berfokus pada pemberdayaan dari orang-orang yang dipimpinnya, berbagi kepercayaan dan tanggung jawab, dan membantu jika diperlukan.
Lima tahun ke depan, kita akan melihat bagaimana kepala daerah terpilih berkembang atau malah mengalami kemunduran, baik dari segi pemikiran maupun pengejawantahan janji-janji mereka.
Seandainya orang-orang yang kita pilih itu telah melenceng, maka kita wajib mengoptimalkan kembali daya pikir. Apakah tetap mendukung secara membabi buta demi kepentingan segelintir orang? Atau sebaliknya?
Saya secara pribadi, jika telah memilih saat pilpres maupun pilkada, tentu punya harapan tinggi kepada orang-orang tersebut mampu mengakomodasi pemikiran-pemikiran dan visi yang barangkali kebetulan sama. Namun jika pada akhirnya mereka ingkar janji, berarti saatnya orang lain yang berbuat.
Kita tak boleh terlalu fanatik, ini politik! Tak perlu kita habis-habisan mendukung pemimpin dan wakilnya jika terbukti mereka "lemah", dan supresif terhadap kritik maupun saran.
Sederhananya begini: kalau pemimpin kita terbukti bersalah (mengkhianati harapan konstituen), maka mereka memang salah. Kalau para pemimpin itu benar, harus kita katakan benar. Jangan mengatakan benar kalau ternyata beliau-beliau itu menyimpang dari trek.