"Baik."
"Namaku Robin Anak Betmen."
Langsung saja Skot tergelak, namun segera ditahan meski mulutnya bergetar menahan. Sementara Robin manyun saja, ia sudah menduga reaksi itu.
"Bukankah nama kita sama uniknya, Bang? Siapakah yang memberimu nama itu?"
"Ibuku. Seorang wanita perkasa yang baik hati. Dialah yang memberiku nama yang terdengar agak konyol ini."
"Luar biasa. Aku diterlantarkan kedua orang tua sejak kecil. Aku tak tahu rasanya dikasihi oleh seorang ibu. Kau diberkati Tuhan, Bang!"
Robin tersenyum dan berpikir tentang betapa seorang remaja di hadapan-nya memiliki vibrasi positif meski keadaannya tak bisa dibilang baik.
"Baiklah, kalau begitu aku kembali menemani mak-ku dulu, ya. Bisa marah dia nanti kalau kutinggal lama-lama."
"Baik. Terima kasih atas Borongan-nya. Saya bisa pulang lebih awal malam ini." Skot membungkukkan sedikit badan-nya.
Baru beberapa langkah Robin meninggalkan Skot, terdengar suara gemuruh motor dari arah berlawanan. Ketika menoleh ke belakang, Robin mendapati puluhan motor dengan pengendara yang serampangan.
Mereka menyebar ke kanan-kiri jalan. Hampir semua dari mereka membawa senjata tajam berbagai jenis. Robin menilai mereka merupakan satu kelompok besar begal yang terkoordinasi dengan baik, karena pergerakan dan cara mereka beraksi sangat sistematis kecuali cara berkendara yang terlalu ekstrim.