Papa dan saya, jika saya sedang libur kerja, nyaris tiap saat "ribut" soal politik. Maklum, papa dulunya seorang ASN, ia bekerja di instansi yang bergerak di bidang infrastruktur jalan dan jembatan. Sehingga papa adalah seseorang yang sangat pro dengan apa pun kebijakan pemerintah.
Tempat di mana kami bisa berdamai, atau lebih tepatnya harus berdamai, adalah di meja makan. Mama saya akan marah luar biasa jika masih bicara politik ketika makan. Papa dan saya tentu saja sangat takut kalau mama marah. Waktu masih kecil saya sering dipecut menggunakan ikat pinggang.
Beberapa waktu lalu, mama memasak balado kentang kesukaan papa. Ya, di rumah orang tua saya ini sudah tak ada lagi "makanan kesukaan saya", karena memang saya sudah punya rumah sendiri. Kebetulan hari itu, saya memang datang dan ingin makan masakan mama.
Sambil mengunyah dan terbatuk-batuk papa berkata, "Minggu lalu saya menjenguk teman yang sakit."
Tak ingin kehabisan lauk, saya juga segera mengisi piring secepat kilat. Setelah beberapa saat baru saya tanggapi kata-kata papa. "Siapa?"
"Pak H."
"O ... siapa dia."
Papa meminum teh es di hadapannya. Ia kemudian diam. Matanya memandang ke langit-langit seperti sedang mengingat sesuatu. "Orang ini, dulu sekali semasa kerja, sangat sering memfitnah saya."
Kalau mendengar kata "fitnah", telinga saya selalu berdiri tegak. Saya tak menyangka dalam kehidupan ASN ada hal-hal semacam itu. Biasanya perihal seperti yang dikatakan papa hanya ada dalam dunia pekerja swasta.