Jam sebelas malam adalah waktu favorit Holand Parker. Karena pada saat-saat itu ia sudah bisa bersantai di depan klinik herbal miliknya. Sebenarnya dia sudah lama ingin pergi dan membuka bisnis yang lebih besar, namun masyarakat sepertinya masih membutuhkannya sebagai pengelola satu-satunya fasilitas kesehatan di Microville.
Bangunan klinik itu sederhana saja, berbentuk persegi panjang dengan luas empat puluh lima meter persegi. Menyisakan sedikit tanah di bagian depan, dan belakang. Di kanan-kiri bangunan membentang persawahan yang sekarang sedang menguning.
Setelah menghirup kopi dari cangkir, tabib itu mengarahkan pandang ke langit. Ia menikmati segenap kerlap-kerlip cahaya yang disajikan alam untuknya. Parker berpikir tiada yang lebih indah daripada bintang di Microville.
"Harusnya tak begitu buruk lahir dan mati di tempat ini," kata Parker dalam hati kepada dirinya sendiri.
Parker kemudian berdiri untuk menarik nafas panjang sambil meregangkan sendi-sendi tubuhnya. Tapi tarikan nafasnya tertahan ketika seseorang tergeletak tak berdaya persis di depan klinik.
Ia sebenarnya merasa ngeri, lantaran dari tadi tak ada siapa pun di sana. Parker langsung mendekati pria malang itu.
"Dokter ... dokter ...," ucap si pria misterius.
Dia jelas tak tahu bahwa tidak ada satu pun tenaga kesehatan yang mau mengabdi di Microville karena terletak di pedalaman. Jauh dari hiburan, jauh dari modernitas, jauh dari segalanya. Parker merasa tak perlu menjelaskan, apalagi kepada orang yang tubuhnya sedang mengalami demam tinggi.
Di atas sebuah tempat tidur kayu sederhana, Parker membaringkan pasien yang tak jelas asal-usulnya itu.
"Pakaianmu tak biasa. Kau jelas bukan dari sini. Jaket kulit, celana jin, dan sepatu bot. Mereka jarang ditemukan di sini," selidik Parker.
Pria itu hanya menggeleng lemah.