***
Kampung Kepo heboh. Joni sudah hilang dua hari! Aku langsung teringat pesan sahabat baikku itu. Malam hari aku mengendap seperti pencuri masuk kedalam rumahnya yang terletak di belakang bengkel. Tak ada siapa pun di dalam rumah, kami berdua hidup sebatang kara sejak lama.
Sampai di kamarnya, aku langsung mengangkat robot kuli yang dibanggakan Joni. Aneh, benda ini ringan. Karena tidak terlalu jauh, maka rongsokan besi berbentuk manusia itu sekarang sudah berada di kamarku.
Karena kupikir tak ada lagi yang harus kulakukan, maka aku segera beranjak tidur. Baru saja mata kupejamkan, terdengar teriakan Bu Romlah, pedagang sayur keliling, tempat tinggalnya persis di depan rumahku.
Dengan gagah perkasa aku keluar rumah sambil membawa panci dan tongkat kayu. Malang, ternyata pencurinya lima orang, aku kalah jumlah, tetangga lain kalah nyali dan memilih lanjut tidur.
Detak jantungku meningkat, keringat mengalir deras. Aku ingin teriak tapi tak bisa. Maling-maling tersebut sekarang sedang mengibaskan senjata tajamnya. Tiba-tiba jam tanganku memancarkan cahaya merah seiring denyut nadi yang beradu cepat.
Potongan-potongan besi menembus kaca jendela kamarku, kemudian mereka mengitari tubuhku, satu per satu lempengan besi mengunci satu sama lain mulai dari kepala sampai ujung kakiku.
Aku bingung, para pencuri bukannya lari, mereka malah ternganga. Sementara tetangga tetap jadi penonton yang pengecut.
Para maling mulai panik ketika tubuhku yang sudah seperti satria perak, terbang ke angkasa sambil membidik mereka dengan alat semacam senapan yang keluar dari lenganku.
Tak kusia-siakan, cukup dengan perintah dari pikiran saja, aku langsung menembakkan peluru tajam ke arah bedebah-bedebah itu.
Kemudian di layar helm bagian dalam aku mencoba memindai dari ketinggian langit Pontianak, mencoba mencari kemiripan bentuk tubuh Joni. Dapat! Ia tampaknya sedang disekap di sebuah rumah di Jalan Ikan Jolong Jolong. Segera aku terbang ke tujuan.