Orang menyebut kultur baru itu kultur organik, ada pula yang menyebutnya metode alamiah. Sebetulnya bukan cara baru, hanya siklus yang berulang. Itu saya tahu dari cerita tetua-tetua saya bagaimana cara-cara alamiah ini pernah mereka jadikan rujukan turun-temurun dalam kurun waktu yang sangat lama.
Dalam bahasa mereka, bertani adalah proses keseimbangan menerima dan memberi. Poinnya, kemampuan manusia menjaga keseimbangan tadi berbanding lurus dengan apa yang kita dapat. Atau dalam bahasa ilmiah disebut sustainable ecosystem, keajegan ekosistem.
Malangnya, manusia yang hanya elemen kecil dalam untai rumit benang ekosistem itu suka berlaku sebagai penentu. Dengan begitu, manusia yang konon makhluk paling sempurna itu, tidak selalu lebih mulia dari ordo hama.
Memanfaatkan apa yang tampak tidak bermanfaat
Sekali lagi, saya hanya mengikuti pengulang-ulangan siklus. Jadi, bukan sesuatu yang genuine dari saya. Lagipula, saya beruntung dikelilingi teman-teman hebat tempat saya banyak mendulang ilmu. Demi pemulihan kondisi ekosistem tanah pertanian yang sempat saya cederai, dan terutama oleh alasan efisiensi, dalam bertani saya benar-benar memanfaatkan apa yang sekiranya bisa saya manfaatkan.
Limbah buangan rumah tangga, seresah, kotoran ternak, sisa-sisa hijauan pakan ternak, gulma, spesies epifit pengganggu tanaman pokok yang sebelumnya berkategori sampah adalah bahan baku dengan kandungan hara melimpah yang siap kita manfaatkan.
Dengan teknologi sederhana, lagi-lagi atas panduan seorang teman, berbagai bahan tadi saya olah melalui dua metode, fermentasi dan biopori. Hasilnya bermacam-macam : pestisida alami, penetral asam basa tanah, pemacu tumbuh, pupuk cair, kompos, dengan kandungan unsur-unsur makro serta mikro yang memadai bagi kelangsungan hidup berjenis-jenis tanaman di kebun saya.
Kecukupan kandungan itu saya ketahui dari dokumen hasil uji laboratorium yang saya peroleh berkat jasa seorang teman mahasiswa di Fak. Pertanian Universitas Udayana.
Cara pengolahan berbagai item berkategori sampah tadi hingga menjadi output yang kita butuh dalam konteks bertani alamiah (berikut aplikasinya di lapangan), saya tulis lain kali dalam format yang lebih rinci.
Dengan pilihan cara-cara mudah, murah, dan aman yang tersedia, mudah-mudahan keluhan petani soal tingginya biaya produksi sebagai salah satu kendala, tidak ada lagi. Lepas dari ketergantungan kepada produk-produk pendukung berbasis instan yang tidak perlu. Lebih jauh lagi, petani-petani Indonesia dilayakkan mengecap kesejahteraan.
Salam hangat bagi petani-petani Indonesia.