Kresak, kresak, kresak bunyi lembaran kertas dibolak-balik tiap tengah malam. Jika buku itu dibaca dengan fokus pastilah tempo bunyi tidak secepat itu. Sesekali terdengar siulan kecil atau nyanyian tanpa syair dan cuma dia yang tahu lagu yang didendangkannya. Usia Kansyah sudah setengah abad, pekerjaan baik dan gaji lebih dari cukup untuk single yang tinggal di kota kecil.
"Syah, panggilan Emak disuatu pagi, "Kapan kau menikah, kesepuluh adikmu sudah berumah tangga, mak sudah tua dan ingin meningalkan dunia ini saat kau ada yang urus"!. Tanpa peduli yang emak katakan Kansyah asik menghisap rokoknya sambil terus membolak-balik halaman buku tanpa jeda. Emak pergi beranjak ke dapur meninggalkan Syah yang menyemburkan asap rokok ke udara.Â
"Mak, sapa Kansyah pelan, aku bukan gak mau kawin, tapi perempuan-perempuan yang mak bawa itu tak ada satupun yang sreg," jawabnya santai.
Ada tiga perempuan yang mak ajukan itupun sudah desakan dari keluarga besar dan kerabat. Bahkan ada bibik sepupunya yang nampaknya diam-diam naksir sama Kansyah, sayangnya usia bibik terpaut 10 tahun lebih tua. Selain membaca buku Syah selalu membeli buku tiap bulan selepas gajian, pengeluaran yang banyak pada buku dan rokok. Sepulang mengambil gaji, biasanya ke salon langganan untuk facial, gunting rambut, cukur kumis dan jenggot, tapi setelah itu entah berapa hari dia tak mandi.
Tampang Syah biasa saja tidak juga tampan tapi tak bisa juga dibilang pas-pasan. Berkacamata tebal, perawakan sedang dengan rambut lurus dan kulit terang. Kawan baiknya tak banyak, tapi dengan para pamannya dia sangat hormat. Pernah suatu kali dia memperlihatkan kepada adik bungsunya sebuah surat yang dia akan kirimkan ke cewek yang ditaksirnya. Usut punya usut ternyata cewek itu sudah bertunangan. Sebenarnya bukan kali pertama Kansyah bertepuk sebelah tangan, waktu kuliah pun dia pernah naksir artis terkenal, seleranya lumayan tinggi.Â
Jika pagi hari Kansyah mandi berarti dia akan ke kampus untuk mengajar, selebihnya di kamar dengan buku-bukunya atau di meja makan dengan buku-bukunya. Ada 4 lemari besar yang berjejer di sudut kamar tidur berukuran 4 x 4 m2, ada dipan kecil dan lemari plastik tempat menyimpan pakaian. Berjejer rapi dari buku filsafat hingga buku tentang budaya, ada juga yang berantakan di lantai dan di bawah dipan. Yang menakjubkan dari ribuan buku yang dia miliki Kansyah hafal letaknya, jika ada yang mengambil tanpa izin dia tahu perubahan tata letak buku-buku yang tersusun rapi atau yang berantakan.
Atas anjuran"orang pintar" agar jodohnya dekat Kansyah mesti disuapi dengan hati kambing oleh emak.
Siang itu sekitar jam 12 Kansyah duduk di meja makan, tetiba emak "Ayok syah kita niatkan ini sebagai ikhtiar jodohmu!"
Kansyah patuh dan dengan segera dia membuka mulut untuk mengunyah habis gulai hati kambing. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, nampaknya tak ada tanda-tanda jodoh mendekat. Dari seorang kerabat mengajukan calon perempuan 30 tahunan guru mengaji, Kansyah menolak dengan alasan gak ada getar-getar di hati. Ada lagi adik perempuannya mengajukan gadis manis 25 tahunan dia pun menolak tak suka melihat cewek naik motor keluyuran, bahkan bibinya yang masih sendiri ditawarkan.
Emak pasrah dan berhenti bicara jodoh untuk si sulung usia 50 tahun. Siang itu bulan Agustus emak terjatuh di kamar mandi dan berpulang untuk selamanya. Semua yang dikatakan emak benar, Kansyah harus mengurus diri sendiri sepeninggal emak. Selama ini emak yang menyiapkan makan, dan meladeni kicauannya di rumah. Kansyah syok tak mengira secepat ini, karena emak tak sakit dan tak pernah mengeluh. Menjalani hari tanpa emak terasa berat, namun hasrat menikah  tak lagi ada.
Siang itu selepas mengajar Kansyah terjatuh di halaman gedung fakultas, tak sadarkan diri lalu beberapa satpam yang bertugas membawanya ke rumah sakit. Kansyah siuman tapi harus di rawat dengan diagnosa stroke ringan. Seminggu menjalani perawatan Kasnya diperbolehkan pulang dengan beberapa catatan, berhenti merokok, hidup teratur dan makan makanan sehat. Sejak itu Kansyah rajin minum beragam herbal dan berhenti merokok, tetapi hasrat pada wanita makin hilang, karena sejak itu dia lebih banyak di kamar bercumbu dengan buku-buku. Bicaranya tak sekeras dulu dan gayanya tak seangkuh saat Emak ada.
Setahun berlalu badan Kansyah semakin kurus dan jarang mengunjungi para pamannya. Pagi itu selepas dari warung tetangga, Kansyah terjatuh dan pingsan. Para tetangga membawanya ke rumah sakit  terdekat. Kansyah koma selama 2 hari. Butiran bening mengenang di bola matanya, pelan-pelan mengalir membasahi pipinya. Kabel-kabel  yang menempel berseliwiran di wajah dan tubuhnya, tak ada istri dan anak yang mendampingi dan mendoakan. Adik-adik yang tinggal sekota bergantian menjaganya. Tak ada pesan yang ia tuliskan dan sampaikan, Kansyah pergi dalam keheningan dan kesendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H