Hadirnya UU ITE, tentu saja tidak terlepas dari berkembangnya penggunaan teknologi di zaman modernn ini. Kejahatan-kejahatan siber yang  saat ini berkembang, merupakan salah satu dampak dari digitalisasi dan hingga membuat berbagai negara membatasi perbuatan-perbuatan di sosial media yang mana dilarang menurut hukum.  Di berbagai sosial media seperti twitter, facebook, maupun instagram dll memang banyak sekali diakses oleh semua orang terutama para remaja yang sebagian besar kesehariannya dihabiskan untuk bermain sosial media tersebut. Tidak heran mengapa banyak sekali yang diduga menjadi penyebar hoax, ujaran kebencian, maupun pencemaran nama baik yang terjadi. Oleh sebab itu, lahirlah sebuah Peraturan Atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Undang Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).
Adapun isi dari UU ITE BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Akan tetapi kehadiran pasal ujaran kebencian, hoax, maupun pencemaran nama baik pada UU ITE justru banyak menuai polemik di kalangan masyarakat karena disebabkan adanya beberapa isi yang cenderung terlihat seperti pasal karet. Karena di ruang publik yang bebas seperti sosial media itu, siapapun dapat mengaksesnya dengan mudah dan siapapun bebas berekspresi. Akan tetapi pada kenyataanya adanya pasal karet dalam UU ITE tersebut berimbas seseorang menjadi dibatasi dalam menyampaikan pendapat bahkan terhadap pendapat yang mengkritik kinerja pemerintahan yang tidak sesuai.
Ada banyak dampak negatif dari UU ITE ini, atau bisa disebut tidak sesuai dengan alasan di ciptakannya UU ini. Misalnya,
*menjadi alat balas dendam bagi sebagian kelompok, bahkan senjata bagi lawan politik
*menciptakan keresahan dan perselisihan publik, yang mudah dilaporkan ke penegak hukum dan menciptakan konflik antara otoritas dan anggota masyarakat.
*Pembatasan kebebasan berpendapat, khususnya menyatakan pendapat dan kritik
Menurut saya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah dalam melakukan penerapan UU ITE agar dapat menjadi UU yang sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat.
*Mengusulkan agar tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga korban yang merasa dirugikan mendapat keadilan namun dengan bukti bukti yang jelas.
*Pemerintah penegak hukum layaknya dapat membedakan yang mana termasuk kritik untuk pemerintah dalam rangka menyampaikan pendapat demi membangun bangsa dan yang mana termasuk dalam pencemaran nama baik.
*Dalam penegakannya benar benar tidak membedakan status, baik pelapor maupun terlapor dalam kondisi ekonomi bagaimanapun harus adil dan tidak memihak.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah, sejauh ini perlunya revisi isi dari UU ITE begitupun juga penegakannya dalam masyarakat. Membedakan mana yang termasuk melanggar UU ITE maupun kritik kepada pemerintah. Penegakannya harus dijalankan tanpa menghalangi kebebasan rakyat untuk memberikan kritik yang membangun kepada pemerintah demi kebaikan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H