Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Bukan hanya Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), Labuhan Batu Utara (Labura) Sumut pun merasakan banjir juga. 16 orang kehilangan nyawa dan 31.000 orang mengungsi di banjir Jabodetabek.
Sementara pada banjir Labura, 2 orang tewas dan lima orang hilang diduga terseret banjir bandang. Saya turut berduka atas bencana yang dirasakan saudara -- saudara kita. Semoga yang berpulang diberi ampunan. Semoga yang kehilangan bersabar. Semoga segala kerugian diberi Allah swt ganti lebih baik. Dan semoga yang turut membantu korban banjir diberi pahala oleh Allah swt. Aamiin.
Saya juga pernah merasakan kena banjir. Medan termasuk daerah rawan banjir di musim hujan. Di salah satu rumah kontrakan dulu waktu saya masih SD, pernah merasakan banjir yang menenggelamkan setengah rumah kami. Tepatnya daerah jalan Alfala Medan Kota.
Kami sekeluarga mengungsi sekitar tiga hari. Hari pertama tinggal di mesjid. Hari kedua dan ketiga numpang di rumah teman orang tua. Banjir identik dengan serangan penyakit.
Gatal -- gatal dan masuk angin kami alami. Selesai banjir, rumah jadi kotor berat. Berhubung masih kecil saat itu, saya hanya menyaksikan orangtua kerja berat membersihkan rumah. Perabot rumah pun sebagian rusak. Begitulah banjir. Nggak enak banget rasanya. Kematian dan kerugian harta benda diderita korban banjir.
Banjir yang pernah keluarga saya dan penduduk setempat ternyata diakibatkan daerah resapan air dekat situ dibangun Terminal Taxi. Masyarakat pun demo menuntut Terminal Taxi itu ditutup.
Analisis pakar juga mengatakan hal senada, banjir Jabodetabek salah satunya akibat pengalihfungsian daerah resapan air menjadi bangunan. Seperti yang dibilang sama Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga.
Katanya banyak kawasan resapan air di Jakarta telah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan elit dan pusat-pusat bisnis. Contohnya kawasan Mall Taman Anggrek Slipi. Dulu daerah itu adalah kawasan hutan kota.
Dalam akun twitter-nya Karni Ilyas menulis: "Kenapa bencana terjadi di Jakarta? Sering perencanaan, dikalahkan kepentingan antara pengusaha dan penguasa. Pada tahun 1970-an menurut masterplan Kota Depok disiapkan ratusan hektar tanah untuk waduk agar curah hujan bisa ditampung di situ. Nyatanya kini lahan itu jadi perumahan mewah."
Sementara banjir Labura masih diselidiki penyebabnya. Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyoroti banyaknya potongan kayu yang terbawa dalam banjir bandang itu. Rencananya temuan potongan kayu itu akan diselidiki lebih lanjut. Jadi banjir besar bukan sekedar karena tertundanya normalisasi sungai tertentu. Atau hanya karena masyarakat buang sampah sembarangan.
Bagi seorang muslim, bencana berarti cobaan yang menunjukkan kekuasaan Allah swt dan peringatan. Jadi kita harus bersabar serta intropeksi diri, apa kesalahan yang telah kita perbuat sehingga Allah swt menimpakan musibah ini pada kita.
Kita sebagai masyarakat hendaknya mau berubah, tak lagi buang sampah sembarangan. Meski buang sampah sembarangan bukan penyebab utama banjir, tapi berpengaruh juga pada banjir.
Alhamdulillah, saya bukan termasuk orang yang biasa buang sampah sembarangan.
Bagi pihak pemerintah, harus lebih intropeksi diri lagi. Bukankah selama ini penguasa menjadikan bisnis sebagai spirit mengelola negeri ini? Bukankah selama ini penguasa telah memanjakan para kapitalis? Bukankah selama ini yang menikmati sebagian besar hasil kekayaan negeri ini adalah persekutuan penguasa dan pengusaha? Kapan mau berhenti berbuat kerusakan?
Kita berharap penguasa menyadari kesalahannya. Tapi sepertinya masih jauh panggang dari api. Di awal periode kedua pemerintahan Jokowi sudah berwacana bakal menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Alasannya untuk menunjang investasi. Kalau betul itu terjadi, bukannya malah makin hancur negeri ini. Ada AMDAL dan IMB saja lingkungan sudah demikian merana, apalagi bila keduanya dihapus.
Beginilah jadinya jika kita masih bertahan dengan penerapan sistem kapitalis sekuler. Kapan kita mau menyadari kalau negeri ini akan mendapat berkah jika kita menerapkan syariah secara kaffah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H