Mohon tunggu...
Arlin
Arlin Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Momentum Membangun Legasi untuk Indonesia

30 Juni 2024   19:14 Diperbarui: 30 Juni 2024   19:40 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengiriman Paket Buku (Sumber: pexels.com/cottonbro studio) 

Salah satu penemuan terbaik di abad 21 adalah aplikasi belanja daring (online shop). Jarak, waktu, bahkan finansial bisa dipangkas melalui pemesanan di aplikasi. Selain itu, kemudahan demi kemudahan menyelimuti konsumen. Mereka hanya perlu duduk manis atau rebahan di atas kasur kemudian memilah barang yang ada di dalam etalase. Dengan beberapa klik saja, barang yang kita inginkan segera meluncur.

Kemudahan demi kemudahan belanja daring bukanlah sebuah sistem tunggal. Tulang punggungnya adalah jasa pengiriman. Maka dari itu, efektivitas, kecepatan, dan kegesitan jasa pengiriman menentukan pengalaman berbelanja konsumen. Saya sendiri bagian dari konsumen yang pernah merasakan asam manis berurusan dengan jasa pengiriman.

Ceritanya seperti ini. Suatu hari saya hendak mengikuti sebuah turnamen futsal. Karena sepatu saya mulai menunjukkan kerentanan pada lem, saya memutuskan untuk membeli sepatu baru. Saya memesan di sebuah aplikasi belanja daring. Saat itu terterah di dalamnya estimasi waktu pengiriman kurang lebih tiga hingga lima hari. Sepatu tersebut dikirim dari Pulau Jawa dan saya sendiri bermukim di Parepare, Sulawesi Selatan.

Naas bahwa aplikasi belanja daring tersebut ternyata secara otomatis memilih jasa pengiriman tertentu. Jasa pengiriman yang dipilih saat termasuk jasa pengiriman baru. Saya luput untuk memeriksa ulang sebelum pemesanan dan baru menyadari hal tersebut di hari keempat saat barang belum juga tiba.

Sesuai estimasi awal, barang tersebut paling lambat tiba di hari kelima setelah pemesanan. Tetapi pada kenyataannya, barang tersebut tersendat di sebuah "hub" antara Pulau Jawa dan Makassar. Turnamen semakin dekat, sepatu baru saya tak jelas rimbanya. Saya sontak merasa uring-uringan dengan situasi tersebut. Sepatu baru tiba di hari kesebelas, saat itu saya sudah menelan dua kali kekalahan di turnamen futsal. Berbekal pengalaman pahit tersebut, saya menjadi mawas diri dalam memilih jasa pengiriman saat berbelanja daring bahkan jika itu hanya lintas kota.

Hingga akhirnya suatu hari, saya memesan buku pada teman yang bekerja di toko buku. Meski pengiriman hanya rute Makassar-Parepare yang jaraknya hanya 154,6 KM, tetapi saya lantas segera memastikan agar memilih jasa pengiriman yang tepat. Saya menitip pesan ke teman, "Tolong dikirim melalui jasa pengiriman JNE". 

Akhirnya, keesokan harinya, menjelang sore hari, seorang kurir mengetuk pintu. Meski raut wajahnya tergurat rasa lelah, kurir tersebut tetap tersenyum ramah sembari berkata "Paket, Pak". Kata-kata singkat yang kemudian mampu menghadirkan senyum di bibir dan membuat saya seperti orang yang paling bahagia di muka bumi. Buku Manusia Bugis Christian Pelras dan Perkawinan Bugis tulisan Susan Bolyard Millar pun tiba di tangan tanpa lecet sedikit pun. Karena buku tersebut datang tepat waktu, saya dengan riang gembira bisa bekerja sekreatif mungkin untuk menyelesaikan tugas kuliah saya.

Ketepatan estimasi waktu, pelayanan prima, dan keamanan paket menjadi hal mendasar dalam memilih jasa pengiriman. Berdasarkan pengalaman yang lalu-lalu dan pemesanan dua buku tersebut, JNE termasuk jasa pengiriman yang tidak pernah mengecewakan. Dan terkadang kebahagiaan seorang konsumen, selain karena barangnya tiba, salah satu sumbernya karena pelayanan prima dari jasa pengiriman.

Connecting happiness di Indonesia Timur

Saat membeli buku dari Makassar ke Parepare menggunakan jasa JNE, saya membayar ongkos kirim sebanyak empat belas ribu. Sesuatu yang kemudian menyadarkan saya bahwa Indonesia Timur punya masalah kompleks terkait persoalan ongkos kirim.

Berdasarkan pengalaman, jika saya memesan buku dari Pulau Jawa, saya harus membayar ongkos kirim paling kecil tiga puluh ribu rupiah setiap kilonya. Berdasarkan informasi teman-teman di Jawa, ongkos kirim lingkup Pulau Jawa mayoritas masih nol rupiah. Sementara itu, pengiriman paket buku lintas Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan masih dikenakan biaya sekitar 15-20 ribu rupiah. Lebih parah lagi jika itu pengiriman paket ke Indonesia yang lebih Timur seperti Ambon, Papua, dan Maluku. Ongkos kirimnya bisa melebihi harga buku yang dipesan.

Sebenarnya, mahalnya ongkos kirim ke Indonesia Timur dikarenakan persoalan logistik dan transportasi. Persoalan tersebut bukan hanya dialami oleh JNE, tetapi seluruh jasa pengiriman, termasuk perusahaan milik Negara, Pos Indonesia. Meski demikian, jika kita percaya bahwa awal dari kreativitas adalah melek literasi, dan pangkal dari literasi adalah buku, maka ini momentum yang tepat bagi JNE untuk memeluk Indonesia Timur dan menebalkan slogan connecting happiness.

Agar kreativitas masyarakat Indonesia Timur tetap tumbuh dan berlipat ganda, maka JNE bisa menjadi bagian dari kemajuan itu. Sudah ada roh model yang bisa kita lihat dan pelajari dari kebijakan pengiriman buku secara gratis melalui Pos Indonesia pada tahun 2017. Pengiriman buku secara gratis setiap tanggal 17 memberikan angin segar bagi pegiat literasi Indonesia. Konsep tersebut bisa diadopsi oleh JNE dengan berbagai bentuk penyesuaian agar finansial perusahaan tetap stabil.

Salah satu alasan pemberhentian kebijakan pengiriman buku secara gratis oleh Pos Indonesia karena banyaknya pengiriman "sampah". Katanya, ada banyak buku yang tidak layak tetapi tetap dikirim. Salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh JNE adalah packing on the spot. Kebijakan tersebut memungkinkan JNE untuk memastikan bahwa buku yang dikirim layak untuk dibaca.

Jika pengiriman buku secara gratis ke Indonesia Timur pada tanggal tertentu tidak rasional secara finansial, maka JNE bisa mencoba opsi lain. Salah satunya adalah pengurangan ongkos kirim khusus untuk pengiriman buku. Sistem yang bisa digunakan adalah subsidi silang. Ongkos kirim ke Indonesia Timur disubsidi melalui laba yang diperoleh dari pengiriman di belahan Indonesia lainnya.

Saya tahu bahwa semua itu tidak sesederhana yang saya jelaskan. Tetapi saya yakin bahwa pihak JNE dengan segala bentuk kepeduliannya memikirkan hal itu. Indonesia Timur butuh pelukan hangat melalui kebijakan di dunia literasi, dan saya yakin itu bisa dilakukan oleh PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE).

Legasi untuk Indonesia

Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Yogyakarta baru saja merilis sejumlah toko buku daring yang menjual buku bajakan. Dalam rilis tersebut terdapat lima puluh toko beserta lokasi operasionalnya. Persoalan buku bajakan menjadi persoalan yang terus menghantui dunia perbukuan Indonesia, dan hal tersebut merembes pada persoalan literasi kita.

Sebenarnya, tidak diragukan lagi bahwa JNE memiliki kontribusi yang besar terhadap jasa pengiriman, termasuk di dalamnya soal buku dan literasi. Hal tersebut diperkuat dengan kerjasama antara JNE dengan Kang Maman dalam bentuk bebas ongkos kirim ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM) atau Komunitas Literasi di pelosok Indonesia. Tapi ini adalah momen yang tepat untuk JNE mengukuhkan diri sebagai perusahan jasa pengiriman yang peduli terhadap literasi bangsa ini.

JNE bisa mengidentifikasi toko-toko buku daring yang menjual buku bajakan. JNE berhak menolak untuk menerima pengiriman buku-buku bajakan. Jalan itu mungkin jalan yang sunyi, tetapi itu akan dikenal sebagai sebuah heroisme jasa pengiriman di dunia literasi.

Namun, jika hal itu dirasa kurang rasional dan dapat mempengaruhi finansial perusahaan sehingga tidak bisa bersaing dengan perusahaan lain, JNE bisa mengambil opsi kedua. Cara kedua yaitu pengenaan ongkos kirim yang tinggi untuk buku-buku bajakan. Hal tersebut secara tidak langsung akan menekan angka pembelian buku bajakan dan bahkan pembajakan itu sendiri.

Persoalan di atas memang persoalan sulit sekaligus pelik. Tetapi melihat rekam jejak JNE dan segala macam usahanya untuk kebaikan konsumen dan dunia literasi kita, saya yakin hal ini bisa dipertimbangkan. Di berita dan sosial media, saya banyak membaca tulisan orang-orang yang berkecimpung di TBM dan komunitas literasi. Mereka dipeluk suka cita setiap kali mendapatkan paket buku kiriman Kang Maman yang bekerjasama dengan JNE.

Semoga semangat berbagi itu terus dijaga oleh semua insan, termasuk JNE. Maka dari itu, di usia 33 tahun JNE, semoga JNE membangun semakin banyak legasi kebaikan dan membuat perbedaan yang lebih baik untuk bangsa ini. Gasss terus semangat kreativitasnya!

#JNE#ConnectingHappiness#JNE33Tahun#JNEContentCompetition2024#GasssTerusSemangatKreativitasnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun