Berdasarkan pengalaman, jika saya memesan buku dari Pulau Jawa, saya harus membayar ongkos kirim paling kecil tiga puluh ribu rupiah setiap kilonya. Berdasarkan informasi teman-teman di Jawa, ongkos kirim lingkup Pulau Jawa mayoritas masih nol rupiah. Sementara itu, pengiriman paket buku lintas Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan masih dikenakan biaya sekitar 15-20 ribu rupiah. Lebih parah lagi jika itu pengiriman paket ke Indonesia yang lebih Timur seperti Ambon, Papua, dan Maluku. Ongkos kirimnya bisa melebihi harga buku yang dipesan.
Sebenarnya, mahalnya ongkos kirim ke Indonesia Timur dikarenakan persoalan logistik dan transportasi. Persoalan tersebut bukan hanya dialami oleh JNE, tetapi seluruh jasa pengiriman, termasuk perusahaan milik Negara, Pos Indonesia. Meski demikian, jika kita percaya bahwa awal dari kreativitas adalah melek literasi, dan pangkal dari literasi adalah buku, maka ini momentum yang tepat bagi JNE untuk memeluk Indonesia Timur dan menebalkan slogan connecting happiness.
Agar kreativitas masyarakat Indonesia Timur tetap tumbuh dan berlipat ganda, maka JNE bisa menjadi bagian dari kemajuan itu. Sudah ada roh model yang bisa kita lihat dan pelajari dari kebijakan pengiriman buku secara gratis melalui Pos Indonesia pada tahun 2017. Pengiriman buku secara gratis setiap tanggal 17 memberikan angin segar bagi pegiat literasi Indonesia. Konsep tersebut bisa diadopsi oleh JNE dengan berbagai bentuk penyesuaian agar finansial perusahaan tetap stabil.
Salah satu alasan pemberhentian kebijakan pengiriman buku secara gratis oleh Pos Indonesia karena banyaknya pengiriman "sampah". Katanya, ada banyak buku yang tidak layak tetapi tetap dikirim. Salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh JNE adalah packing on the spot. Kebijakan tersebut memungkinkan JNE untuk memastikan bahwa buku yang dikirim layak untuk dibaca.
Jika pengiriman buku secara gratis ke Indonesia Timur pada tanggal tertentu tidak rasional secara finansial, maka JNE bisa mencoba opsi lain. Salah satunya adalah pengurangan ongkos kirim khusus untuk pengiriman buku. Sistem yang bisa digunakan adalah subsidi silang. Ongkos kirim ke Indonesia Timur disubsidi melalui laba yang diperoleh dari pengiriman di belahan Indonesia lainnya.
Saya tahu bahwa semua itu tidak sesederhana yang saya jelaskan. Tetapi saya yakin bahwa pihak JNE dengan segala bentuk kepeduliannya memikirkan hal itu. Indonesia Timur butuh pelukan hangat melalui kebijakan di dunia literasi, dan saya yakin itu bisa dilakukan oleh PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE).
Legasi untuk Indonesia
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Yogyakarta baru saja merilis sejumlah toko buku daring yang menjual buku bajakan. Dalam rilis tersebut terdapat lima puluh toko beserta lokasi operasionalnya. Persoalan buku bajakan menjadi persoalan yang terus menghantui dunia perbukuan Indonesia, dan hal tersebut merembes pada persoalan literasi kita.
Sebenarnya, tidak diragukan lagi bahwa JNE memiliki kontribusi yang besar terhadap jasa pengiriman, termasuk di dalamnya soal buku dan literasi. Hal tersebut diperkuat dengan kerjasama antara JNE dengan Kang Maman dalam bentuk bebas ongkos kirim ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM) atau Komunitas Literasi di pelosok Indonesia. Tapi ini adalah momen yang tepat untuk JNE mengukuhkan diri sebagai perusahan jasa pengiriman yang peduli terhadap literasi bangsa ini.
JNE bisa mengidentifikasi toko-toko buku daring yang menjual buku bajakan. JNE berhak menolak untuk menerima pengiriman buku-buku bajakan. Jalan itu mungkin jalan yang sunyi, tetapi itu akan dikenal sebagai sebuah heroisme jasa pengiriman di dunia literasi.
Namun, jika hal itu dirasa kurang rasional dan dapat mempengaruhi finansial perusahaan sehingga tidak bisa bersaing dengan perusahaan lain, JNE bisa mengambil opsi kedua. Cara kedua yaitu pengenaan ongkos kirim yang tinggi untuk buku-buku bajakan. Hal tersebut secara tidak langsung akan menekan angka pembelian buku bajakan dan bahkan pembajakan itu sendiri.