Mohon tunggu...
Arlin
Arlin Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Penggunaan Prinsip Tellu Cappa Menghadapi Konflik Laut Cina Selatan

27 Mei 2024   22:36 Diperbarui: 27 Mei 2024   22:38 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal perang di Laut Cina Selatan (Sumber: Antara-M Risyal Hidayat)

Masyarakat Bugis-Makassar dikenal sebagai perantau yang ulung. Mereka rela melakukan perjalanan yang jauh demi sebuah tujuan hidup. Entah mereka pergi untuk belajar atau memang untuk menetap sebagai seorang perantau.

Saat hendak merantau, orang tua biasanya tidak melepas anaknya dengan tangan kosong. Selain bekal finansial, mereka juga dijejali dengan pappaseng (petuah) yang menjadi pegangang atau prinsip hidup di mana pun mereka berada.

Salah satu pappaseng yang dipegang teguh masyarakat Bugis-Makassar adalah prinsip tellu cappa (tiga ujung). Ketiga ujung tersebut yaitu cappa lila (ujung lidah), cappa urane (ujung kelamin), dan cappa kawali (ujung badik). Ketiganya merupakan modal sosial yang melekat dalam diri masyarakat Bugis-Makassar untuk menjalin kerjasama dan menyelesaikan suatu konflik.

Cappa lila (ujung lidah) bermakna bahwa seseorang harus bisa menjalin kerjasama atau menyelesaikan masalah dengan kemampuan berbicara, berdialog, atau berdiplomasi. 

Kemampuan ini dianggap sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang dalam menjalani hidup. Seseorang harus mampu membangun relasi dan menyelesaikan berbagai persoalan dengan kemampuan berpikir yang diejawantahkan melalui kemampuan berbicara.

Cappa urane (ujung kelamin) bermakna membangun relasi atau menyelesaikan konflik dengan cara menjalin kekeluargaan. Dalam sejarah kerajaan di Sulawesi Selatan, banyak kerajaan yang bekerjasama karena adanya ikatan pernikahan. Hal tersebut mereka lakukan dengan menikahkan putri dan putra mahkota antar kerajaan. Ikatan pernikahan kemudian secara praktis tidak hanya menghubungkan kedua kerajaan, tetapi juga menyelesaikan persoalan antara kedua kerajaan.

Cappa kawali (ujung badik) bermakna suatu persoalan terkadang harus diselesaikan melalui pertumpahan darah. Dalam konteks zamannya, orang Bugis-Makassar ketika dihadapkan pada persoalan yang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik, maka jalan keluarnya adalah pertumpahan darah. 

Dahulu hal seperti itu lumrah ditemui di setiap kerajaan di Sulawesi Selatan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Bugis-Makassar sangat menjunjung tinggi yang namanya siri atau harga diri.

Hal menarik dari prinsip tersebut adalah konteks penggunaannya yang hierarki dan tidak boleh dipertukarkan. Hal tersebut berlaku terutama dalam menyelesaikan suatu konflik. 

Langkah pertama yang harus diambil adalah berdialog, berdiskusi, atau berdiplomasi. Jika cappa lila tidak mampu menyelesaikan suatu konflik, maka barulah kemudian seseorang menempuh langkah berikutnya.

Langkah berikutnya adalah menggunakan cappa urane. Secara harfiah, penggunaan cappa urane berarti menjalin ikatan kekeluargaan melalui sebuah pernikahan. Penggunaan ujung kelamin ini tentu tidak dapat kita maknai dalam konteks perkawinan semata, tetapi lebih kepada konteks kerjasama dan keterikatan. 

Jadi, jika dialog tidak dapat menyelesaikan suatu konflik, maka sebaiknya seseorang memikirkan cara yang membuat mereka bisa bekerjasama untuk memperoleh keuntungan yang sama.

Langkah ketiga yaitu cappa kawali (ujung badik). Penyelesaian seperti ini diletakkan paling terakhir dan hanya bisa digunakan ketika dua cara sebelumnya benar-benar gagal. Jika ditarik pada konteks masa lalu, perkelahian, duel, dan perang adalah perwujudan dari aspek ujung badik. 

Dalam konteks hari ini, hal ini mungkin menjadi cara yang paling dihindari karena dianggap sudah tidak lagi relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Meski demikian, secara prinsip, hal ini tetap bisa kita gunakan ketika menyangkut persoalan martabat dan harga diri.

Penggunaan prinsip tellu cappa ini relevan untuk merespons konflik di Laut Cina Selatan. Seperti yang kita ketahui, akar masalah di Laut Cina Selatan adalah klaim wilayah Cina yang bersinggungan dengan wilayah beberapa Negara di ASEAN. Cina mengklaim hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan berdasarkan peta "sembilan garis putus-putus" (nine-dash line).

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempersoalkan klaim sepihak Cina. Terlebih lagi saat Cina merilis peta baru edisi tahun 2023. Peta tersebut banyak tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitaran wilayah Kepulauan Natuna. Selain Indonesia, negara-negara tetangga di ASEAN juga merespons dengan keras klaim sepihak dari Cina.

Hal tersebut membuat konflik Laut Cina Selatan menjadi konflik internasional dan menjadi persoalan geopolitik yang menyita perhatian dunia. Seperti yang kita ketahui bahwa selain Indonesia, negara lain seperti, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, hingga India juga terdampak klaim sepihak dari Cina.

Melihat keruwetan persoalan Laut Cina Selatan, prinsip tellu cappa bisa menjadi salah satu pegangang dalam menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia dan Cina punya hubungan diplomatik. 

Cappa lila berarti melakukan diskusi, dialog, atau hal-hal lain diplomatik yang menjadi langkah awal untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Meski hal itu tidak sesederhana yang dipikirkan, langkah tersebut harus dimaksimalkan.

Jika dialog gagal, maka Indonesia bisa menggunakan langkah selanjutnya yang dalam tellu cappa disebut sebagai cappa urane. Filosofi tersebut bisa dimodifikasi sesuai dengan konteks penggunaannya. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia dan Cina memiliki berbagai kerjasama strategis di banyak bidang. Jika Cina masih terus membuat keruwetan di Laut Cina Selatan, maka sebaiknya Indonesia mulai mengevaluasi kerjasama tersebut.

Demikian juga sebaliknya, jika Cina bisa menahan diri terkait persoalan Laut Cina Selatan, maka kerjasama antarnegara bisa semakin ditingkatkan. Hal tersebut tidak hanya bisa dilakukan Indonesia, tetapi juga negara-negara lain yang berada di sekitar wilayah Laut Cina Selatan seperti, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Jika hal itu tidak membuat Cina bergeming dan justru semakin menjadi-menjadi, maka jalan terakhir yang harus ditempuh adalah penggunaan cappa kawali (ujung badik). Persoalan Laut Cina Selatan adalah persoalan kedaulatan. Mata dunia tertuju pada persoalan geopolitik di sana. Indonesia berhak marah jika kedaulatan bangsa terancam. Meski demikian, hal ini tentu menjadi opsi terakhir -- sekali lagi, paling terakhir.

Perang mungkin bukanlah sebuah penyelesaian konflik yang bijak. Maka dari itu, resolusi perang dalam prinsip tellu cappa diletakkan paling terakhir. Usaha-usaha lain yang bersifat diplomatis dan kerjasama harus lebih didahulukan dan dimaksimalkan. Terlebih bahwa Indonesia menganut sistem politik bebas aktif. Sistem yang memungkinkan untuk bekerjasama dengan berbagai negara lain untuk menyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan.

Selain itu, solusi terbaik bagi semua pihak pada dasarnya adalah perdamaian. Maka dari itu, setiap resolusi atas Laut Cina Selatan sebaiknya sebuah solusi yang berujung pada perdamaian. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa di dalam perang, tak pernah ada pemenang sesungguhnya. Kedua pihak akan menimbulkan korban dari berbagai aspek.

Meski demikian, indonesia harus tetap tegas sebagai sebuah negara berdaulat. Kita tidak boleh membiarkan negara lain menginjak-nginjak harga diri kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Kita harus membuktikan bahwa kita tangguh, gigih, dan tak akan menyerah jika menyangkut persoalan kedaulatan dan harga diri bangsa.

Maka dari itu, prinsip tellu cappa layak menjadi pegangan Indonesia dalam menghadapi konflik Laut Cina Selatan. Prinsip tersebut bukanlah prinsip yang dipegang untuk berorientasi pada perang, tetapi lebih kepada pembelaan terhadap harga diri bangsa. Segala hal harus kita upayakan, namun jika pada akhirnya usaha damai tidak dihargai, maka kedaulatan bangsa harus tetap ditegakkan bagaimanapun caranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun