Mohon tunggu...
Arlin
Arlin Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Tantangan Memasyarakatkan Konstitusi

19 Juli 2023   21:41 Diperbarui: 19 Juli 2023   21:57 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu tentu menjadi putusan yang penting untuk menjaga imajinasi dan harapan masyarakat tentang keadilan, dalam hal ini berkaitan dengan demokrasi. Melalui putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi masih menempatkan rakyat, suara rakyat, pilihan rakyat, untuk menyetir arah pembangunan Indonesia. Kita berharap bahwa keputusan itu merupakan satu dari sekian banyak keputusan yang benar-benar untuk rakyat, demikian juga di masa yang akan datang.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi kedepannya harus menjadi lembaga yang dekat dengan rakyat. Hal ini untuk menghindari “gejala” yang disebutkan Justin Gest sebagai minoritas baru. Dalam bukunya The New Minority (2016), Gest menjelaskan tentang menguatnya perasaan minoritas bagi sebagian besar masyarakat di negara-negara Eropa.

Munculnya perasaan terpinggirkan dan merasa seperti minoritas dari mereka yang justru sebenarnya secara populasi adalah mayoritas. Hal ini dikarenakan mereka yang tidak punya kekuatan finansial hanya merasa menjadi objek komodifikasi sistem ekonomi. Bagi mereka, kegiatan ekonomi hanya mensejahterakan segelintir orang, masyarakat luas hanya menjadi “orang asing” dalam sistem tersebut.

Coba bayangkan jika hal tersebut ditarik dalam konteks konstitusi dan hukum. Akan muncul kegamangan dan perasaan terpinggirkan dalam ranah hukum. Konstitusi atau hukum seolah hanya untuk kalangan elit. Perkara-perkara konstitusi adalah perkara elit: Rancangan Undang-Undang, sengketa pemilu, hingga sengketa lembaga negara. Masyarakat akhirnya tidak lagi ingin bersentuhan dengan hukum. Dan yang paling mengerikan masyarakat bisa saja apatis dan bahkan sengaja melakukan pelanggaran terhadap konstitusi negara.

Terakhir adalah persoalan politik. Rakyat percaya bahwa Mahkamah Konstitusi adalah pengadil di lapangan demokrasi. Meski sebenarnya segala persoalan hidup adalah persoalan politik, tetapi Mahkamah Konstitusi tidak boleh menjadi alat politik. 

Dalam sebuah kompetisi, tidak elok rasanya jika melihat ada wasit sekaligus berseragam pemain. Maka dari itu, menjelang dua dekade lahirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, semoga lembaga ini tetap berpihak kepada rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun