Mohon tunggu...
Muhammad Arlek
Muhammad Arlek Mohon Tunggu... Penulis - ¬ Menulis untuk berbagi ¬

Suka mengamati kota. Sedang bekerja di bidang Tata Ruang. Pernah mengikuti kuliah di Arsitektur UI pada 2011.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Solusi Arsitektur terhadap Mahalnya Harga Rumah

12 Maret 2024   10:17 Diperbarui: 13 Maret 2024   15:40 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hunian di Perkotaan. Sumber: Pixabay

Pada hari Rabu tanggal 6 Maret 2024, saya berkesempatan untuk menghadiri seminar IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) tentang hunian. Menurut KBBI, hunian adalah tempat tinggal yang dihuni atau biasa disebut rumah.

Acara tersebut dihadiri oleh para pakar di bidangnya. Masalah yang dibahas yaitu mengenai solusi terhadap hunian di perkotaan. Saya merasa sangat antusias karena ini merupakan topik yang menjadi perhatian saya belakangan ini. 

Saya berangkat dari kantor pada pukul 09.00 setelah mendapat izin dari atasan. Karena telat, saya hanya bisa mendengarkan tiga pembicara. Selebihnya saya menyimak dari slide materi yang dibagikan melalui google drive.

Para pembicara itu adalah Bang Andesh Tomo dari Rujak (Ruang Jakarta), Pak Joko Adianto dari Universitas Indonesia, dan Ibu Tona Hutauruk dari JIC (Jakarta Investment Center) DPMPTSP. Adapun pemaparan dari JPI (Jakarta Property Institute) dan Dinas Perumahan, saya simak melalui slide materi. Berikut pemaparannya.

Ibu Wendy Harjanto dari JPI memaparkan kondisi masyarakat kelas menengah (middle class) yang kehilangan akses terhadap hunian terjangkau (affordable housing). Salah satu penyebabnya yaitu harga properti yang terlampau tinggi di kota.

Karena tidak dapat dipungkiri fenomena yang terjadi saat ini yaitu, harga rumah murah yang tersedia terletak jauh dari pusat kota, sehingga memerlukan waktu tempuh yang cukup lama dari rumah ke kantor.

Maka dari itu perlu diupayakan ketersediaan hunian yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah di kota. Baik dari segi pembiayaan, jarak tempuh, kenyamanan, serta fasilitas yang tersedia di sekitar perumahan. Demikian pemaparan dari pembicara pertama.

Pemaparan berikutnya yaitu berasal dari Dinas Perumahan DKI Jakarta. Pemprov DKI banyak melakukan upaya perbaikan pemukiman melalui program CAP (Community Action Plan). Sasarannya yaitu pemukiman kumuh yang tersebar di beberapa titik di Jakarta.

Pemprov DKI juga menyediakan hunian untuk masyarakat melalui program Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) dan Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik). Rusunawa diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sedangkan rusunami bagi yang sudah memiliki daya beli. Demikian pemaparan dari slide materi yang diperoleh.

Saya baru tiba sekitar pukul 10.00 saat sedang istirahat sejenak (break). Lalu saya baru bisa menyimak pembicara berikutnya secara langsung.

Pembicara ketiga membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk membantu masyarakat menengah ke bawah untuk memiliki akses perumahan. Bang Andesh Tomo memulai dengan memaparkan sejarah dan peraturan tata ruang hunian di perkotaan.

Bahwasannya paska kemerdekaan merupakan babak baru kepemilikan tanah. Setiap orang berhak memiliki tanah yang diperoleh melalui mekanisme jual beli tanah. Dampaknya yaitu tentu saja kepemilikan tanah hanya bisa dimiliki oleh mereka yang memiliki uang.

Lalu bagaimana dengan nasib masyarakat menengah bawah? Bang Andesh Tomo memberi contoh dari kasus Kampung Akuarium. Warga disana merupakan korban penggusuran pada tahun 2016 silam karena berada di atas lahan milik pemerintah.

Gambar 1. Pemaparan dari Arsitek Andesh Tomo. Sumber: FGD Seminar IAI
Gambar 1. Pemaparan dari Arsitek Andesh Tomo. Sumber: FGD Seminar IAI

Kemudian melalui inisisasi warga yang difasilitasi oleh Rujak (Ruang Jakarta) dan JRMK (Jaringan Rakyat Miskin Kota), mereka pun menggagas untuk mendirikan Kampung Susun Akuarium pada 2018. Hal ini tentu saja mendapat dukungan dari pemerintah setempat di bawah kepemimpinan Pak Anies Baswedan.

Disinilah peran arsitek untuk berkolaborasi dengan otoritas setempat, sehingga setiap lapisan masyarakat berhak untuk mendapat akses hidup di Jakarta. Bukan hanya bagi mereka yang memiliki uang, namun juga masyarakat menengah bawah.

Selanjutnya yaitu presentasi dari Pak Joko Adianto selaku dosen yang pernah menjadi pembimbing skripsi saya di tahun 2012. Pak Joko banyak melakukan penelitian (research) terhadap kondisi perumahan di Jakarta.

Gambar 2. Pemaparan dari Pak Joko Adianto. Sumber: FGD Seminar IAI
Gambar 2. Pemaparan dari Pak Joko Adianto. Sumber: FGD Seminar IAI

Sebagian besar rumah-rumah di Jakarta yang awalnya luas tanahnya, lama kelamaan menjadi sempit karena bertambahnya masa bangunan. Bangunan itu diperuntukan bagi anak dan cucunya yang bertambah. Bahkan satu rumah bisa dihuni oleh empat generasi.

Hal ini tentu saja disebabkan oleh mahalnya harga properti, selain karena semakin sedikitnya lahan di perkotaan. Sebagian besar keluarga muda tidak sanggup membeli properti baru di kota, sehingga harus menumpang di rumah orang tua mereka.

Maka solusi yang ditawarkan salah satunya yaitu konsep rumah flat, dimana pada satu lahan terdapat beberapa rumah untuk beberapa kepala keluarga. Yang terpenting yaitu bagaimana agar desain yang dibuat tetap menjaga privasi masing-masing anggota keluarga.

Pada sesi berikutnya, Pak Iwan selaku perwakilan dari Biro PLH Pemprov DKI memberi tanggapan terhadap isi seminar. Pada kenyataannya di Jakarta memang terdapat kategori masyarakat yang tinggal karena terpaksa dan dipaksa oleh keadaan. Demikian tanggapannya.

Terakhir yaitu Ibu Tona Hutauruk yang memberikan pemaparan mengenai potensi investasi kawasan. Beberapa kawasan di Jakarta memiliki ciri khas tersendiri dan itu menjadi sebuah potensi yang dapat dikembangkan melalui mekanisme development brief.

Beberapa contoh diantaranya yaitu kawasan Kota Tua yang memiliki nilai-nilai sejarah, kawasan Grogol Petamburan dengan pusat bisnis dan perbelanjaan, kawasan Muara Angke yang memiliki identitas tepi laut (waterfront), serta beberapa kawasan lainnya.

Pengembangan suatu kawasan juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik dan kualitas hidup di sebuah kota tentunya. Demikian pemaparan dari para narasumber.

Kesimpulan

Harga properti di Jakarta memang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Apalagi dengan kondisi lahan yang terbatas, kecil kemungkinan untuk membangun rumah tapak (landed house).

Sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketersediaan perumahan. Beberapa solusi yang ditawarkan diantaranya yaitu konsep rumah flat, program rusunawa dan rusunami dari pemerintah, serta pembangunan apartemen dengan konsep TOD (Transit Oriented Development).

Walaupun demikian, diperlukan juga kerjasama untuk memperhatikan kalangan masyarakat menengah bawah. Pembangunan Kampung Akuarium merupakan contoh yang baik dari kolaborasi para pemegang kebijakan (stakeholder), termasuk arsitek.

Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan untuk menunjang ketersediaan rumah bagi seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat kelas menengah saja perlu mendapat perhatian, apalagi masyarakat menengah bawah yang rentan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun