Mohon tunggu...
Muhammad Arlek
Muhammad Arlek Mohon Tunggu... Penulis - ¬ Menulis untuk berbagi ¬

Suka mengamati kota. Sedang bekerja di bidang Tata Ruang. Pernah mengikuti kuliah di Arsitektur UI pada 2011.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Solusi Arsitektur terhadap Mahalnya Harga Rumah

12 Maret 2024   10:17 Diperbarui: 13 Maret 2024   15:40 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hunian di Perkotaan. Sumber: Pixabay

Pembicara ketiga membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk membantu masyarakat menengah ke bawah untuk memiliki akses perumahan. Bang Andesh Tomo memulai dengan memaparkan sejarah dan peraturan tata ruang hunian di perkotaan.

Bahwasannya paska kemerdekaan merupakan babak baru kepemilikan tanah. Setiap orang berhak memiliki tanah yang diperoleh melalui mekanisme jual beli tanah. Dampaknya yaitu tentu saja kepemilikan tanah hanya bisa dimiliki oleh mereka yang memiliki uang.

Lalu bagaimana dengan nasib masyarakat menengah bawah? Bang Andesh Tomo memberi contoh dari kasus Kampung Akuarium. Warga disana merupakan korban penggusuran pada tahun 2016 silam karena berada di atas lahan milik pemerintah.

Gambar 1. Pemaparan dari Arsitek Andesh Tomo. Sumber: FGD Seminar IAI
Gambar 1. Pemaparan dari Arsitek Andesh Tomo. Sumber: FGD Seminar IAI

Kemudian melalui inisisasi warga yang difasilitasi oleh Rujak (Ruang Jakarta) dan JRMK (Jaringan Rakyat Miskin Kota), mereka pun menggagas untuk mendirikan Kampung Susun Akuarium pada 2018. Hal ini tentu saja mendapat dukungan dari pemerintah setempat di bawah kepemimpinan Pak Anies Baswedan.

Disinilah peran arsitek untuk berkolaborasi dengan otoritas setempat, sehingga setiap lapisan masyarakat berhak untuk mendapat akses hidup di Jakarta. Bukan hanya bagi mereka yang memiliki uang, namun juga masyarakat menengah bawah.

Selanjutnya yaitu presentasi dari Pak Joko Adianto selaku dosen yang pernah menjadi pembimbing skripsi saya di tahun 2012. Pak Joko banyak melakukan penelitian (research) terhadap kondisi perumahan di Jakarta.

Gambar 2. Pemaparan dari Pak Joko Adianto. Sumber: FGD Seminar IAI
Gambar 2. Pemaparan dari Pak Joko Adianto. Sumber: FGD Seminar IAI

Sebagian besar rumah-rumah di Jakarta yang awalnya luas tanahnya, lama kelamaan menjadi sempit karena bertambahnya masa bangunan. Bangunan itu diperuntukan bagi anak dan cucunya yang bertambah. Bahkan satu rumah bisa dihuni oleh empat generasi.

Hal ini tentu saja disebabkan oleh mahalnya harga properti, selain karena semakin sedikitnya lahan di perkotaan. Sebagian besar keluarga muda tidak sanggup membeli properti baru di kota, sehingga harus menumpang di rumah orang tua mereka.

Maka solusi yang ditawarkan salah satunya yaitu konsep rumah flat, dimana pada satu lahan terdapat beberapa rumah untuk beberapa kepala keluarga. Yang terpenting yaitu bagaimana agar desain yang dibuat tetap menjaga privasi masing-masing anggota keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun