Sejarah kudeta Sukarno dimana aparat rahasia Amerika Serikat ( CIA ), menggunakan kelompok Islam radikal di waktu itu sebagai tameng pemberontakan. Isu yang di pakai adalah memberangus komunisme sukarno. Ulama konservatif dianggap kekuatan yang kuat untuk di ikut sertakan dalam operasi tumpas Sukrno dan PKI. Mengingat Presiden pertama Indonesia tersebut merupakan sosok yang membebaskan Indonesia dari cengraman imperialisme pasca kemerdekaan RI. Fenomena masa lalu itu kini masih ada. Gelagat kemunculan FPI saat ini patut di baca sehubungan dengan politik pengalihan isu yang sering dilakukan perusahaan besar semacam freeport di Papua.
Kini, kesadaran rakyat di nusantara atas kehadiran FPI sudah matang. Penolakan pun dilakukan. Gerakan Indonesia tanpa Front Pembela Islam ( FPI ) pun kian merebak. Mulai dari bunderan hotel Indonesia hingga ulama se-jawa barat pun ikut mendesak pembubaran ormas yang mengatasnamakan islam tersebut.
Tuntutan agar Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan terus bergulir. Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/2), sejumlah ulama dan unsur majelis taklim se-Jawa Barat menuntut agar Kementerian Dalam Negeri membubarkan FPI. Pertemuan dilangsungkan di Pondok Pesantren Arrohmah, Kabupaten Karawang. Menurut para ulama, apa yang dilakukan FPI selama ini tidak mencerminkan perilaku orang Islam. Islam lebih mengedepankan musyawarah. Apa yang dilakukan FPI dinilai melanggar hukum.
Saya belum pernah menyimak statemen keras dari FPI terkait antek asing di Indonesia seperti Freeport dan perusahaan lainnya. Ormas Islam yang dengan jelas menentang freeport adalah Hisbuztahrir Indonesia ( HTI ), yang ideologinya jelas-jelas menentang antek asing berupa perusahaan asing. FPI sendiri sering nampak memperotes sejumlah bar dan cafe yang beroperasi di daerah tertentu. Alasan mereka karena pemaksiatan agama.
Keberadaan gerakan konfrontasi yang dilakukan FPI ditengah keteguhan negara mangtur ulang ketentuan kontrak karya freeport, seakan punya hubungan, antara dijadikan kambing hitam pengalihan isu bahkan kuda hitam bagi Amerika untuk terus mengganggu stabilitas negara Indonesia. FPI memang cukup nasional gerakan perlawanan mereka. Sehingga patut diwaspadi. Terlebih lagi bila ormas tersbut di sinyalir menjadi kaki tangan pengalihan isu yang dipraktekkan oleh perusahaan asing.
Fenomena kerusuhan sosial disaat pengaturan perusahaan oleh negara sudah merupakan hal biasa. Kalau di Papua, seketika ada mobilisasi atau sikap rakyat Papua menolak freeport, tiba-tiba saja ada kelompok tertentu yang memakai isu Papua merdeka untuk mengalihkan isu freeport. Pengibaran bendera bintang kejora, perang suku bahkan penembakan di Yapen Waropen yang korbannya terkenal dengan nama Yawan Wayeni dulu itu, di duga terjadi secara serentak seketika perusahaan freeport sedang menghadapi masalah. Kali ini, gejala konflik resitensi kapitalisme yang menjadikan isu Papua sudah di ketahui, maka itu berbagai cara lain di pakai.
Kerusuhan yang merebak di Indonesia punya kaitan dengan kerja bawah tanah freeport di ungkapkan oleh pengamat intelejen Indonesia. Bahwa Politik Rusuh Maluku Terkait Kepentingan Freeport. Pendapat tersebut disampaikan pengamat intelijen Herman Ibrahim kepada itoday (11/2). Menurut Herman, setiap perusahaan berkepentingan mengalihkan isu.
Untuk mengalihkan isu, yang paling mudah disulut adalah konflik agama. Alasannya, setiap perusahaan –termasuk Freeport- memiliki elemen intelijen untuk mendeteksi ancaman, dan bahkan mengalihkan kondisi masyarakat yang tidak puas terhadap pemerintah maupun berbagai isu lainnya. Lanjutnya, bentrok berdarah antarwarga di Palauw, Pulau Haruku, Maluku Tengah diduga terkait kepentingan bisnis PT Freeport. “Dulu Maluku itu konflik agama, kalau sekarang, tidak persis dulu. Tetapi dampak dari dulu, masih tetap ada, luka itu sulit sembuh. Maluku paling mudah disulut, siapapun bisa menciptakan konflik. Dalam hal ini intelijen berupaya bermain untuk pengalihan isu,” tegas Herman. Bagaimana dengan kehadiran FPI akhir-akhir ini?
Seperti menutup mata sebelah, salah satu pentolan FPI yang juga pengacara ini, menyerang masalah pelanggaran HAM di Papua. Dia tak tahu kalau pelanggaran HAM Papua itu akibat dari restorasi modal, sehingga cenderung dangkal dalam mendorong penegakan HAM di Papua. Bagi Munarman, untuk mempertahankan tanah Papua dari pangkuan NKRI, pemerintah diminta untuk tidak takut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). "Tidak perlu takut juga pada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)", kata Mantan Ketua YLBHI, Munarman, di Kantor Kemenhan, Jakarta, Jumat (23/12/2011).
Pasalnya, kata Munarman, selama ini Amerika Serikat justru yang paling banyak melanggar HAM. Bahkan Munarman menyampaikan kesediaannya bila diminta untuk membela negara bila dibawa ke Pengadilan HAM. Perlakukan yang bertentangan dengan HAM, lanjut Munarman, justru dilakukan oleh para musuh negara ini. Ketua DPP FPI Bidang Nahi Munkar ini mencontohkan, di Papua MER-C membuat klinik kesehatan tetapi tidak diberi ijin. Padahal upaya ini untuk mempertahankan dan menjaga Papua.
Mereka ( FPI ) memang kritiknya pedas sekali soal dukungan HAM di Papua. Cuman, jaman segini massa rakyat tidak buta dengan skenario murahan itu. Kapitalisme juga memakai baju HAM, baju Papua Merdeka, dan baju lainnya demi kenyamanan keberadaan mereka. Cara yang sudah kuno dan basih masih di praktikkan. Ketika freeport goyang, ada saja ulah oramas-ormas yang bikin pengalihan isu.
Nah, analisa yang disampaikan oleh pengamat intelejen sebelumnya diatas, menarik untuk di tarik hubungan antara pemerintah mengatur ulang freeport dan konflik yang muncul akibat FPI akhir-akhir ini. Tujuannya hanya satu, energi pemerintah habis urus konflik, sedangkan pengaturan kedaulatan ekonomi nasional terbengkalai. Atau, isu Papua merdeka terus " menyala" daripada sibuk atur freeport. Coba simak kecaman organisasi HAM di Amerika soal penembakan di kongres III Papua dan penembakan terhadap karyawan freeport yang mogok. Justru perhatian serius ke penembakan pada kongres III daripada penembakan di areal freeport.
Publik harus membuka mata agar jeli melihat konflik sistematis yang kerap muncul akhir-akhir ini. Penembakan di areal freeport belum reda, Aceh mau di obok-obok lagi, lalu maluku hendak panas lagi, sekarang muncul lagi FPI. Skenario konflik merupakan operasi intelejen asing yang tidak suka dengan kedaulatan ekonomi nasional Indonesia yang hari ini mau di atur ulang. Benih-benih reaksioner ormas-ormas tertentu yang terus di pelihara oleh asing, tak akan diam, tetapi terus menjadi kuda hitam bagi pengamanan aset asing di Indonesia.
Sekali lagi, Indonesia punya masa lalu tentang sejarah pemberontakan yang di beking oleh CIA, mari introspeksi dan evaluasi diri agar tidak mengulangi tragedi yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H