Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... -

Kutipan Favorit: DIATAS BATU INI SAYA MELETAKAN PERADABAN ORANG PAPUA, SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.Pdt.I.S.Kijsne Wasior 25 Oktober 1925

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Pemekaran Wilayah Menjawab Ketertinggalan?

25 Januari 2012   18:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:27 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemekaran wilayah administratif sampai sekarang tidak berhenti. Sejumlah daerah di mekarkan menjadi wilayah administratif pula. Selain indonesia keseluruhan, kasus pemekaran daerah di Papua begitu unik untuk diangkat. Menurut Depdagri, ada 54 daerah pemekaran di Papua dan Papua Barat yang diajukan.

Sedangkan akhir-akhir ini mencuat kembali niat memekarkan daerah Papua seperti Provinsi Papua Barat Daya ( Sorong ), Provinsi Papua Tengah ( Timika ) dan Provinsi Papua Selatan sekaligus Kota Administratif ( Merauke ). Di satu sisi, hampir 70 persen daerah tertinggal ( kabupaten ) berada di kawasan Indonesia Timur, dan Papua maupun Papua Barat terdapat 35 kabupaten yang tertinggal sesuai kajian kementerian daerah tertinggal. Inikah jawaban memekarkan wilayah?

Pemerintah seperti tidak teratur menjalankan kebijakannya. Khusus untuk Papua, instrumen pembangunan Papua sudah dimuat secara jelas-jelas dalam UU 21/2001 tentang otonomi khusus. Pelaksanaan otsus justru di gagalkan oleh jakarta ( pemerintah pusat ) sendiri dengan kebijakan lainnya yang tujuannya sama. Papua misalnya di urus oleh kebijakan pembangunan daerah tertinggal langsung dari pusat, ditambah lagi sekarang namanya unit percepatan pembangunan. Instrumen percepatan dan peningkatan daerah sudah banyak di kirim ke sini ( Papua ), toh masih tertinggal juga? belum lagi niat pemekaran provinsi yang kian mencuat.

Dominasi pasar global dalam payung globalisasi memang meminta kemudahan birokrasi demi memuluskan para kapitalis ber-ekspansi ke titik sumber daya alam untuk mengeruk hasil alam yang terpendam. Keinginan mereka ( kapital ) sudah di jawab dengan pembentukan daerah otonom maupun otonomi khusus.

Apa lagi yang kurang?. Akses berupa transportasi dan kemudahan ijin pertambangan merupakan kebutuhan pasar yang dijawab negara dengan cara membelah daerah tertentu. Di tambah dengan kerakusan elit lokal untuk berkuasa, lengkap sudah. Ketertinggalan semakin tertinggal.

Simak baik-baik, "Hingga kini masih ada 183 kabupaten daerah tertinggal di Indonesia. sebanyak 70 persen diantaranya ada di Kawasan Indonesia Timur,” kata Helmy Faishal Zaini, saat rapat kerja (raker) dengan Komite II DPD, di gedung DPD, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (25/1).

Sebaran dari 183 kabupaten daerah tertinggal ada 27 provinsi yaitu 46 di Sumatera, 9 di Jawa, 16 di Kalimantan, 34 di Sulawesi, 28 di Bali Nusa Tenggara, 15 di Maluku dan Maluku Utara, serta 35 di Papua dan Papua Barat. Totalnya, 128 kabupaten daerah tertinggal atau sekitar 70 persen di KTI. "Angka tersebut minus Jambi, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Barat," imbuhnya.

Pantas saja masih banyak daerah tertinggal karena dana yang semestinya digunakan untuk pembangunan, justru di pakai untuk kegiatan memekarkan wilayah baru. Tidak salah, Bupati Merauke Romanus Mbaraka meminta tim pemekaran Provinsi Papua Selatan dan Kota Merauke, segera membuat pertanggungjawaban kinerja. Pemekaran wilayah itu dinilai jalan di tempat. "Semua harus dipertanggungjawabkan. Semua kerja Tim Pemekaran kan didanai APBD Merauke. Itu harus dipertanggungjawabkan," kata Romanus dalam rapat kerja dengan DPRD Kabupaten Merauke, Rabu (25/1/2012) di Merauke, Papua. Romanus mengatakan, seluruh kerja Tim Pemekaran didanai dari APBD Kabupaten Merauke. Anggaran APBD Merauke yang dikucurkan untuk kepentingan pemekaran mencapai Rp 28 miliar.

Merauke saya ajungkan jempol karena jujur mengungkapkan penggunaan dana APBD untuk pemekaran. Daerah lain di Papua, seperti yang sudah berlalu, ratusan warga di mobilisasi ke Jakarta hanya untuk menunjukan kekuatan pro pemekaran administratif. Bayangkan mereka dapat uang dari mana?. Tentunya sponsor utama proyek pemekaran di daerah, datang dari para pengusaha, bahkan pengalokasian dana fiktif APBD kepada proyek tersebut. Elit partai maupun pemerintahan pusat sama-sama ikut bagi-bagi uang rakyat di daerah demi agenda pembentukan wilayah administrasi.

Proyek pembangunan insfrastruktur Papua yang melibatkan kemenakertrans saja terungkap nilai suap miliaran rupiah, apalagi proyek daerah pemekaran? Bohong kalau lobi-lobi pemekaran di Jakarta gratis tanpa suap menyuap.

Di Indonesia, pemekaran sudah menjadi suatu prospek ekonomi. Bila anda mau pemekaran silahkan datang beli dengan uang dan terealisasi. Pemekaran daerah bukan lagi sesuai kebutuhan yang di amanatkan dalam UU. Penyelenggaran negara lebih mengedepankan bisnis pemekaran daripada kehendak pemekaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun