Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... -

Kutipan Favorit: DIATAS BATU INI SAYA MELETAKAN PERADABAN ORANG PAPUA, SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.Pdt.I.S.Kijsne Wasior 25 Oktober 1925

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tank Leopard, Kasus Papua Dan Harga Diri Bangsa

21 Januari 2012   15:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:36 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua Partai di Belanda menolak penjualan Tank Leopard kepada Indonesia dengan alasan kasus pelanggaran HAM di wilayah ini belum tuntas. Harga diri bangsa sudah terkoyak dengan embel-embel seperti itu. Penolakan tersebut tak membuat niat pemerintah setempat menjual kendaraan militer bekas tersebut.

Alasan pemerintah Belanda sendiri penjualan Leopard demi meningkatkan keuangan ekonomi militer setempat. Pemerintah Indonesia sendiri menghadapi penolakan dari parlemen. Tujuan pemerintahan SBY membeli tank tersebut demi meningkatkan kualitas pertahanan negara. Bicara pertahanan negara sendiri, saat ini ukuran pertahanan negara bukan lagi semi militer, tetapi "corak ekonomi" memimpin dunia hari ini.

Indonesia bukan negara yang suka perang seperti Amerika maupun Israel, negeri agraris itu bernama INDONESIA. Konstitusi semi militer mewajiban rakyat mengikuti pendidikan militer seperti Cina maupun Israel, sehingga kebutuhan untuk meningkatkan jumlah peralatan militer yang canggih sangat masuk akal. Ingat, musibah besar yang dihadapi seketika menggunakan barang milik negara lain ialah ancaman embargo di kemudian hari.

Ancaman keamanan terhadap negara, Indonesia sendiri selama ini hanya beberapa kasus bentrok soal perbatasan dengan Malaisya dan rakyat  Papua yang masih memegang senjata selama mengutarakan aspirasi merdeka dan gebong teroris yang masih mengancam. Maupun sesekali berhadapan dengan kasus perbatasan dengan Papua Nugini di perbatasan Papua.

Keharusan memiliki peralatan militer semestinya diawali dengan praktik negara memerangi perang. Sengketa perbatasan dengan Malaisya beberapa waktu lalu tindakan penggunaan alat militer tak begitu dipakai. Perang dengan negara lain saja tidak ada, kok mau beli peralatan canggih?

Kasus Papua Penentu?

Salah satu partai konservatif di Belanda ( P V V ) akhir-akhir ini menyuarakan penentuan nasib sendiri bagi Papua, tak salah mereka ( P V V ) menggalang dukungan di parlemen untuk menolak niat penjualan tank Leopard kepada Indonesia, dan tentunya isu pelanggaran HAM Papua menjadi sorotan kelompok penolak di Belanda.

Dari dalam negeri, hal yang sama dilakukan. Presden SBY berkali-kali menyatakan bahwa penanganan Papua tidak dengan militerisme, tetapi TNI maupun POLRI lebih terlibat pada upaya penegakan hukum kesejahteraan. Dua pernyataan diatas punya hubungan satu sama lain, aspirasi penolakan dari parlemen Belanda ditanggapi pemerintah dengan sejumlah retorika soal Papua.

Pro dan kontra menjadikan Papua sebagai penentu, bahkan disaat ini penjualan perlatan militer seakan mengingatkan memori soal peluncuran satelit Rusia di pulau Biak. Amerika bersikukuh melarang Indonesia untuk memberi ijin kepada Rusia karena pulau tersebut sudah dilirik untuk dijadikan pangkalan militer AS.

Apa yang terjadi? Senator AS Eni Falamofaega dari Samoa mengibarkan bendera Papua merdeka, bahkan tak luput dari gertakan. Parlemen AS sering menggelar hearing ( mendengar suara Papua merdeka ) dengan tokoh merdeka di Papua, hearing dilakukan sebagai alat protes bila keinginan AS tidak dituruti Indonesia. Apa yang terjadi dengan parlemen Belanda mirip seperti yang sudah pernah di lakukan Amerika.

Jadi, apa yang diucapkan oleh mantan menlu OPM yang kini beralih mendukung Indonesia di Papua, Nicolas Messet bahwa perjuangan orang Papua sudah di tunggangi ada benarnya. Iya, Papua merdeka menjadi isu politik mutakhir yang dipakai negara-negara barat maupun kelompok militer dalam negeri untuk memuluskan proyek tertentu. Tindakan menggunakan kasus Papua sebagai alat gertak semata, sangat di sayangkan.

Harga Diri

Pelanggaran HAM yang terjadi merupakan kewajiban semua pihak untuk memantau dan mendorong agar ada penyelesaiannya. Tapi, jangan tiba-tiba meledak hanya disaat ada kepentingan bisnis peralatan militer kayak sekarang ini. Atau isu pelanggaran HAM di suarakan seketika ada proyek ekonomi internasional yang terganjal. Sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi HAM, Indonesia mestinya menyelesaikan kasus kekerasan sendiri tanpa harus menunggu tagihan negara-negara lain, ini menyangkut harga diri sebuah bangsa.

Pernyataan P V V Belanda maupun retorika SBY yang sama-sama menekankan masalah Papua membuktikan bahwa sampai kapanpun, isu Papua tetap hangat dan dijadikan alat saling menggertak semata. Papua Merdeka di suarakan oleh rakyat Papua bukan untuk di jarah menjadi alat politik dagang antar negara. Tetapi lebih pada perjuangan harkat dan martabat orang Papua sebagai manusia yang sama di muka bumi.

Kekayaan alam Papua dijarah untuk pemasok ekonomi dunia, sekarang isu Papua menjadi alat politik taktis kepentingan negara-negara tertentu. Indonesia sebagai negara yang diserahi mengurus Papua juga hanya mau tegas soal Papua bila ada kepentingan tertentu yang mendesak. Harga diri sebagai sebuah bangsa di pertaruhkan. Bangsa Papua merasa salah berada dalam NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun