Stanza pamungkas adalah penegasan dari pertanggungjawaban rasa syukur yakni dengan selalu menjaga ibu pertiwi. Nuansa patriotisme begitu kental di bagian akhir lagu.Â
Perhatikan pilihan diksi yang menarik di akhir tiap stanza, menguatkan sosok WR Supratman sebagai pribadi yang holistik. Ketika merangkai bait ke bait, ia mengesankan gagasan yang menyeluruh, tidak parsial atau setengah-setengah. Tapi memang karakter khas para founding fathers selalu detil dalam merumuskan fondasi awal. Bahwa berbangsa dan bernegara adalah keselarasan pikiran, ucapan, dan perbuatan.
Di Stanza 1: Bangunlah jiwanya. Bangunlah badannya. Suatu kapabilitas ideal dari upaya seorang manusia. Body and soul. Bahwa sesungguhnya modal utama membangun suatu bangsa bukanlah Sumber Daya Alam (SDA), tapi Sumber Daya manusia (SDM).Â
Di Stanza 2: Sadarlah hatinya. Sadarlah budinya. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti pertama dari budi adalah "alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk". Â Arti keempat adalah "daya upaya; ikhtiar". Klop, budi jadi pasangan hati. Doa dan ikhtiar.
Bayangkan. Begitu dahsyat larik yang pluralis dan kental nuansa spiritual ini. Apapun keyakinan kita, kemungkinan besar sepakat dengan nilai universal yang ditawarkan di stanza kedua tersebut.Â
Dan akhirnya di Stanza 3: S'lamatlah rakyatnya. S'lamatlah putranya. Pulaunya, Lautnya. Semuanya. Suatu gambaran kedaulatan penuh dari arti suatu kemerdekaan yakni upaya selalu menjaga seluruh aset bangsa; SDM dan SDA, Â fisik maupun non fisik. Â Saya kerap menitikkan air mata, tiap kali tiba di bait penghabisan ini. Â Â
Wisata Virtual "Tapak Tilas Film Nasional"
Kecil kemungkinan saya menggelora dalam mengupas kandungan makna di lagu Indonesia Raya, kalau saja saya luput dari mendaftar acara KINOtalks "Wisata Virtual Tapak Tilas Film Nasional", kolaborasi Kinokuniya, Wisata Kreatif Jakarta, dan KOMiK (Kompasianers Only Movie enthus(I)ast Klub) Komunitas Film Kompasiana.
Kinokuniya bookstore punya program Merdeka Literasi dalam memeriahkan Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia . Jadi, selain bahas serba-serbi buku, Kinokuniya juga mendukung kegiatan-kegiatan literasi interaktif seperti wisata virtual kesejarahan yang kita ikuti ini. KINOtalks bertema variatif. Beberapa waktu lalu, Kinokuniya menggelar takshow tentang batik warisan bangsa. Â
Berkat tur daring Wisata Kreatif Jakarta, bersama rekan-rekan pecinta sejarah, kami diajak sang tour guide Kak Ira Lathief menjelajah jejak-jejak perjuangan kemerdekaan dan menyingkap hidden gems di lokasi-lokasi bersejarah yang menggugah semangat nasionalisme.
Memang belajar sejarah paling asyik dipadu dengan film, dalam hal ini biopic dan dokumenter tema kemerdekaan seperti Soekarno: Indonesia Merdeka (2013), Pantja-Sila: Cita-Cita dan Realita (2016), dan Wage (2017). Kita terbantu dalam membangun imajinasi. Apalagi kak Ira piawai memantik naluri theater of mind peserta.