Mohon tunggu...
Arkian Widi
Arkian Widi Mohon Tunggu... Freelancer - hello world

a wandering digital bedouin.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kiat Chicco Jerikho Manfaatkan Produk Keuangan di Masa Pandemi

28 Juli 2020   20:02 Diperbarui: 28 Juli 2020   19:55 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Paling tidak, dalam mengelola keuangan, kita mampu menyisihkan untuk ditabung atau investasi, baru sisanya dikonsumsi. Jangan dibalik, jangan kita konsumsi dulu, kemudian sisanya ditabung,"  beber Kak Ita. Masing-masing produk investasi yang disebutkan itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka, Kak Ita sarankan kita mahir mengombinasikannya.

Dokpri
Dokpri
Stabilitas Sistem Keuangan 

Meski kami belum pernah bertemu, tapi saya sudah satu frekuensi dengan aktor yang disebut bakal jadi Awang alias Godam di sekuel Gundala ini. Saya juga mengalami, tabungan sangat menopang fondasi ekonomi rumah tangga ketika corona mengacaukan segala rencana. Saya bekerja di salahsatu organisasi masyarakat madani. Sebagai organisasi yang bergantung pada kegiatan lapangan, pandemi menjegal aktivitas organisasi. Praktis, semua acara yang melibatkan orang banyak ditunda bahkan dibatalkan.

Akibatnya, pemasukan makin minim. Jika di bulan ini kami tidak punya kegiatan (diskusi, seminar, pelatihan), maka makin menantanglah hidup kami di bulan berikutnya. Namun, Webinar Kompasiana yang dipandu COO Kompasiana Nurulloh ini menginspirasi saya lebih mendalami lagi peluang bisnis makanan dan minuman. Jadi, di tengah ikhtiar kita mencari sumber pemasukan lain, keberadaan tabungan sebagai dana darurat penopang survival mode, sungguh bermakna kini peruntukkannya. Hikmahnya, kita jadi lebih bijak mengelola keuangan dengan memprioritaskan yang paling penting saja.

Contoh, pos pengeluaran banyak yang dipangkas, demi mempertahankan tabungan pendidikan untuk anak-anak. Siapa nyana, ternyata langkah saya ini turut menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Dengan menggunakan salahsatu produk keuangan yakni tabungan pendidikan anak, dan tetap melakukan kewajiban pembayaran, saya turut berkontribusi dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Hehe... boleh dong sedikit bangga. 

Kak Ita jelaskan, para pelaku ekonomi, termasuk institusi keuangan, institusi  keuangan non-bank (koperasi, pegadaian, leasing, modal ventura, pasar modal, dana pensiun, asuransi), perusahaan, produsen, hingga sektor rumah tangga (nah, posisi saya di sini), turut andil menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pasalnya, Sistem Keuangan bersifat procyclical, di mana siklus keuangan bergerak mengikuti siklus ekonomi. Siklus yang merefleksikan aktivitas para pelaku ekonomi yang kalau berlebihan akan berisiko over optimistic dan over pessimistic.  

 Over Optimistic dan Over Pessimistic 

Seberapa berpengaruhnya kah perilaku ekonomi terhadap stabilitas sistem keuangan? Ambil ilustrasi perilaku ekonomi dari sektor rumah tangga. Sudah dua tahun lebih Si Fulan naik jabatan dan gaji. Perusahannya sedang gemilang di tengah iklim ekonomi yang bagus. Lantas Si Fulan percaya diri cenderung over optimistic dengan mengajukan pembiayaan kepemilikan mobil. Institusi keuangan pun juga lagi over optimistic memberikan kredit. Kemudian, terjadilah pandemi yang mengagetkan dan menghantam ekonomi global.

Covid-19 datang melumpuhkan kesehatan tubuh manusia dan kesehatan ekonomi termasuk perusahaan si Fulan bernaung. Pemasukan perusahaan menurun yang berimbas pada keterkendalaan Fulan mengangsur cicilan kredit mobil. Mulai di sini perilaku ekonomi si Fulan berubah drastis dari over optimistic menjadi over pessimistic. Lesu. Terjadi kredit macet yang otomatis berpengaruh pada pelaku ekonomi terkait yakni leasing atau bank sebagai kreditur si Fulan. Bayangkan jika ada ratusan hingga ribuan Fulan berperilaku demikian (akibat pandemi) hingga  memengaruhi kesehatan lembaga-lembaga keuangan pemberi kredit. Kita bisa lihat betapa perilaku satu sektor ekonomi dapat berimbas sistemik pada sektor ekonomi lainnya.  

Di sinilah Bank Indonesia hadir lewat Kebijakan Makroprudensial yang bersifat countercyclical, atau bergerak berlawanan dengan siklus keuangan dan siklus ekonomi. Bank Indonesia ibarat pengawas keberlangsungan ekosistem hutan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawasi kesehatan pohon-pohonnnya. Jadi, ketika kondisi ekonomi sedang boom, salahsatu Kebijakan Makropru ialah mewajibkan bank memupuk modal untuk mengerem ekspansi berlebihan. Misal, uang muka (down payment) dinaikkan dalam pengajuan kredit untuk memitigasi risiko gagal bayar. Bagi yang cicilan sedang berjalan, ada program relaksasi kredit. Kebijakan Makropru ini berguna ketika kondisi ekonomi sedang bust, seperti saat ini. Bank menggunakan modal untuk mengurangi kontraksi. Informasi lebih lanjut, kita bisa kunjungi situs Bank Indonesia untuk melihat Koordinasi Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia untuk Memitigasi Dampak Covid 19.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun