Ritual kampanye pemilu legislatif sudah berakhir. Salah seorang jurkam dari PDIP yang santer diusung maju sebagai capres, Joko Widodo, mengakhiri kampanye terbuka partainya di Papua dan Papua Barat. Eksen Jokowi pun tak luput dari pantauan media nasional seperti kompas. Mulai dari warga di pasar hingga petikan kampanye, dimuat lengkap.
Joko bilang dia jadi presiden akan perhatikan kesehatan, infrastruktur, pembangunan SDM dan menghubungkan Papua dengan daerah lainnya. Giliran ditanya soal freeport, anak emas Mba Megawati ini bungkam dan berkilah dia bicara freeport setelah pileg. baca lengkapnya:
http://nasional.kompas.com/read/2014/04/05/1627255/Janji.Jokowi.Bagi.Warga.Papua.
Ha, ibu mu Megawati justru berani komandokan pasukan khusus culik tokoh bangsa Papua dan mereka bunuh dia, tahun 2001 silam. Beraninya cuman rakyat sendiri, sama Amrik, panakut.
Dibenak orang Papua, Megawati dan Turunanya sampai capres apapun, dari partai ini, sudah ditolak secara nurani. Berani sekali Jokowi bilang dia datang ke Papua karena disini matahari terbit duluan. Seolah olah mas Joko mau rayu orang Papua agar melupakan insiden penculikan dan pembunuhan Theys Eluay dimasa rezim Megawati berkuasa.
Seharusnya, sebagai bangsa dan manusia berbudaya, partai ini dan petingginya meminta maaf kepada rakyat Papua atas penculikan ondofolo Papua kala itu. Pernyataan maaf atau klafirikasi penting bila kedepannya kader partai banteng hendak memperlakukan Papua sama seperti daerah lainnya. Ungkapan semacam itu belum pernah ada sampai detik kampanye PDIP terakhir ke Papua.
Orang politik lokal dan nasional yang rakus jabatan dan uang tentu menganggap remeh soal kasus Theys ini, sehingga mereka tutup nurani kemanusiaan mereka untuk menyatakan maaf atau semecamnya, kepada kami, keluarga korban dan pegiat ham dan demokrasi. Kenapa harus minta maaf? Sebab, era kepemimpinan bos partai tersebut merenggut nyawa sang tokoh budaya dan politik karismatik.
Sangsi sosial dari ulah megawati masa lalu itu, pemilu kemarin justru demokrat yang unggul di Papua. Bahkan Papua Barat yang nota bene provinsi perjuangan PDIP pun kalah suara dari demokrat. Sekarang, anda mau ngarang kepopulernya Jokowi demi dapat suara di Papua, tak akan bisa, selagi ingatan kekerasan yang menimpa Alm. Theys dan sopir pribadinya masih membayangi orang Papua.
Golkar dulu yang punya lapak suara di Papua, sebelum pecah jadi dua provinsi. Namun, nyatanya, watak rezim orde baru yang mempraktikkan kekerasan, membekas pada generasi Papua. Akibatnya, suara golkar nomor kesekian. Sekarang, prilaku rezim SBY yang bikin kebijakan tra jelas ke Papua, tentu membuat dukungan berkurang pada partai ini.
Capres dari partai pembunuh tokoh Papua sudah bicara tentang Papua, tetapi itu bukan jaminan. Sebab, suhu politik Papua Merdeka pisah dari NKRI justru mendapat perhatian seluruh masyarakat setempat, ketimbang ocehan para jurkam itu. Situasi politik kemerdekaan menentukan nasib sendiri yang tengah hangat, muncul lagi gombalan palsu para kampanye pemilu, tentu trada yang berminat.
Pemilu 2014 mengawali perjuangan ditengah miskin peminat dengan pemilu. Kami pilih pemimpin Indonesia tapi malah mereka yang balik bunuh kitorang. Kita coblos partai atau capres tetapi, kitong sudah tau Indonesia tra akan bangun Papua dengan sepenuh jiwa raga. Justru negri kami hanya dijadikan objek untuk investor kuras kekayaan, bikin rusak hutan, mereka cuma sayang kekayaan Papua, bukan manusia penghuni tanah ini.
Protes atau kekecewaan diatas, kerap dijumpai di pinggiran jalan, kerumunan orang, di kota hingga kampung, apalagi media sosil, suara protes diatas tak pernah henti, sampai kehadiran jurkam dari partai pembunuh tokoh Papua pun, suara miring tetap didengar. Budaya cerita orang Papua merupakan indoktrinasi akan suatu ingatan, menjadi memori hingga budaya tulis.
Dengan demikian, bagi saya, pemilu Indonesia tanpa suara dari Papua, tetap demokratis. Tak ada pemilu di Papua pun, suara terbanyak ada di luar Papua. Seluruh rakyat Papua memilih pun, total suara tak mencapai 1 persen. Lalu kenapa orang pada berjuang ke Papua untuk kampanye, bahkan mereka bilang, pas pemilihan nanti, Papua yang duluan di pantau. Jawabannya, negri ini punya nilai politis dan ekonomis, sehingga patut di perhatikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H