Makara dalam berbagai literaturdisebutkan pula sebagai sosok yang memiliki makna simbolis sebagai elemen yangberhubungan dengan unsur air. Pada arsitektur percandian di Jawa, reliefsepasang makara disatukan dengan pahatan wajah raksasa Kala Rahu. Kesatuanornamen ini dipahatkan membingkai lubang pintu masuk bangunan candi dan dikenaldengan nama kala-makara.
Sementara itu, berkaitan dengan orientasi dan tata ruang, candi-candi di Jawa Timur berorientasi ke arah gunung, seperti Candi Jawi menghadap ke barat laut (Gunung Penanggungan) dan Candi Surawana ke timur (Gunung Kawi dan Arjuno). Hal ini mengisyaratkan pentingnya pemujaan gunung dalam praktik keagamaan di Jawa Timur. Begitu pula dengan pembagian ruang menjadi tiga bagian sebagaimana Candi Panataran dengan pelataran paling suci berada di belakang. Di kemudian hari, konsep ini diadopsi untuk membangun pura di Bali. Jadi, skema Pura di Bali merupakan kesinambungan konsep arsitektur religius Jawa Timur ke konsep arsitektur religius Bali, bukan sebaliknya!.
Candi Macan Putih
Banyuwangi yang dulu merupakan bekas Kerajaan Blambangan, sebenarnya memiliki peninggalan berupa reruntuhan candi yaitu di Situs Macan Putih, Kecamatan Kabat dan Situs Gumuk Payung, Kecamatan Sempu. Bukti litografi tertua mengenai Candi Macan Putih berasal dari lukisan reruntuhannya yang dilukis oleh seorang Lithographer Eropa pada tahun 1802 M. Dia menyertai Nicolaus Engelhad (Gubernur Pesisir Utara dan Timur Jawa, 1801-1808 M) dari Semarang hingga Banyuwangi. Pada lukisan itu, tampak sebuah reruntuhan bangunan candi batu putih yang didirikan di atas gundukan tanah dan dikelilingi tembok bata merah.
Kemudian lukisan tahun 1850 M yang menunjukkan Candi Macan Putih memiliki ornamen Kala yang tergeletak di samping reruntuhan bangunan. Berdasarkan kedua lukisan tersebut, setelah 48 tahun berlalu sejak kunjungan Engelhard tahun 1802, tembok yang mengelilingi candi telah hilang. Sementara itu, seorang Apoteker Berlin bernama Johanes Muller juga melukis reruntuhan candi dari jarak dekat pada tahun 1859 M. Lukisan pertama, dia melukis ornamen Kala yang terbuat dari bata putih. Sedangkan, lukisan kedua berupa reruntuhan tembok berhiaskan bunga teratai dan ornamen sepasang naga bermahkota.
Ornamen kedok muka yang digambarkan oleh Johanes Muller memiliki ciri-ciri, bertangan panjang, telapak tangan terbuka sehingga tampak jelas jjumlah jarinya. Sedikit aneh memang apabila mencermati lukisan Muller. Penggambaran ornamen kedok muka tersebut terkesan berlebihan (bandingkan dengan ornamen kedok muka Candi Panataran).
Sementara itu, Frederick Eep dalam laporannya pada tahun 1849 menerangkan bahwa memang benar Candi Macan Putih dikelilingi oleh tembok, bangunan utama candi berbahan baku batu kapur berukir, fondasinya berupa kura-kura terbuat dari batu kali yang dililit oleh dua ekor ular (gambaran fragmen ini di kemudian hari menjadi bagian dari bangunan Padmasana), pintu masuk berada di sebelah barat (ini berarti candi utama menghadap ke arah timur). Terdapat pandapa kecil dan petirtān, serta candi berlatar belakang agama Hindu-Siwa.
Johanes Muller di dalam catatannya menerangkan bahwa orientasi candi memang ke arah timur, sebab kepala kura-kura dan ular menghadap ke barat. Selain itu, di candi tersebut terdapat arca Trimurti, ornamen kedok muka, dan sĕngkalan. Lukisan reruntuhan Candi Macan Putih tahun 1802 apabila dicari persamaannya secara visual mirip dengan Candi Songgoriti. Namun, intepretasi ini hanya sekadar sastra bandingan. Sastra bandingan tersebut belum tentu benar dan mencapai titik kulminasi yang ideal, karena masih akan banyak bias penafsiran di sana-sini. Hal ini akibat dari perekontruksian hanya dilakukan di atas kertas, hanya berdasarkan lukisan, dan tidak merujuk langsung pada fakta di lapangan!.