Berdasarkan jenisnya penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif. Yakni penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dikomparasikan dengan teori yang ada. Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi dengan mereka. Pendekatan kualitatif dianggap sesuai dalam penelitian ini dengan alasan sebagai berikut:
- Menjelaskan dan menggambarkan fenomena penggunaan bahasa non-verbal secara mendalam.
- Memanfaatkan pendekatan kualitatif untuk memahami konteks dan makna di balik interaksi non-verbal.
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sugiyono menyatakan bahwa:
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan,pada filsafat postposotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawanya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Berdasarkan hal yang telah dijelaskan di atas, penelitian dapat dilakukan dengan berkomunikasi langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati.
HASIL PENELITIAN
Gerakan nonverbal tidak semua dapat disebut sebagai bahasa nonverbal. Hanya gerakan nonverbal yang sengaja dimaksud untuk mengungkapkan makna dapat disebut sebagai bahasa nonverbal. Hal ini sejalan dengan yang dimaksud oleh  Krauss & Chawla bahwa bahasa nonverbal harus memenuhi dua syarat, yaitu (a) gerakan itu harus dikaitkan dengan beberapa makna semantik, dan (b) hubungan gerakan itu harus dapat dipahami oleh mitra tutur (Krauss dkk., 1996). Â
Jika dikaitkan dengan teori-teori bahasa nonverbal yang dikemukakan oleh para ahli pragmatik maupun ahli komunikasi, kajian bahasa nonverbal masih harus ditelusur lebih jauh lagi. Terutama, bahasa nonverbal statis yang berkaitan dengan status social. Di samping itu, beberapa aspek yang perlu diperhatikan dan belum banyak dikaji oleh para ahli adalah aspek bahasa nonverbal yang berdiri sendiri, seperti (a) bagi anak kecil yang sedang dalam proses pemerolehan bahasa, (b) bahasa nonverbal orang dewasa yang sama-sama tidak menguasai bahasa verbal mereka, (c) bahasa nonverbal yang memiliki perbedaan latar belakang budaya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mehrabian (dalam Goman, 2008: 26), ternyata bahwa hanya 7% hasil komunikasi ditentukan oleh penggunaan kata-kata. Pemahaman pesan 38% berdasarkan pada nada suara, dan 55% berdasarkan pada ekspresi wajah, gerak tangan, posisi tubuh, dan bentuk-bentuk komunikasi nonverbal lain. Jadi, dalam konteks face to face communication, penggunaan kata-kata sebagai bahasa verbal tidak banyak menjamin keberhasilan kegiatan berkomunikasi, justru penggunaan nada suara dan bahasa tubuh sebagai bahasa nonverbal dan aspek nonverbal lainnya yang banyak membantu. Dengan demikian, bahasa nonverbal berperan penting dalam suksesnya komunikasi verbal, terlebih dalam komunikasi langsung. Yang juga perlu dikemukakan di sini sebagai penutup tulisan ini bahwa bahasa nonverbal itu diciptakan oleh kebudayaan yang dihasilkan dari kesepakatan atas interaksi keseharian, terlepas apakah itu sesuai dengan realitas atau tidak.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa bahasa non-verbal memegang peran sentral dalam dinamika komunikasi manusia. Gestur, ekspresi wajah, dan postur tubuh bukan hanya melengkapi pesan verbal, tetapi juga memberikan dimensi tambahan pada interaksi interpersonal. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa non-verbal tidak universal; sebaliknya, ia dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelompok usia, budaya, dan gender, menyoroti pentingnya memahami konteks sosial dalam interpretasi. Implikasi budaya yang kompleks ini menandai peran pentingnya sensitivitas terhadap perbedaan budaya dalam mencegah miskomunikasi. Kesimpulan penelitian ini merangsang kesadaran akan kekayaan bahasa non-verbal dalam menyampaikan emosi, intensitas pesan, dan nuansa yang seringkali terabaikan dalam komunikasi sehari-hari. Oleh karena itu, peningkatan pemahaman terhadap bahasa non-verbal dapat memberikan kontribusi pada perbaikan keterampilan komunikasi interpersonal, menghindari penafsiran yang salah, dan memperkuat hubungan sosial dengan lebih autentik.
Â
REFERENSI