Mohon tunggu...
Arkananta Raksa
Arkananta Raksa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Arkananta Raksa Baruna (201910040311330)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewenangan Penyiaran TV Mensensor Tayangan Kartun di Indonesia

22 Juni 2021   14:43 Diperbarui: 22 Juni 2021   15:36 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kartun merupakan sebuah sajian yang menampilkan suatu kejadian atau perkara namun dikemas dalam bentuk gambar atau karakter mulai dari yang lucu dan unik hingga yang sangar dan menyeramkan. Sebenarnya penyajian kartun banyak jenisnya, mulai dari karikatur, editorial, animasi, gag, dan komik. 

Kartun pada tanyangan televisi merupakan jenis kartun animasi. Dimana biasanya alur cerita dalam serial kartun tersebut ada yang masuk akal, tetapi juga banyak yang tidak masuk akal. Namanya juga animasi kartun sifatnya menghibur, jadi tidak ada larangan untuk membuat suatu cerita atau peristiwa. 

Kartun menjadi tontotan favorit bagi para kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. SpongeBob SquarePants, Naruto, Doraemon, Sinchan, dan Woody Woodpecker menjadi salah satu serial kartun yang sangat direkomendasikan untuk ditonton bagi para kalangan usia. 

Apalagi untuk kalangan yang lahir pada era 2000-an, menonton serial kartun ChalkZone merupakan hal yang wajib dilakukan sebelum berangkat ke sekolah dan sesudah pulang sekolah. 

Kalangan usia anak-anak hingga dewasa lebih memilih menonton kartun daripada menonton sinetron, karena disuguhkannya animasi yang menarik dan cerita yang tidak rumit seperti yang disuguhkan sinetron. 

Tayangan sinetron lebih ditonton untuk kalangan orangtua mulai dari ibu-ibu hingga bapak-bapak yang berusia 40 tahun keatas. Kalangan dewasa masih ada yang menyukai sinetron, tetapi jika sinetron tersebut bagus jalan ceritanya dan memiliki tokoh yang goodlooking. Namun jika episodenya terlalu lama akan membuat bosan karena laur ceritanya menjadi rumit. 

Kartun memiliki kelebihan tersediri, selain animasi yang unik, tayangan kartun jika ditayangkan berulang kali tidak membuat bosan. Walaupun para penonton sudah hafal dengan alur ceritanya, namun penonton masih saja tetap melihat tayangan tersebut karena untuk hiburan semata.

Pada era 90 dan 2000-an tayangan serial kartun rata-rata masih belum menggunakan sistem sensor. Dalam dunia perfilm-an sensor merupakan penilaian terhadap tayangan film tersebut yang dilakukan oleh LSM (Lembaga Sensor Film) agar film dapat di tayangkan kepada public atau masyarakat. 

Di dalam kartun biasanya menggunakan sensor bluring, dimana sensor ini mengkaburkan atau menyamarkan beberapa bagian dari tayangan tersebut. Misalnya mengaburkan bagian darah setelah adanya tayangan berkelahi atau berperang, lalu mengaburkan bagian yang dianggap vulgar. 

Salah satu dasar hukum yang mengatur sinetron dan kartun adalah Undang -- Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Dimana dalam UU tersebut perfilm-an dilarang mengandung unsur unsur berikut ini, mulai dari kekerasan, narkotika, perjudian, pornografi, provokasi antar suku, ras, dan budaya. Selain UU tersebut dasar hukum yang mengatur perfilm-an Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film.

Dengan adanya dasar hukum tersebut, setiap lembaga penyiaran menjadi sangat takut untuk menyiarkan sebuah serial kartun yang vulgar. Kata vulgar disini bukan mengarah kepada tayangan 18 tahun keatas, namun kata vulgar ini mengarah kepada sensor tayangan kartun yang sebenarnya tayangan tersebut tidak perlu disensor.  Contohnya serial kartun Doraemon, pada saat itu terdapat karakter Shizuka yang sedang menjadi putri duyung dan ada juga yang sedang memakai pakaian berenang. 

Lalu bagian tubuh Shizuka di sensor (disamarkan) dengan bulatan putih, dimana karakter tersebut terlihat seperti tidak menggunakan pakaian, padahal aslinya Shizuka mengenakan pakaian, namun memang sedikit terbuka. 

Secara psikologi, dengan adanya sensor tersebut penonton dengan kalangan usia anak-anak menjadi lebih penasaran dan bertanya-tanya mengapa karakter tersebut diblur seolah olah tidak mengenakan pakaian. Dan sensor pada tayangan tersebut sebenarnya tidak masuk akal, karena kartun merupakan animasi yang bersifat menghibur.

Selain serial kartun Doraemon, serial kartun SpongeBob SquarePants juga mengaburkan atau menyamarkan bagian yang dianggap vulgar. Dalam serial kartun tersebut terdapat karakter yang bernama Sandy, dia merupakan seekor tupai wanita dan pada saat di dalam rumahnya, dia lebih suka memakai bikini. 

Hal tersebut langsung disensor bluring oleh lembaga penyiarannya, karena dianggap vulgar. Lagi dan lagi hal ini juga tidak masuk akal, padahal itu hanya seekor tupai wanita.

Dengan adanya kedua permasalahan diatas, sensor bluring pada serial kartun dianggap terlalu berlebihan. Maka dari itu banyak penonton yang kurang respect dengan adanya sensor yang terlalu berlebihan tersebut. Dengan adanya dasar hukum yang tadi sudah disebutkan diatas, dasar hukum tersebut di kelola oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). 

Dan ternyata setelah diusut lebih dalam, lembaga penyiaran lebih tepatnya TV yang menyiarkan serial kartun takut dengan sanksi sanksi yang telah diberikan. Karena jika melanggar UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman TV yang menyiarkan tersebut akan dikenakan penutupan sementara atau denda paling banyak sebesar Rp. 100.000.000.000,-. 

Padahal sebenarnya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) tidak mempersalahkan harus di blur atau tidak, karena sanksi yang diberikan sangat berat jadi pihak TV tidak ingin ambil pusing (main aman) tentang penyiaran kartun. Dan sebenarnya tidak ada kebijakan dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) untuk melakukan sensor bluring terhadap penyiaran serial kartun. Dengan adanya ketakutan dan sanksi yang cukup berat, sehingga pihak TV kurang paham akan peraturan peraturan yang ada, sehingga terjadilah sensor blur yang berlebihan dan tidak masuk akal.

Penonton kartun kalangan dewasa juga berfikir kritis bahwa serial kartun diblur lalu mengapa adegan bermesraan pada sinetron diperbolehkan. Adegan bermersraan pada sinetron contohnya berpelukan mesra antar lawan jenis dan bercium bibir antar lawan jenis. Masih banyak ditemukan adegan seperti itu di dalam penyiaran sinetron. 

Ternyata dasar hukum yang melandasi penyiaran tersebut adalah Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03/P/KPI/12/2009 Tahun 2009 tentang Standar Program Siaran. Dalam peraturan tersebut adegan seksual yang dilarang yaitu; berpelukan mesra, lalu meraba, atau meremas bagian tubuh yang dapat membangkitkan birahi, bercium bibir secara samar, kekerasan, pemerkosaan dan masih banyak lagi.

Di era globalisasi ini pastinya zaman terus berkembang tentunya teknologi juga tambah berkembang. Dengan adanya media sosial Youtube semua bisa diakses dan dilihat berkali kali. Dengan adanya sensor blur yang berlebihan pada penyiaran serial kartun, kalangan anak-anak akan semakin ingin tahu yang sebenarnya, akhirnya membuka tayangan kartun tersebut di media sosial Youtube.  

Youtube dan TV memang sangat berbeda, media sosial Youtube lebih bebas untuk menyiarkan berbagai konten dan media sosial ini juga sangat mudah untuk diakses berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga orangtua. Seharusnya pihak TV atau lembaga penyiaran sudah mengetahui bahwa konten koten di media sosial Youtube bersifat bebas, sensor bluring yang terjadi di televisi bisa ditonton di Youtube. 

Selain itu juga, lebih baik adegan dalam serial kartun yang dianggap vulgar tersebut tidak usah ditayangkan atau bisa dihapus, daripada menggunakan sensor bluring yang menjadikan adegan tersebut rancu dan tidak masuk akal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun