Mohon tunggu...
Arkan Alexei Andrei
Arkan Alexei Andrei Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMA Labschool Jakarta 2021

Antusias mengenai rekayasa buatan, ekonomi, serta memajukan negara.

Selanjutnya

Tutup

Money

Simak! Pembentukan Perjanjian Perdagangan Terbesar di Dunia

19 November 2020   08:00 Diperbarui: 19 November 2020   10:38 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cakupan anggota RCEP / beltanroad.com

Saat kita mendengar kata free trade, yang pertama kali terpikirkan mungkin North American Free Trade Agreement (NAFTA) atau ASEAN Free Trade Area (AFTA). 

Kedua perjanjian perdagangan tersebut termasuk perjanjian regional, dimana NAFTA berbasis Amerika Utara (AS, Kanada, dan Meksiko) serta AFTA yang mencakup seluruh negara Association of South East Asian Nations (ASEAN). Namun, tidak lama ini ada perjanjian perdagangan terbaru yang cakupannya lebih luas dari kedua contoh tersebut.

Perkenalkan, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Setelah hampir satu dekade dalam negosiasi dan diskusi, akhirnya pada tanggal 15 November 2020 di acara virtual Hanoi, 15 negara berkumpul dan membentuk blok perdagangan terbesar di dunia, mencakup hampir sepertiga dari ekonomi global. 

Perjanjian perdagangan ini mencakupi seluruh anggota ASEAN (termasuk Indonesia) beserta Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru. 

Perjanjian ini berpotensi untuk menjadi lebih besar lagi jika India tidak mundur sekitar setahun yang lalu karena khawatir industri dalam negerinya akan dibanjiri oleh impor Cina.

Tapi, apakah isi dari perjanjian perdagangan tersebut?

Sebetulnya, isinya tidak terlalu komprehensif jika dibandingkan dengan Trans-Pacific Partnership (TPP) yang didiskusikan oleh 11 negara (tidak termasuk Indonesia). 

Namun saat Presiden AS Donald Trump mulai menjabat, perjanjian tersebut dibubarkan karena AS tidak lagi tertarik dalam mengratifikasinya. Tujuan utama RCEP adalah untuk mengurangi pajak impor antara anggotanya. 

Selain itu, tidak ada lagi tujuan RCEP yang terlalu penting. Perjanjian perdangan ini sendiri bahkan tidak menyentuh agrikultur, perikanan, ataupun manufaktur.

Namun, pengurangan pajak impor itu sendiri sudah bisa dikatakan cukup karena skalanya yang besar, yakni sekitar 90%. Artinya, pajak impor dari anggota RCEP seperti Cina dan Jepang akan berkurang sekitar 90%. Ini bisa berartikan positif dan negatif bagi Indonesia. 

Dalam satu sisi, barang-barang dari negara adikuasa seperti Cina yang sangat ramai di Indonesia akan menjadi lebih murah. Masyarakat Indonesia akan cenderung melihat harga-harga yang menurun di masa depan.

Namun, kekhawatiran yang diekspresikan India juga harus dipertimbangkan. Perjanjian perdangangan ini tentunya akan membuka pintu yang lebih lebar bagi negara lain untuk melimpahkan barangnya ke Indonesia.

Oleh karena itu, dikhawatirkan barang-barang dalam negeri kalah bersaing. Inilah dilema dari setiap perjanjian perdagangan. Harga yang murah atau membeli produk dalam negeri yang cenderung lebih mahal?

Pengurangan 90% itu akan diberlakukan selama 20 tahun setelah semua anggota menandatangani atau mengratifikasi RCEP di negara masing-masing. Dan melihat dari skala perjanjian tersebut, RCEP diprediksi untuk memiliki dampak ekonomi yang nyata bagi anggotanya. 

Sebuah studi oleh Peterson Institute for International Economics mengatakan bahwa, RCEP akan meningkatkan PDB global pada tahun 2030 sebesar $186 miliar per tahun jika dibandingkan dengan TPP yaitu sekitar $147 miliar per tahun.

Cakupan anggota RCEP / beltanroad.com
Cakupan anggota RCEP / beltanroad.com

Keuntungan terbesar dari RCEP akan dirasakan oleh Cina, Jepang, serta Korea Selatan karena kekuatannya untuk ekspor barang. Dan konon, ketiga negara tersebut juga sedang mendiskusikan perjanjian perdagangan trilateral sendiri.

Namun ingat, perjanjian ini hanya berlaku jika seluruh 15 negara anggota menyetujui dan menandatangani. Proses ini bisa dibilang cukup lama jika masih ada sentimen anti-Cina dan anti perdagangan antara anggota. Kita hanya bisa berharap yang terbaik untuk masa depan.

Bagaimana menurut kalian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun