Momentum reshuffle jilid 2 yang mulai santer didengungkan harus dimanfaatkan oleh Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi atas kinerja menteri-menteri di kabinet baik secara personal maupun secara institusional. Yang paling penting sesungguhnya adalah evaluasi secara personal terkait rekam jejak dan komitmen terhadap good governance dan pemberantasan korupsi. Jangan sampai masih ada menteri-menteri di kabinet yang memiliki dosa korupsi masa lalu yang jika dibiarkan justru malah akan mencoreng citra, komitmen dan prestasi pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam hal pemberantasan korupsi. Sejumlah nama menteri di Kabinet Kerja yang memiliki latar belakang berkarier profesional di BUMN patut dicurigai. Salah satunya adalah Arief Yahya yang saat ini menduduki jabatan sebagai Menteri Pariwisata Kabinet Kerja (2014 – 2019).
Arief Yahya sebelum menjabat sebagai Menteri Pariwisata di Kabinet Kerja pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (PT Telkom). Di PT Telkom Arief Yahya meniti karier dari bawah sejak lulus dari Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebagai alumni ITB tentu tidak sulit bagi Arief Yahya untuk berkarir di PT Telkom. PT Telkom di mata publik merupakan salah satu BUMN yang dianggap prestisius untuk berkarier. Puncaknya melalui RUPS luar biasa pada tanggal 11 Mei 2012 Arief Yahya ditetapkan sebagai Direktur Utama PT Telkom 2012 – 2017.
Saat menjabat Direktur PT Telkom , nama Arief Yahya disebut-sebut terlibat dalam pusaran dugaan korupsi proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) senilai Rp. 78 miliar bersama PT. Geosys Alexindo, milik Arief Yahya bersama-sama Budi Suryono dan Adiseno. Keterlibatan Arief Yahya dalam korupsi berjamaah di Balai Penyedia Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berawal dari praktik suap-menyuap (gratifikasi) dalam memenangkan tender di Kemkominfo. Saat itu Menteri Komunikasi dan Informatika dijabat oleh Tifatul Sembiring seorang politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
BP3TI adalah organisasi setingkat eselon III di Kementerian Kominfo yang tugas, fungsi dan tanggungjawabnya terkait pada pelayanan publik dalam hal ini penyediaan sarana telekomunikasi dan informasi. Berbeda dengan perusahaan telekomunikasi dan informasi yang ada, BP3TI lebih memusatkan penyediaan sarana telekomunikasi publik yang murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat terutama kota-kota kecil dan pedesaan di seluruh Indonesia.
Biaya penyediaan sarana telekomunikasi untuk masyarakat luas kalangan menengah bawah itu ditanggung oleh seluruh perusahaan telekomunikasi di Indonesia, melalui skema PSO-USO (Public Service Obligation - Universal Service Obligation), di mana perusahaan telekomunikasi dipungut iuran sebesar 1% dari pendapatan kotor yang disetor ke rekening menteri Kominfo dan atau BP3TI. Dana PSO-USO ini dikelola sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan memberikan kesempatan keleluasaan kepada BP3TI Kominfo untuk menggunakan PNBP itu seluas-luasnya kepentingan rakyat. Namun, ternyata amanah dan tanggung jawab ini disalahgunakan oleh oknum-oknum pejabat di lingkungan Kemkominfo era Tifatul Sembiring, BP3TI, PT Telkom era Arief Yahya yang saat ini menjabat Menteri Pariwisata dan para pengusaha sektor telekomunikasi Indonesia.
Korupsi ini diawali dari keputusan mengenai tender di Kemkominfo dan BP3TI yang diatur oleh Hilmi Aminuddin Mantan Ketua Dewan Syuro PKS (realisasinya hanya beberapa gelintir orang yang terlibat, lebih disebabkan karena banyak yang tidak mengerti tentang proyek ini. Tapi bagi yang benar-benar mengerti, telah menggila seperti kesetanan, agar dapat dana dari proyek ini). Mereka taunya beres, karena telah melimpahkan wewenang ini kepada Asen (Dr. Adiseno PNS di Kemkominfo) untuk menjalankan dan mengamankan korupsi ini.
Salah satu mega proyek di BP3TI yang dijadikan korupsi berjamaah adalah proyek Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil PLIK Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada tahun 2013 memang telah lama dicurigai oleh sejumlah kalangan sebagai proyek yang rawan korupsi. Hal itu dikarenakan dana yang dialokasikan untuk proyek tersebut totalnya Rp 2,6 triliun. Anehnya, masyarakat tidak merasakan hasilnya secara optimal.
Dalam proyek ini ada permufakatan jahat beserta aliran dana dari pengusaha-pengusaha swasta sektor telekomunikasi dan BUMN (PT Telkom, Arief Yahya selaku Direktur Utama saat itu) yang juga melibatkan beberapa PNS di Kemkominfo bahkan aliran dana suap-menyuap untuk memenangkan proyek tersebut sampai kepada Hilmi Amninuddin, Ketua Dewan Syuro PKS saat itu. Tifatul Sembirinng sebagai salah satu kader PKS yang berada di kabinet saat itu diketahui kerap menyetor uang kepada Hilmi Aminuddin. Ada indikasi kuat uang-uang tersebut merupakan hasil korupsi dan gratifikasi dalam rangka mengatur pemenang tender proyek-proyek di Kemkominfo.
Arief Yahya yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Telkom diketahui kerap ikut memberikan sejumlah uang setoran kepada Tifatul Sembiring melalui staf khususnya, Saut Maruli Saragih untuk memenangkan PT Telkom dalam pelaksanaan tender proyek PLIK dan MPLIK. Dalam hal mengatur proyek PLIK dan MPLIK di Kemkominfo Tifatul Sembiring tidak bekerja sendirian. Selain dibantu oleh staf khususnya, Saut Maruli Saragih juga melibatkan sejumlah oknum PNS di Kemkominfo misalnya Adiseno alias Asen dan juga Santoso Serad mantan Kepala BP3TI yang telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Penyelesaian kasus korupsi PLIK dan MPLIK ini akan semakin kabur dan tidak jelas karena salah satu aktor yang terlibat yaitu Arief Yahya mantan Direktur Utama PT Telkom saat ini malah menjabat sebagai Menteri Pariwisata. Dulu saat Tifatul masih menjabat sebagai Menkominfo kasus ini pun terkesan dipetieskan oleh Kejaksaan Agung. Dan hanya mentersangkakan kepala BP3TI Santoso Serad saja.Â
Mengingat besarnya jumlah kerugian yang diderita oleh negara dan juga Tifatul Sembiring saat ini sudah tidak menjabat sebagai menteri paling tidak ada sedikit harapan untuk kembali mengusut tuntas dugaan kasus korupsi PLIK dan MPLIK di Kemkominfo. Posisi Arief Yahya yang saat ini sedang menjabat sebagai menteri menjadi salah satu faktor penghambat penegakkan hukum dalam kasus ini. Mengingat posisi dugaan kasus korupsi PLIK dan MPLIK berada di tangan Kejaksaan Agung yang cenderung terkesan tebang pilih, tumpul ke atas dan tajam. Ada baiknya Kejaksaan Agung segera melimpahkan kasus dugaan korupsi PLIK dan MPLIK ini kepada KPK untuk ditindaklanjuti. Â