Mohon tunggu...
Kuntoro Tayubi
Kuntoro Tayubi Mohon Tunggu... Journalist -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah ruh, dan menebar kebaikan adalah jiwaku. Bagiku kehidupan ini berproses, karena tidak ada kesempurnaan kecuali Sang Pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korban Bencana Didominasi Perempuan dan Anak

8 Maret 2018   16:27 Diperbarui: 8 Maret 2018   16:38 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asisten Deputi dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak RI Dra Valentina Gintings MSi merasa perihatin karena disetiap bencana musti anak-anak dan perempuan yang menjadi korban. Baik itu bencana alam maupun bencana kemanusiaan, anak-anak dan perempuan selalu jadi korban akibat kelemahan dan ketidaktahuan yang dialami mereka.

"Yang lebih sulit adalah, bagaimana menghilangkan trauma pasca bencana," ujar Valen saat menyampaikan sambutan pada Pelatihan Kesiapan Keluarga Hadapi Bencana, di Pendopo Bupati Brebes, Kamis (8/3).

Proses kejiwaan anak-anak dan wanita yang belum siap menghadapi bencana jiwanya sangat terguncang. Boleh jadi bencana pertama, kedua dan ketiga akan tergiang terus dalam sanubari anak-anak dan perempuan.

dokpri
dokpri
"Bagaimana tidak kaget, bila tengah malam tiba-tiba terjadi gempa atau banjir dan perang yang tentunya hati dan pikiran sontak," ujarnya.

Untuk itu, kata Valen, perlu dilakukan pelatihan perlindungan terhadap bencana sejak masih dini.

Dia membandingkan kalau anak-anak dinegara Jepang sudah terlatih bagaimana menyelamatkan diri ketika terjadi gempa bumi. Anak-anak di Negara Sakura sudah tahu kalau terjadi gempa akan lari ke kolong meja ketika sedang sekolah atau lari ke titik kumpul yang sudah diarahkan oleh orang yang lebih dewasa.

"Di Jepang, disetiap pertemuan didahului dengan pengenalan area gedung dan tata cara penyelamatan diri, missal kemana harus pergi ketitik kumpul," ucap Valen yang pernah mengalami bencana gempa di Jepang saat berada dilantai 9 di sebuah gedung.

Namun, ketika gempa melanda Jakarta dan berada di kantornya sendiri sangat panic karena tidak pernah ada yang mengerahkan ke titik kumpul.

Menurutnya, semua Negara berpotensi bencana termasuk Indonesia bahkan Brebes. Dalam tahun ini, Kabupaten Brebes menempati urutan ketiga terjadinya bencana dan menelan korban yang mencapai lebih dari 13 meninggal dunia dan puluhan ribu mengungsi.

Selain Sinabung, Asmat, juga Brebes mengalami bencana yang menyisakan berbagai problem dan harus dipulihkan dengan memakan waktu yang lama.

Dia tidak bisa membayangkan, kalau 700 warga Sinabung mengungsi hingga lebih dari 7 tahun lamanya. Tentunya kondisi pengungsi tidak menjadi baik, justru semakin memburuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun