Terlepas dari apa yang dikatakan oleh banyak orang di sekitarku mengenai uji nyali yang pernah diadakan di kegiatan ekskul sekolah, aku tetap meyakini bahwa hal itu mustahil terjadi bahkan sangat sulit untuk dicerna oleh logika seorang anak SMP berumur 13 tahun. Kejadian aneh ini tidak hanya sekali atau dua kali tetapi telah berkali-kali terjadi di area lokasi sekolahku yang memang diyakini sudah ada sejak awal sekolah ini berdiri.
Awal kejadian aneh ini adalah saat pertama kali aku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler kepanduan. Di awal kegiatan Ekskul ketika ada anggota baru bergabung maka ada sebuah tradisi dimana akan diadakan kemah bersama pada malam sabtu-minggu. Kemah disini berbeda dengan bersatu dengan alam sebab para peserta kemah bukan akan tidur di tenda melainkan di kelas-kelas yang menempati bangunan tua peninggalan zaman penjajahan jepang. Bangunan ini dipilih sebagai base tidur peserta sebab lokasinya dekat dengan lapangan utama dan mudah untuk diawasi semisal ada kejadian "tidak terduga" terjadi. Kala itu aku sudah bergabung selama kurang lebih 6 bulan dan menjabat sebagai Bendahara 1 pada struktur inti organisasi. Namun pada kegiatan ini aku hanya bertugas sebagai bagian dari tim keamanan kegiatan. Tugas dari tim keamanan sendiri adalah memantau kondisi peserta serta kelancaran kegiatan, tak lupa juga menjaga kendaraan yang dibawa oleh peserta maupun panitia.
Diawal kegiatan tiada yang aneh, acara pembukaan dan penyambutan peserta baru dimulai pada sore hari tepatnya pukul 15.40 WIB. Seluruh peserta, panitia, dan guru pembimbing berkumpul di aula utama kecuali tim keamanan. Sebagian anggota keamanan memang ada yang mengikuti pembukaan tetapi hanya sekedar perwakilan, sebagian lainnya bertugas menjaga daerah sekretariat, menjaga kendaraan, stand by di sanggar pramuka dan berkeliling. Aku dan temanku roni mendapat tugas berkeliling. Meskipun sore hari dan keadaan masih agak ramai tetapi ketika aku dan roni singgah dikantin sekolah yang merupakan jalur terlarang bagi seluruh elemen kegiatan, kami merasakan sesuatu yang berbeda seperti perasaan tidak enak dan keinginan untuk terus menatap area tangga menuju ruang atas tempat penyimpanan gamelan dan pojokan kelas 8-F.
"Ron, kita nggak usah lama-lama di sini perasaanku nggak enak dan juga hari sudah mulai maghrib nih",kataku.
"Iya nih, dari tadi aku merasa nggak enak sama pojokan kelas itu, ditambah atas kita ruang gamelan yang terkenal angker",
Kami pergi meninggalkan kantin dan berjalan melewati kompleks area kelas 8 menuju masjid. Agar dapat sampai menuju masjid kami harus melewati area kamar mandi kelas 8 dan pohon jambu. Sesampainya di area sekitar pohon jambu kami tergoda untuk menengok area kamar mandi dan alangkah terkejutnya kami ketika melihat beberapa pintu kamar mandi membuka menutup dengan sendirinya. Pertama kami kira itu kakak kelas yang menggunakan kamar mandi sehabis kegiatan basket atau futsal tetapi semakin kami perhatikan ada sesuatu yang janggal dan membuat bulu kuduk kami merinding yaitu pintu yang terbuka tidak hanya satu tetapi semua pintu kemudian menutup dengan cepat seperti ada yang membanting dari dalam tetapi tidak ada tangan terlihat yang menarik gagang pintu dari dalam ditambah lagi jam sudah menunjukkan pukul 17.59 WIB memasuki waktu maghrib. Seketika itu juga kami memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dengan mempercepat langkah kaki kami menuju masjid. Setibanya di sana kami istirahat sejenak sambil bersiap untuk melakukan sholat maghrib berjamaah bersama seluruh panitia dan peserta. Selepas kami beribadah, aku membuka pembicaraan dengan membahas kejadian barusan di kamar mandi kelas 8.
“Eh Ro, gimana tadi lihat ada orang keluar dari sana nggak??”
“Nggak ada Har, bahkan temen-temen sudah tak tanyain satu-satu katanya nggak ada yang mampir ke sana ekskul basketpun udah pada bubar.”
“Hah!?? Jadi yang kita lihat tadi apa???Jangan jangan !?”
“Ssssttt.. udahlah nggak usah dibahas nanti tambah ramai.”
Setelah itu kami melanjutkan tugas kami mengelilingi area sekitar lain hingga tiba waktu ganti shift dengan teman lainnya. Tidak ada yang janggal sewaktu kami melewati area kompleks kelas 7, semua berjalan mulus tidak seperti lokasi sebelumnya. Sembari berjalan berkeliling aku melihat jam yang ada dipergelangan tanganku, ternyata sudah menunjukkan waktunya pergantian shift. Kami segera bergegas menuju ke sekretariat. Setibanya di sekretariat kami dikejutkan dengan ramainya panitia yang bergerumul di sekitar area. Segera kami mendekat dan menanyakan ada hal apa dan kenapa bergerumul.
“Win, ada apa kok ramai banget?”
“Egh..Ngg..nggak..nggak ada apa-apa kok”
Si Windy mencoba menutupi sesuatu tapi aku tahu ada sesuatu yang coba dia tutupi, lalu aku menerobos ke gerombolan itu dan alangkah terkejutnya diriku ketika melihat apa yang ada didepan mataku ini. Telah tergeletak seorang bayi dalam kardus dengan keadaan terbujur kaku dan anggota tubuh tidak lengkap. Seketika itu juga aku merasa agak mual dan menjauh dari kerumunan untuk menenangkan diri. Setelah beberapa saat ternyata ketua pramukaku, Pandu telah menghubungi pembina kami serta pihak berwenang untuk menangani kasus penemuan jenazah bayi ini. Keadaan yang semula tegang berangsur-angsur mulai kembali kondusif, untung saja sewaktu kejadian penemuan ini para anggota baru sedang ada kegiatan kajian keagamaan di masjid bagian belakang untuk muslim maupun non-muslim. Setelah aku merasa enakan dan agak kuat untuk berdiri, aku meminta ijin sebentar ke basecamp panitia untuk mengambil peralatan jaga seperti senter kecil dan obat-obatan. Di base panitia sendiri ternyata banyak panitia yang pingsan melihat kejadian tadi khususnya perempuan. Setelah aku mendapat peralatan yang dibutuhkan segera ku kembali ke sekretariat. Pada jam-jam ini tugas dari tim keamanan agak minim sebab setelah kajian keagamaan di masjid kegiatan akan berlangsung di lapangan depan untuk acara selanjutnya yaitu api unggun dan penampilan yel-yel dari tiap peserta. Tak banyak hal yang kulakukan selain bersiap ikut tampil dalam acara api unggun karena memang sudah menjadi tradisi bagi anggota inti organisasi untuk menampilkan sebuah karya di hadapan anggota baru.
Sewaktu kami bersiap menampilkan yel-yel dan berbagai bentuk karya tradisi dari organisasi ini, beberapa orang yang tengah menyiapkan dan menata api unggun tampak biasa saja. Tidak ada kejadian aneh dalam persiapan acara ini, namun ketika api unggun dimulai beberapa panitia terutama perempuan mengaku melihat bayang-bayang bayi pada api unggun tersebut dan juga beberapa panitia juga mendengar suara tangis bayi yang terdengar semakin nyaring dari kejauhan. Anehnya hanya beberapa panitia yang mengalami kejadian ini yaitu mereka yang ikut terlibat menyaksikan penemuan jenazah bayi tersebut. Tetapi dalam hati aku bersyukur karena hanya segelintir orang yang mengalami kejadian ini serta bukan anggota baru yang mengalami ini. Namun, semua omongon itu tertepis dengan kejadian pada acara selanjutnya yaitu JM atau lebih dikenal Jelajah Malam.
“Jadi nanti kamu Har, Ugi, Sama Yunus akan menjaga pos agak belakang”,kata Pandu.
“Terus yang njaga bagian belakang sendiri nanti berapa orang sama siapa aja?”,tanya Yunus.
“Untuk pos ‘bayangan’ nanti akan dijaga oleh 8 sampai 10 orang, untuk nama-namanya aku lupa tapi koordinator lapangannya si Anggi”.
“Anggi!? kamu yakin mau koornya cewek? Nanti kalau ada apa-apa gimana ?”, tambah Yunus.
“Nggak apa kan banyak yang jaga, apalagi katanya nanti alumni ada yang di masjid buat mimpin renungan jadi kemungkinan besar bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak-tidak”, tutur Pandu.
Setelah semua setuju dengan hasil diskusi singkat strategi JM, para panitia bergegas menuju pos masing-masing sesuai tugasnya, sialnya aku mendapat pos yang bisa dikatakan pintu gerbang menuju uji nyali bersama 2 orang temanku Ugi dan Yunus. Sambil menunggu tanda dari panitia lainnya kami mengobrol membahas tempat-tempat yang dirumorkan angker dan kerap muncul penampakan.
“Gi, kamu tau nggak soal rumor ruangan radio deketnya perpus itu?”, tanyaku.
“Oh, yang katanya lampu ruang on airnya mati-hidup sendiri itu? Dan katanya yang mainin itu kunti*****? Tau kok. Emang kenapa nanya?”, jawab Ugi.
“Ya penasaran kan katanya dulu ada siswa sini yang hilang 5 hari dari rumah trus tiba-tiba ditemuin di dalam ruang radio kekunci sendiri”, balasku.
“Serius kamu Har??”, tanya Yunus kaget.
“Iya, tapi aku nggak tau gimana kronologinya bisa kayak gitu”, tambahku.
“Sebenarnya aku tau ceritanya Har”, timpal Ugi.
“Gimana Gi ceritanya??”, tanya Yunus penasaran.
“Jadi gini, si F itu dulu sewaktu pulang ekskul basket malem-malem sempet kencing di area ruang radio itu tanpa bilang permisi dan langsung pergi. Setelah itu dia dikabarkan hilang dalam perjalanan pulang selama 5 hari itu. Orang-orang berhasil nemuin dia pas sewaktu ruangan itu dibersihin. Ketika ditemukan, dia masih dalam kondisi tidak sadar dan berpakaian jersey basket ekskulnya. Dia sempat ditanya awalnya bagaimana tapi dia sendiri tidak ingat. Hal terakhir yang dia ingat sebelum hilang adalah saat mau mengambil sepeda motornya di parkiran dia dihadang oleh sosok besar hitam berbulu dan bermata merah darah menyala. Kemudian semua menjadi gelap dan tiba-tiba dia dibangunkan petugas di dalam ruangan itu.”
“Oh ya dia juga mengaku di dalam mimpinya diancam akan dijadikan tumbal karena telah berani mengencingi daerah kekuasaannya”, tambah Ugi.
Tiba-tiba ada suara seperti barang pecah dari arah dekat perpus. Suara itu sungguh nyaring sehingga membuat kami bertiga terkejut. Dari kejadian ini aku mengerti bahwa ini adalah isyarat bagi kami bertiga untuk diam tidak membicarakan penghuni ruang radio tersebut. Perlahan aku mencoba menengok sekitar, keadaan cukup sepi, lalu kutengok jam di Hpku ternyata sudah pukul 12.00 dini hari. Kami bertiga lalu sepakat untuk menanyakan kapan JM dimulai ke tim acara. Mereka membalas 10 menit lagi. Selang beberapa menit ada pesan masuk dari tim acara agar di posku tidak ada aksi menakut-nakuti, mereka mengatakan posku hanya sebagai pengecek kelengkapan dari masing-masing regu peserta serta mereka meminta agar kami mengawasi secara ketat peserta supaya kalau terjadi apa-apa segera dapat menghubungi tim kesehatan yang berjaga di UKS.
Suara gedoran pintu terdengar keras dan teriakan-teriakan panitia membangunkan peserta mengaung layaknya singa. Peserta beranjak bangun lalu bergegas menuju lapangan utama, mereka dibariskan dan dikelompokan secara acak dengan peserta lain untuk mengikut JM. Meskipun berkelompok nantinya mereka akan berjalan secara sendiri-sendiri melewati pos uji nyali. Lalu masuk ke dalam ruang kelas untuk penenangan sejenak sebelum menuju pos akhir. Kloter pertama dari peserta mulai diberangkatkan setidaknya dalam satu regu berjumlah sekitar 4-5 orang. Pada waktu ini kloter pertama sampai ketiga tidak ada masalah sama sekali hingga menuju pos terakhir. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi kloter keempat ini. Setiba regu keempat ini tiba di pos yang kujaga, aku merasakan hal yang tidak biasa. Pusing melanda kepalaku dan perasaan tidak enak,benar-benar tidak mengenakkan melingkupi pos ini. Entah kenapa aku merasa seperti sedang diawasi oleh sesuatu di kejauhan tetapi aku tidak tahu apa itu.
Ternyata tidak hanya aku saja yang merasakan ini tetapi kedua temanku yang lain Ugi dan Yunus. Mereka juga merasakan hawa tidak enak. Selain itu, ada satu orang yang menurutku bertingkah agak aneh dalam regu tersebut. Dia terlihat berwajah pucat dan mengeluarkan banyak keringat seperti sedang menghadapi seekor binatang buas yang siap menerkam. Ekspresi ketakutannya begitu terpampang nyata. Pada situasi tersebut aku dan teman-teman sudah akan bersiap menghubungi tim kesehatan tetapi sebelum itu kami menanyai apakah dia sanggup untuk melanjutkan perjalanannya. Entah karena nekat atau memang tidak tega meninggalkan teman seregunya dia menyanggupi untuk tetap lanjut. Namun, sekali lagi kami bertanya dengan tegas.
“Dek..Apa benar kamu sanggup lanjut ke pos selanjutnya??”tanyaku.
“Sss..ii..ap..kak.”
“Yang jelas dek...Bener kamu siap melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya?”,tegas Yunus.
“Iya kak.., gak papa kok...saya tetap ingin lanjut..”, jawabnya memelas.
Sebelum kami memperbolehkan untuk lanjut dia malah menyerobot untuk pergi duluan melewati gang sempit antar kelas yang disebut ‘gang senggol’ dan terkenal dengan keangkerannya pada malam hari. Kami panik tetapi dengan sigap aku mengkomando kedua temanku untuk menahan regu saat itu dan selanjutnya. Layaknya seorang pahlawan aku seorang diri melewati gelapnya malam berusaha menjemput si H.
Ketika aku sampai di pos UJI NYALI, kudapati semua panitia yang berada disana tak sadarkan diri. Aku terpaku dengan mata melotot melihat pemandangan yang ada di depanku. Si H berdiri mematung sendiri diantara para panitia yang tergeletak tak beraturan disekitarnya. Sejenak aku merasa bingung harus melakukan hal apa, ingin rasanya menolong tetapi perasaan takut akan sesuatu yang janggal benar-benar sudah menguasai tubuh ini sampai aku kesulitan menggerakkan kedua kakiku. Namun, aku memberanikan diri untuk menghampirinya meski sungguh jantung ini berdetak lebih kencang dari biasanya, keringat dingin mengalir membasahi pelipisku, keadaan suasana saat itu seperti dalam film SAW jika salah mengambil keputusan bisa fatal!!!.
Ketika tanganku memegang bahunya dan menanyakan keadaannya itu merupakan pengalaman paling menyeramkan yang pernah kualami.
“Dek?? Kamu nggak apa-apa?Apa yang terjadi di sini kok semua yang di sini pada nggak sadar?”, tanyaku.
Dia tidak menjawabnya, lalu kutanyakan sekali lagi.
“Deekk!!??”.
Tetap tidak ada jawaban, kemudian dengan paksa aku memutar badannya menghadap kearahku. Aku terhentak dan langsung mundur menjauh darinya selangkah setelah kulihat sorot matanya yang kosong serta rambutnya yang terurai menutupi sebagian wajahnya. Selang beberapa detik kemudian dia tersenyum menyeringai dengan mulut yang benar-benar melebar tidak wajar ke arahku dan tertawa sendiri dengan nada yang benar-benar membuat bulu kuduk sekujur tubuhku berdiri.
“HII...HII....HIII, HA.....HA.....HA.....HA....HA...”
Tetapi teror tersebut masih belum termasuk terlalu HOROR karena bukan hal itu yang membuat sampai berteriak histeris dan lari menuju lapangan. Sosok PENAMPAKAN KEPALA BAYIyang terlihat jelas di kaca jendela kelas dibelakang si H lah yang membuatku sampai lari terbirit-birit. Hal yang paling menyeramkan dari penampakan tersebut adalah kepala bayi itu menyatu dengan sebuah badan berbulu besar hitam, wajahnya tersenyum menyeringai sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengeluarkan tawa menyeramkan yang mengiang-ngiang di kepalaku. Pada detik itu juga aku langsung berteriak histeris melihat sosok tersebut dan segera berlari menuju posku. Lorong-lorong seram di sekitar kelas kulewati tanpa peduli akan suasananya yang mencekam. Sesampainya dipos kudapati semua orang telah lenyap tak berbekas akhirnya aku menuju lapangan depan ternyata mereka semua berkumpul di sana. Ketika aku datang mereka segera menanyai apakah aku baik-baik saja dan menenangkan keadaanku yang saat itu tengah shock. Teman-teman seposku sudah berada di sana dan segera menangkan keadaanku serta menjelaskan kenapa pos kosong, ternyata teman-teman yang berada diposku sebelumnya mendengar jeritanku dan segera mengarahkan peserta yang ada kembali ke lapangan depan serta menghubungi seluruh panitia agar tidak keluar dari ruangan pos dan diusahakan membaca ayat kursi sebanyak-banyaknya.
Hal selanjutnya yang kutahu adalah Ketua pelaksana dan pembina telah memanggil Guru Agama sekolah kami dibantu Ustadz untuk mengatasi masalah kesurupan ini. Peserta kegiatan diprioritaskan untuk pulang terlebih dahulu baru panitia menyusul. Setelah mencheck bahwa seluruh peserta telah pulang, aku bergegas menuju parkiran untuk mengambil motorku.Pada saat aku mengendarai motorku hampir melewati gerbang sekolah sempat aku melihat spion melihat lokasi penemuan jenazah bayi waktu kemarin dan kulihat ada sosok wanita mengenakan baju putih sambil menggendong bayi melambaikan tangannya kearahku. Melihat hal tersebut segera aku percepat laju motorku menuju rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H