“Win, ada apa kok ramai banget?”
“Egh..Ngg..nggak..nggak ada apa-apa kok”
Si Windy mencoba menutupi sesuatu tapi aku tahu ada sesuatu yang coba dia tutupi, lalu aku menerobos ke gerombolan itu dan alangkah terkejutnya diriku ketika melihat apa yang ada didepan mataku ini. Telah tergeletak seorang bayi dalam kardus dengan keadaan terbujur kaku dan anggota tubuh tidak lengkap. Seketika itu juga aku merasa agak mual dan menjauh dari kerumunan untuk menenangkan diri. Setelah beberapa saat ternyata ketua pramukaku, Pandu telah menghubungi pembina kami serta pihak berwenang untuk menangani kasus penemuan jenazah bayi ini. Keadaan yang semula tegang berangsur-angsur mulai kembali kondusif, untung saja sewaktu kejadian penemuan ini para anggota baru sedang ada kegiatan kajian keagamaan di masjid bagian belakang untuk muslim maupun non-muslim. Setelah aku merasa enakan dan agak kuat untuk berdiri, aku meminta ijin sebentar ke basecamp panitia untuk mengambil peralatan jaga seperti senter kecil dan obat-obatan. Di base panitia sendiri ternyata banyak panitia yang pingsan melihat kejadian tadi khususnya perempuan. Setelah aku mendapat peralatan yang dibutuhkan segera ku kembali ke sekretariat. Pada jam-jam ini tugas dari tim keamanan agak minim sebab setelah kajian keagamaan di masjid kegiatan akan berlangsung di lapangan depan untuk acara selanjutnya yaitu api unggun dan penampilan yel-yel dari tiap peserta. Tak banyak hal yang kulakukan selain bersiap ikut tampil dalam acara api unggun karena memang sudah menjadi tradisi bagi anggota inti organisasi untuk menampilkan sebuah karya di hadapan anggota baru.
Sewaktu kami bersiap menampilkan yel-yel dan berbagai bentuk karya tradisi dari organisasi ini, beberapa orang yang tengah menyiapkan dan menata api unggun tampak biasa saja. Tidak ada kejadian aneh dalam persiapan acara ini, namun ketika api unggun dimulai beberapa panitia terutama perempuan mengaku melihat bayang-bayang bayi pada api unggun tersebut dan juga beberapa panitia juga mendengar suara tangis bayi yang terdengar semakin nyaring dari kejauhan. Anehnya hanya beberapa panitia yang mengalami kejadian ini yaitu mereka yang ikut terlibat menyaksikan penemuan jenazah bayi tersebut. Tetapi dalam hati aku bersyukur karena hanya segelintir orang yang mengalami kejadian ini serta bukan anggota baru yang mengalami ini. Namun, semua omongon itu tertepis dengan kejadian pada acara selanjutnya yaitu JM atau lebih dikenal Jelajah Malam.
“Jadi nanti kamu Har, Ugi, Sama Yunus akan menjaga pos agak belakang”,kata Pandu.
“Terus yang njaga bagian belakang sendiri nanti berapa orang sama siapa aja?”,tanya Yunus.
“Untuk pos ‘bayangan’ nanti akan dijaga oleh 8 sampai 10 orang, untuk nama-namanya aku lupa tapi koordinator lapangannya si Anggi”.
“Anggi!? kamu yakin mau koornya cewek? Nanti kalau ada apa-apa gimana ?”, tambah Yunus.
“Nggak apa kan banyak yang jaga, apalagi katanya nanti alumni ada yang di masjid buat mimpin renungan jadi kemungkinan besar bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak-tidak”, tutur Pandu.
Setelah semua setuju dengan hasil diskusi singkat strategi JM, para panitia bergegas menuju pos masing-masing sesuai tugasnya, sialnya aku mendapat pos yang bisa dikatakan pintu gerbang menuju uji nyali bersama 2 orang temanku Ugi dan Yunus. Sambil menunggu tanda dari panitia lainnya kami mengobrol membahas tempat-tempat yang dirumorkan angker dan kerap muncul penampakan.
“Gi, kamu tau nggak soal rumor ruangan radio deketnya perpus itu?”, tanyaku.