Kesejahteraan rakyat sesungguhnya bukanlah khayalan,melainkan sebuah kenyataan.Bahkan  kesejahteraan di bidang ekonomipun harus di terapkan.Islam memiliki konsep yang jelas dalam menjamin terpenuhnya kebutuhan rakyat.Apa yang merupakan kebutuhan publik berupa kesehatan, keamanan,dan pendidikan.itu sudah  menjadi tanggung jawab penuh pemerintah untuk mewujudkannya.
 Oleh karena ituh,Harapan Hanya pada Islam.
    Sebagai ideologi, Islam menetapkan bahwa kesejahteraan setiap individu rakyat, secara orang per orang, wajib dipenuhi oleh negara atau para penguasanya, karena negara atau kepemimpinan berperan sebagai pengurus dan penjaga. Kelalaian dalam memenuhinya dipandang sebagai sebuah kezaliman yang tak akan bebas dari pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.
   Penerapan politik ekonomi Islam telah memberikan contoh nyata kesejahteraan sepanjang sejarah. Negara menerapkan politik ekonomi Islam melalui mekanisme dan kebijakan APBN untuk menjamin kesejahteraan umat manusia, baik untuk pemenuhan kebutuhan pokok individu maupun kebutuhan pokok masyarakat.
   Dalam kitab Al-Amwl karangan Abu Ubaid, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan sedekah, "Jika kamu memberi, cukupkanlah." Lalu, beliau berkata lagi, "Berilah mereka itu sedekah berulang kali sekalipun salah seorang di antara mereka memiliki seratus unta." Beliau juga menikahkan kaum muslim yang tidak mampu, membayar utang-utang mereka, dan membiayai para petani agar mereka menanami tanahnya.
   Kebijakan seperti ini terus berlangsung hingga masa Daulah Umayyah di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kala itu, rakyat sampai pada taraf hidup yang berkecukupan hingga tidak ditemukan seorang pun yang berhak menerima zakat.Â
   Pada tahun kedua masakepemimpinannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang Baitulmal secara berlimpah dari Gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada sang Gubernur, "Telitilah. Siapa saja yang berutang, tidak berlebih-lebihan, dan [tidak] berfoya-foya, bayarilah utangnya."
   Dalam kesempatan lain, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing.Â
   Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini tidak hanya diberikan bagi kaum muslim, tetapi juga nonmuslim yang menjadi warga negara. Semua warga negara Khilafah memiliki hak yang sama, baik muslim atau bukan muslim.
    Sebagai contoh, dalam akad zimi, Khalid bin Walid menulis untuk penduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani yang isinya, "Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit; atau tadinya kaya, kemudian jatuh miskin sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskan mereka dari kewajiban membayar jizyah. Untuk selanjutnya, ia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya menjadi tanggungan Baitulmal kaum muslim."Â
    Demikianlah kesejahteraan yang diberikan Khilafah. Ini bukan sekadar romantika sejarah. Konsep Islam yang terperinci dalam kepemilikan harta, pengelolaan, serta distribusinya menjadikannya sebagai negara yang sukses menjamin pemenuhan kebutuhan pokok. Khilafah telah berhasil mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang tidak akan kita jumpai dalam sistem kapitalisme.Â
    Penerapan syariat kafah dalam seluruh aspek kehidupan justru menjadi kunci kebangkitan umat Islam selama berabad-abad. Negara Islam tampil sebagai negara yang mandiri dan berdaulat di berbagai bidang kehidupan. Bidang pertahanan (militer), energi, pangan, hukum dan sebaginya selalu terdepan. Negara Islam bahkan mampu merebut kepemimpinan dalam konstelasi politik internasional, dan menggunakannya untuk menebar rahmat ke seluruh alam.Â
   Penerapan sistem ekonomi Islam oleh negara Islam benar-benar memungkinkan negara punya modal untuk menyejahterakan rakyat dan mewujudkan keadilan hidup bagi mereka secara orang per orang. Karena sistem ekonomi Islam mengatur soal mekanisme kepemilikan, pengelolaan, dan pengembangan kepemilikan, mengatur soal sistem moneter yang antikrisis karena berbasis pada emas dan perak, serta antiriba yang hari ini justru menjadi biang kerusakan.
   Salah satu contohnya, sistem ekonomi Islam menetapkan seluruh sumber daya alam yang jumlahnya melimpah ruah adalah milik seluruh rakyat yang wajib dikelola oleh negara untuk dikembalikan manfaatnya kepada rakyat. Haram bagi negara menyerahkan kepemilikannya kepada individu, apalagi kepada asing.
  Belum lagi sumber-sumber keuangan negara di dalam Islam tak hanya berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam  Ada juga sumber-sumber syar'i lainnya seperti dari ganimah, fay'i, kharaj, jizyah, rikaz, dan sebagainya yang jumlahnya juga melimpah ruah. Juga kepemilikan negara dan zakat yang pengeluarannya diatur oleh syarak.Â
   Tidak heran jika problem kemiskinan dalam sejarah peradaban Islam tak pernah ditemukan sebagai sebuah fenomena. Melainkan sebagai sebuah kasus yang penyebabnya bukan karena kebijakan struktural, melainkan karena kelalaian penerapan hukum oleh sebagian kecil penguasa atau karena faktor bencana alam.
    Dalam sistem Islam, negara benar-benar hadir sebagai pengayom rakyatnya. Bagaikan seorang ayah, negara atau penguasa mengurus dan menjaga seluruh rakyatnya dengan penuh kasih sayang, tanpa berhitung jasa, apalagi keuntungan. Segala bentuk pelanggaran atau kezaliman yang muncul dari kerakusan manusia, tercegah dengan sendirinya melalui penerapan sistem sanksi Islam.
     Alhasil, perlindungan sosial yang hari ini menjadi mimpi semua orang benar-benar mampu diwujudkan oleh sistem Islam. Karena kesejahteraan memang merupakan dampak penerapan hukum-hukum Islam, bukan proyek artifisial yang bersifat tambal sulam. Catatan sejarah tentang kesejahteraan hidup di bawah naungan Islam ini benar-benar terserak dalam catatan yang ditulis dengan tinta emas sejarah yang tidak mungkin dihapuskan.
   Apa yang terjadi pada masa Rasulullamah saw., juga penggalan-penggalan kisah kehebatan pengurusan dan penjagaan rakyat pada masa Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Aziz, dan khalifah-khalifah setelahnya, cukup menjadi bukti jaminan kebaikan dari penerapan sistem Islam. Sementara sejarah kehidupan pascahegemoni sekularisme kapitalisme global justru dipenuhi kisah tragis kesengsaraan, akibat penjajahan dan kerakusan negara-negara besar.
   Oleh karena itu, sudah saatnya umat kembali kepada sistem Islam, agar problem-problem kesejahteraan sosial, bahkan krisis mutidimensi lainnya bisa segera diselesaikan secara tuntas dari akar hingga ke cabang. Insyallah, tidak hanya umat Islam yang akan beroleh kebaikan, tetapi umat segera keseluruhan, bahkan semua makhluk semesta alam.
Allah Swt. berfirman,Â
Â
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS al-A'raf: 96).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H