Mohon tunggu...
Arjani Puspaningrum
Arjani Puspaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persoalan Perkawinan dalam Perspektif Hukum Perdata Islam Indonesia

27 Maret 2023   16:02 Diperbarui: 27 Maret 2023   16:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan Mengapa Pencatataan Perkawinan harus Dilakukan

Karena pencatatan perkawinan merupakan hal yang sangat penting didalam suatu perkawinan. Perkawinan dapat dikatakan sah menurut negara apabila perkawinan tersebut sudah dicatatkan. Dengan melakukan pencatatan perkawinan maka pasangan suami istri akan mendapat perlindungan hukum dan dapat menjamin perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. Dan apabila sudah melakukan pencatatan perkawinan maka pasangan tersebut akan mendapatkan akta nikah sah secara negara. Dan pernikahan mereka otomatis telah tercacat secara sah oleh negara. 

Pencatatan perkawinan merupakan salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang bersumber pada undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinna. Dalam peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia, eksistensi prinsip pencatatan perkawinan terkait dengan dan menentukan kesahan suatu perkawinan, artinya selain mengikuti ketentuan masing-masing hukum agamnya atau kepercayaan agamnya, juga sebagai syarat sahnya sutau perkawinan.

Oleh karena itu pencatatan dan pembuatan akta perkawinan merupakan suatu kewajiban dalam peraturan perundang-undangan perkwinan di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, kewajiban pencatatan dan pembuatan akta perkawinan menimbulkan makna hukum ambiguitas, karena kewajiban pencatatan dan pembuatan akta perkawinan dianggap hanya sebagai kewajiban administratif  belaka, bukan penentu kesahan suatu perkawinan, sehingga pencatatan perkawinan merupakan hal yang tidak terkait dan menentukan kesahan suatu perkawinna.

Meskipun perkawinan tersebut dilakukan menurut masing-masing ukum agamanya atau kepercayaan agamanya, tetapi tidak dicatat, perkawinan tersebut dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan yang tidak dicatat ini menyebabkan suami istridan anak-anak yang dilahirkan tidak memperoleh perlindungan hukum. Untuk itu, perlu dilakukan pembaharuan hukum pencatatan perkawinan melalui pendekatan kontekstual, sehingga dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap suami istri dan anak-anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan.  Maka dari Itu pencatatan perkawinan sangat penting untuk dilakukan.

Pendapat Ulama dan KHI tentang Perkawinan Wanita Hamil

  • Para Ulama sepakat bahwa perkawinan wanita hamil diluar nikah dengan laki-laki yang menghamilinya adalah sah. Ulama Mazhab yang empat (Hanafi,Maliki, Syafi'i, dan Hambali berpendapat bahwa pernikahn keduanya sah dan boleh bercampur sebagai suami istri, dengan ketentuan bila si pria itu menghamilinya dan kemudian ia dapat mengawininya.
  • Menurut KHI dalam BAB VIII Pasal 53 ayat (1),(2) dan (3)

  • Pasal 53 ayat (1) : Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.

  • Pasal 53 ayat (2) : Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1)n dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

  • Pasal 53 ayat (3) : Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

 

Hal Yang Dapat Dilakukan Untuk Mencegah Perceraian

Kemampuan untuk menjaga dan mempertahankan hubungan suami istri bukanlah suatu yang sifatnya given atau pemberian atau bawaan sejak lahir, semua ini perlu dipelajari dan difahami para pasangan calo suami dan istri melalui pembelajaran maupun pelatihan. Tingginya angka kasus perceraian yang ada si indoneisa sangatlah menjadi perhatian khusus dari pemerintah untuk menangani kasus tersebut supaya kasus perceraian bisa menurun. Peranan pemerintah sangatlah penting untuk membantu mengatasi angka kasus perceraian yang sangat tinggi. 

Namun pencegahan perceraian ini bisa lebih efektif jika peran masyarakat atau adat bisa membantu  untuk menangani kasus-kasus perceraian yang ada. Salah satunya dengan memaksimalkan ajaran ajaran yang ada pada adat istiadat itulah yang akan membentuk karakter terhadap para pasangan pasangan yang akan menikah. Suami istri adalah pasangan pribadi yang berbeda dan mereka hanya memiliki niatan untuk berusaha hidup selaras dengan pasangannya dalam berumah tangga. 

Jika tidak ada keterbukaan dalam hubungan rumah tangga untuk mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan tersebut , maka salah akan menjadi menumpuk. Banyak sekali  dalam hubungan rumah tangga menganggap sebuah permasalahan menjadi kecil, sehingga ia menyebabkan semakin hari masalah akan semakin banyak karna tidak ada niatan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan tersebut.  Maka dari itu sebaiknya kita harus dapat mengelola rumah tangga dengan baik, dengan penuh kasih sayang agar dapat tercipta keharmonisan dalam rumah tangga dan tidak adanya perceraian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun