Laman : https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/2442
Kata Kunci : Rule; Death penalty; Crime; Corruption
Pendahuluan : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 menekankan pentingnya kemampuan berdaya saing untuk kemajuan Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Untuk meningkatkan daya saing, reformasi di hukum dan aparatur negara menjadi fokus utama, termasuk pemberantasan korupsi. Pembangunan hukum juga menjadi bagian integral dari upaya ini, dengan tujuan meningkatkan kepastian hukum, penegakan hukum, hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kesejahteraan.
Korupsi dianggap sebagai masalah nasional yang perlu ditangani serius melalui pembaruan undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah dengan Nomor 20 Tahun 2001. Undang-undang ini memperkenalkan ketentuan pidana yang berbeda, termasuk ancaman pidana mati. Namun, penerapan pidana mati dalam kasus korupsi masih menjadi subjek polemik dan kontroversi di masyarakat.
Penelitian yang dilakukan menyoroti Pasal 2 ayat (2) dalam undang-undang tersebut, yang mengizinkan penjatuhan pidana mati kepada koruptor dalam keadaan tertentu. Penelitian ini juga mengkaji relevansi hukum Islam terkait penerapan pidana mati dalam konteks korupsi. Penegakan hukum terhadap koruptor dan pemberian pidana mati masih menjadi perdebatan, dan penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek hukum dalam undang-undang tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pidana mati.
Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian : Dalam jurnal ketiga ini, konsep atau teori yang digunakan untuk menjelaskan kejadian yang ada adalah menggunakan pasal 2 ayat (2) UU NO. 31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001. Selain menggunakan UU sebagai acuan dasar atau pedoman teori, di dalam jurnal ini menggunakan konsep atau teori dari zawajir dan jawabir. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kajian hukum penerapan ketentuan hukuman mati dalam undang-undang tindak pidana korupsi.
Metode Penelitian : Pada jurnal ini menggunakan objek hukum dari sistematika, sinkronisasi, perbandingan, dan sejarah hukum. Jurnal ini berjenis penelitian hukum normatif, Sumber utamanya adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa; Peraturan perundang-Undangan; Yurisprudensi; Traktat; Convensi yang sudah diratifikasi. Bahan hukum sekunder berupa: buku-buku ilmu hukum, jurnal ilmu hukum, laporan penelitian, artikel ilmiah, dan bahan seminar atau lokakarya. Menggunakan metode interprestasi. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan interprestasi dan penafsiran hukum untuk menganalisis dan menjelaskan baik fakta hukum maupun aturan hukum yang berlaku mengenai Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Analisis datanya menggunakan analisis yuridis normatif; yang dimaksudkan bahwa dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah menganalisis Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Hasil Penelitian : Korupsi di Indonesia merasuk ke berbagai sektor dan tingkatan pemerintahan, termasuk lembaga negara seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dampaknya sangat merugikan negara dan masyarakat secara luas, sering menjadi konsumsi publik melalui media massa. Pemerintah telah berusaha keras untuk memerangi korupsi, meskipun peringkat Indonesia dalam indeks persepsi korupsi tidak selalu memuaskan.
Korupsi telah terjadi di berbagai sektor, termasuk pajak dan belanja pemerintah, dengan beberapa kasus yang melibatkan pejabat pemerintah terkemuka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa korupsi berdampak signifikan pada tingkat kemiskinan, pengangguran, dan hutang luar negeri.
Meskipun korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa, hukuman mati belum pernah diterapkan dalam kasus korupsi di Indonesia. Ada syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi, seperti nilai uang yang dikorupsi melebihi Rp 100 miliar, pelaku korupsi adalah pejabat negara, dan pelaku telah berulang kali melakukan tindak pidana korupsi. Namun, hukuman maksimal yang pernah diberikan adalah seumur hidup.
Pendekatan terhadap hukuman mati dalam kasus korupsi melibatkan pertimbangan hak asasi manusia, efektivitas sebagai alat pencegahan, perlindungan terhadap kesalahan sistemik, tren internasional yang menuju penghapusan hukuman mati, dan kondisi khusus dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Keputusan terkait penggunaan hukuman mati dalam kasus korupsi masih menjadi perdebatan yang kompleks di Indonesia.