"Iya Mas" Saya manggut-manggut lagi. Maklum; fresh graduate seperti saya belum sepenuhnya paham dunia kerja. Lulus dengan nilai pas-pasan pun sudah lebih dari istimewa. Tak pernah terbayang sebelumnya; lulus kuliah bukannya pecah bisul di pantat. Tapi ternyata; bertambah gatal dan boroknya menyebar. Mesti pontang-panting cari kerjaan. Kirim sana-sini surat lamaran. Baca-baca koran iklan lowongan.
Jadi teringat ucapan Wak Haji Korsid; Kakak tertua ayah saya. "Tong. Percuma lo kuliah. Kalo akhirnya susah cari kerjaan. Banyak sarjana yang nganggur. Tuh liat; si Komar, anak gue. Lulus sekolah; gue kasih modal usaha. Dan sekarang; istrinya aja udah dua. Nah elo, dompet aja isinya surat tilang semua"
"Oh iya Kangmas. Gimana usahanya? Lancar?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. Rasanya; koq saya jadi ikut-ikutan pusing. Kerja. Susah. Sarjana. Sogok. Duarrr.
"Puji Tuhan. Dijalanin saja dulu Dikmas. Itu; motor gede si Dhani, terpaksa saya jual buat nombokin modal" jawab Mas Kusma setengah menunduk. Tangannya sedikit meremas sarung corak batiknya. Terdengar nadanya sedikit kecewa.
"Mobil baru ilang. Si Dhani gak lolos ujian. Usaha tambah seret. Komplit sudah" ujarnya mengeluh mendekati curhat. Istrinya; Mbak Areth; mengusap-usap punggung suaminya. "Sing sabar ya Pak". Kami pun saling diam. Menatap hanyut masing-masing pikiran di ruang kolbu yang terdalam. Sambil terus berdoa akan sebuah terang harapan.
"Selamat Pagi semua..." ucap sedikit keras dari sebuah suara di luar pagar halaman depan. Pak Lurah ternyata; tangannya menenteng tas kulit banyak lembar kertasnya. Dan seperti biasa; kopiah hitam dengdek nya hanya mampu menutup sebagian kepala yang rambutnya sudah memutih semua.
"Gimana-gimana Mas Kusma. Ingat rencana kita kemaren sore" tanya Pak Lurah masih berdiri di sana. Mas Kusma pun tersenyum dan mengangguk.
"Jadi dong Pak. Itu kesempatan besar" jawabnya.
"Ya sudah. Nanti sore kita bicarakan lagi. Sekalian ajak si Jaka. Sepertinya kita butuh bantuan dari anak muda satu ini" lanjut Pak Lurah. Saya cuma tersenyum. Bantuan apa ya; pikir saya. Pak Lurah pun langsung pamit, kembali berjalan kini sedikit terpogoh mengejar jam apel pagi di kantor balai desa.
"Jadi gini lho. Pak Lurah ngajak saya join usaha. Intinya; kita mau usaha dari limbah yang dibuang sama Pabrik sana" ungkap Mas Kusma.
"Limbah? Bau dong?" tanya saya bloon. Mas Kusma tersenyum. Sebentar saja; dia menyulut batang kretek ke-5 nya pagi ini.