Mohon tunggu...
Ariyanti Yusnita
Ariyanti Yusnita Mohon Tunggu... Dokter -

Proud to be me

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Upaya Preventif yang Kalah Populer

26 Mei 2018   09:36 Diperbarui: 26 Mei 2018   09:42 2575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (thinkstockphotos)

Apakah yang dimaksud upaya preventif ? Dalam urusan kesehatan, upaya preventif adalah segala upaya yang ditujukan kepada peningkatan derajat kesehatan dengan cara mencegah terjadinya suatu penyakit. Di sisi lain, ada pula yang dinamakan upaya kuratif-rehabilitatif, yaitu upaya untuk mengobati suatu penyakit dan mengembalikan fungsi / kondisi tubuh seperti semula.

Saya begitu tergugah untuk mengajak kita refleksi tentang hal ini. Bukan hanya karena ketertarikan saya yang besar terhadap upaya preventif, tapi juga berharap pemerintah dan masyarakat kita kembali sadar akan betapa penting dan mendesaknya langkah pencegahan dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan. Mengingat, titik tumpu urusan kesehatan di negara kita nampaknya masih pada upaya kuratif-rehabilitatif. Sengaja memasang judul bernada satir, - ya...upaya preventif kelihatannya kalah populer.

Sebagian besar penyakit, baik menular maupun tidak menular sesungguhnya bisa dicegah. Pencegahan ini dapat bersifat primer (mencegah penyakit terjadi), maupun sekunder / tersier (mencegah agar penyakit tidak bertambah berat atau berkomplikasi). Meskipun, bila kita mempelajari penyebab suatu penyakit, ada faktor / kondisi yang tidak bisa dicegah, seperti usia, ras, jenis kelamin, genetik. 

Namun berita baiknya, kita masih bisa mengubah faktor-faktor yang bisa dicegah, seperti pengendalian vektor penyakit, peningkatan kualitas gizi dan lingkungan sehat, perubahan kebiasaan, dan lain sebagainya.

Saya sendiri sebagai seorang praktisi medis, harus mengakui masih minimnya program dan upaya dalam hal pencegahan. Sebagai contoh, masih sedikitnya tayangan di media massa, medsos, papan billboard, atau brosur-brosur yang tersebar di masyarakat yang menekankan pencegahan. Sejauh pengamatan saya, masih banyak tenaga kesehatan yang melupakan edukasi atau sosialisasi ke masyarakat tentang prevensi penyakit, bahkan sebagian besar praktisi medis hanya berfokus pada upaya kuratif saja.

Bila kita lihat anggaran pembiayaan kesehatan di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), cukup besar rupiah yang tersedot untuk pengobatan penyakit kronik degeneratif, seperti penyakit jantung dan stroke, yang sebenarnya pun bisa dicegah. Tentu saja hal itu tidak salah, langkah pengobatan dan rehabilitatif harus tetap berjalan, hanya kiranya janganlah menyepelekan langkah promotif dan preventif.

Mengapa upaya preventif ini begitu sulit dilakukan, enggan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari ? Karena masyarakat kita tidak terbiasa menerapkan pola pencegahan, dan mungkin karena memang tidak dibiasakan sejak dini. Sebagai contoh, tidak sedikit orangtua di Indonesia lebih kuatir bila anaknya tidak bisa membaca-menulis-berhitung, dibanding bila anaknya tidak disiplin dengan membuang sampah sembarangan. Atau contoh lain, masyarakat kita seringkali lebih suka (bahkan bangga) mengkonsumsi aneka merk terkenal junkfood, daripada makanan yang sehat dan bergizi.

Gambaran lain yang paling umum adalah tentang kebiasaan merokok. Kita tahu dampaknya, bahkan di bungkus rokok tertera peringatan dan gambar mengerikan penyakit akibat rokok. Tetapi lihatlah, semakin hari jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat, bahkan sudah menyentuh usia-usia yang lebih muda. Belum lagi kalau kita menengok program Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang digemakan pemerintah, menjadi sesuatu yang mudah dikatakan tetapi sulit dipraktikkan, bahkan mungkin oleh kita sendiri yang bergelut di bidang kesehatan.

Memang ada faktor yang membuat upaya preventif kurang populer. Pertama, dana yang dianggarkan di sektor ini kadangkala kecil sekali, baik di instansi pemerintah atau swasta. Sehingga tidak mendukung pelaksanaan di lapangan yang pastinya membutuhkan dana cukup. Juga tidak ada fokus khusus pada pencegahan yang terintegrasi, meski secara manajemen unitnya ada. Pada akhirnya upaya preventif akan seperti program tempelan saja, sekedar formalitas, bukan sesuatu yang sepenuh hati dipraktikkan, dan menjadi gaya hidup.

Hal kedua adalah cara pandang masyarakat dan tenaga kesehatan sendiri yang cenderung memandang upaya ini sebelah mata, menganggapnya rumit dan kurang menarik. Sebab harus diakui, program seperti edukasi, sosialisasi, penyuluhan, konseling, sangat membutuhkan konsistensi dan kesabaran. Upaya ini tidak akan berhasil bila hanya sesekali dilakukan, tapi harus disuarakan berulang-ulang lewat cara apapun. Para sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan harus tak jemu-jemu untuk mengatakan dan mempraktikkan, mereka pun sejatinya berperan sebagai teladan. Ya, memang tidak mudah, karena hal ini berkaitan dengan membentuk atau mengubah pola pikir, perilaku, mental, dan kebiasaan seseorang.

Alangkah baiknya bila kita sama-sama berkomitmen mengangkat upaya preventif ini sebagai upaya utama dari penanganan masalah kesehatan di negara kita, di samping upaya kuratif-rehabilitatif. Setidaknya ada langkah-langkah yang bisa ditempuh. 

Di level atas, pemerintah pusat dan daerah selayaknya mengalokasikan anggaran yang cukup untuk langkah-langkah promosi dan pencegahan penyakit. Menggencarkan iklan-iklan layanan masyarakat yang kreatif dan mudah diingat, dan mesti dilakukan secara konsisten dan kontinyu. Regulasi dan pengawasan yang jelas juga harus dibuat.

Kita bersyukur bahwa ada dukungan dan komitmen Menkes kita Nila Djuwita F. Moeloek, untuk mengutamakan pelayanan promotif dan preventif. Ini tercetus dalam pidatonya di beberapa kali kesempatan. Nampak pula dari meningkatnya anggaran APBN program kesehatan di bidang preventif sebesar hampir 100% di tahun 2015 lalu. Namun sekali lagi, dana lebih besar pun tidak akan berguna efektif bila pelaksanaan dan tenaga pelaksananya tidak berpikir konsep "mencegah lebih baik daripada mengobati".

Di tingkat institusi-institusi penyedia layanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik, apotek, laboratorium, sarana rehabilitasi, dll), secara rutin harus memprogramkan kegiatan preventif dalam kuantitas dan kualitas yang baik, bahkan bila perlu menjadikannya sebagai program unggulan.

Para tenaga kesehatan sebaiknya dengan penuh kesadaran berkomitmen secara rutin sosialisasi dan penyuluhan ke warga di sekitar, baik secara lisan maupun tertulis. Mulai dari dokter hingga tenaga paramedis lainnya, seharusnya aktif memberi edukasi dan konseling ke setiap pasien yang ditangani. Aktif menyuluh di kesempatan apapun kepada masyarakat luas, bahkan menulis rubrik / artikel / brosur-brosur tentang kesehatan yang membuka wawasan pikiran.

Dalam bidang pendidikan, sejak dini anak-anak harus diperkenalkan konsep preventif, baik di keluarga maupun sekolah formal / non-formal. Menerapkan kebiasaan dan perilaku sehat harus sudah ditanamkan sejak anak dapat mengerti dan bisa diajar. Sebab bagaimanapun membentuk nilai, konsep, kebiasaan, serta perilaku, akan selalu lebih mudah ketika mereka masih anak-anak / remaja. 

Sebagai contoh praktis, langkah preventif yang bisa dilakukan dan secara dini diajarkan pada anak adalah tentang kebersihan pribadi & lingkungan, makan makanan sehat, juga kebiasaan-kebiasaan sehat seperti membuang sampah pada tempatnya.

Contoh upaya preventif lainnya, menghindari rokok karena keniscayaan dampak buruknya. Tidak membuang ludah, bersin, atau batuk sembarangan, yang dapat menjauhkan berbagai penyakit menular. Mengurangi konsumsi makanan junkfood yang akan menghindarkan dari penyakit-penyakit metabolik / kronik degeneratif. Memberi balita gizi yang cukup sebagai modal perkembangan tubuh dan kecerdasan otak mereka.

Coba bayangkan, betapa banyaknya keuntungan yang bisa dipetik bila program pencegahan penyakit ini berhasil. Anggaran bidang kesehatan yang sebagian besar habis untuk pengobatan bisa sangat dipangkas, dialihkan ke sektor-sektor utama lainnya. 

Kualitas SDM akan meningkat karena derajat kesehatan meningkat. Usia harapan hidup pun turut naik. Akan dihasilkannya generasi bangsa yang sehat, cerdas, aktif, dan produktif, yang berdampak pada kemajuan pembangunan di berbagai sektor. Secara keseluruhan, kualitas sumber daya kita akan naik sejalan dengan majunya sebuah bangsa.

Tidak rumit, bila kita lakukan dengan kesadaran dan kerelaan hati, toh keuntungan dari semua upaya itu akan kita petik. Dengan langkah-langkah preventif, angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang bisa dicegah akan berkurang. Sumber daya manusia Indonesia menjadi berkualitas, secara kognitif maupun karakter, dan pada akhirnya pembangunan di negara kita jauh lebih meningkat karena aset SDM-nya yang baik.

Sekali lagi, gugahlah kesadaran, celikkan mata, lihatlah bahwa upaya pencegahan bukan sekedar perlu, tetapi penting, bahkan mendesak. Bila kita berpikir sama, maka pasti langkah baik ini tidak lagi dipandang sebelah mata, dianggap rumit, atau kurang menarik. 

Tentu saja, tidak lagi kalah populer, karena semua melihat betapa berharganya kesehatan. Belum terlambat untuk memulai dari sekarang, dan dari diri kita sendiri. Berharap ini bukan hanya "angan tak sampai". Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun