Suka sambel terasi atau suka menambahkan terasi pada bumbu masakan di rumah? Hampir sebagian masyarakat kita tentu akan menjawab iya, karena terasi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bumbu masak masakan Indonesia terutama penduduk di pulau Jawa.Â
Rasa masakan yang ditambahkan terasi tentu enak, namun tidak dengan baunya, dan kali ini saya akan menceritakan kunjungan ke pulau penghasil terasi yaitu Pulau Halang, yang terletak  di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir.
Sempat tertunda tiga tahun karena pandemi, akhirnya tahun ini saya bisa kembali berkunjung ke Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Berbeda dengan saat terakhir kali berkunjung ke kota ini tahun 2012, waktu tempuh perjalanan dari Pekanbaru menuju Bagansiapiapi berkurang hampir setengahnya karena adanya tol Pekanbaru-Dumai.Â
Tiba di Bagansiapiapi setelah empat jam perjalanan menggunakan mobil, saya melihat perubahan yang luar biasa dari kota kecil ini dibanding 11 tahun yang lalu.Â
Kota yang dulunya sepi dan tertinggal, sekarang terlihat ramai, ada banyak hotel, ada mini market, ada gedung pertemuan megah, bangunan rumah dan pertokoan juga sudah terlihat permanen dan bagus, meskipun di beberapa wilayah, masih terlihat rumah-rumah yang terbuat dari papan yang merupakan bentuk rumah zaman lampau.
Kunjungan ke Bagansiapiapi kali ini bertepatan dengan momen Ceng Beng, yaitu momen warga keturunan tionghoa ziarah ke makam orang tua/leluhur untuk mengingat dan menghormati orang tua sebagai wujud bakti baik saat masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, sehingga kota ini cukup ramai, tempat kuliner dipadati oleh perantau yang kembali pulang kampung, Â dan hotel-hotel pun terisi penuh.
Pulau Halang Penghasil Terasi
Untuk menuju Pulau Halang dari Kota Bagansiapi-api kami harus menyeberangi laut dengan menggunakan kapal kayu kurang lebih satu jam perjalanan dengan ongkos Rp 75.000,- per orang. Selain kapal kayu besar, ada juga kapal-kapal kecil dan speedboat yang dapat disewa bila ingin lebih cepat sampai kesana.
Kehidupan di Pulau yang dikelilingi oleh laut dangkal ini hanya mengandalkan pasokan bahan makanan dari kota Bagansiapiapi, dan dengan kapal kayu besar (mereka menyebutnya kapal ferry) orang Bagansiapiapi membawa barang dagangan seperti sayur mayur, buah, ikan, ayam, dan bahan-bahan kebutuhan lainnya untuk kemudian dijual disana. Mereka berjualan hanya selama kurang lebih 5 jam kemudian kembali pulang dengan kapal yang sama ke Bagansiapiapi.
Tiba di Pulau Halang, bau terasi langsung menyengat di hidung, dan panas terik dimanfaatkan warga untuk menjemur hasil tangkapan laut, seperi ikan, udang dan belacan (terasi). Penduduk pulau ini kurang lebih 700 jiwa yang terdiri dari berbagai suku dan agama, dan mereka  hidup dengan rukun.
Untuk aktivitas keagamaan, di Pulau Halang yang kecil ini, terdapat Kelenteng/Vihara, Masjid dan Gereja. Untuk kesejahteraan penduduk, sudah ada fasilitas kesehatan, pendidikan dan keamanan seperti puskesmas, dinas kesehatan, sekolah dan kantor keamanan.
Rumah dan bangunan di Pulau Halang umumnya berbentuk rumah panggung yang terbuat dari papan, yang cukup berisiko terkena air pasang laut.Â
Usaha mata pencaharian penduduk di pulau ini berkaitan dengan hasil laut, baik terasi/belacan, udang maupun ikan. Namun ada juga yang membuat perahu untuk menangkap ikan.Â
Hasil tangkapan nelayan kemudian dijemur di bawah matahari, kemudian dipilih dan dipisahkan sesuai hasil jenis dan kualitasnya. Semua hasil tangkapan diolah sedemikian sehingga tidak ada yang dibuang, sebagai contoh, hasil tangkapan udang yang sudah dijemur akan dipilih sesuai ukuran, dari ebi besar, ebi kecil, Â rebon dan sisanya menjadi pelet untuk umpan pancing ikan.
Kualitas terasi yang dihasilkan pun berbeda-beda, tergantung jenis tangkapan yang diperoleh dan mereka hanya memproduksi sampai menjadi bubuk halus saja, kemudian menjual hasil produksi mereka untuk dicetak dan dikemas.
Karena terbatasnya fasilitas pendidikan dan pekerjaan yang ada di pulau ini, anak muda pulau Halang umumnya akan merantau untuk melanjutkan pendidikan dan kemudian bekerja, dan umumnya setelah merantau mereka tidak lagi tinggal di pulau tersebut, sehingga umumnya rumah-rumah disana hanya banyak dihuni oleh orang tua atau dibiarkan kosong bila orang tua sudah meninggal dunia.
Sama dengan di Bagan Siapiapi, air yang dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari adalah air hujan yang ditampung, karena tidak memungkinkan untuk memanfaatkan air tanah. Â Untuk yang ingin berkunjung dan menginap, tersedia tempat menginap dengan harga terjangkau.Â
Setelah berkunjung ke pulau ini, jangan lupa baju yang dipakai harus langsung dicuci, karena bau terasi tidak seharum sambel terasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H