Ada lima definisi yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online mengenai rasa; 1. Tanggapan indera terhadap rangsangan terhadapat indera, manis, pahit, masam untuk indera perasa, panas, dingin, nyeri terhadap indera perasa. 2. Apa yang dialami oleh badan. 3. Sifat rasa suatu benda. 4. Tanggapan hati terhadap sesuatu. 5. Pendapat (pertimbangan) mengenai baik atau buruk, salah atau benar. Dari kelima definisi tersebut yang menarik untuk dibahas tentu definisi ke empat dan lima, karena disebutkan bahwa rasa berhubungan dengan hati dan pendapat atau pertimbangan yang berkaitan dengan pikiran.
Rasa yang melibatkan hati dan pikiran bersifat subyektif, tidak seperti rasa pada definisi pertama, dimana semua orang akan  merasakan hal yang sama terhadap sesuatu dan sepakat untuk menyimpulkannya, seperti rasa gula itu manis, rasa garam itu asin. Karena bersifat subyektif, maka rasa yang melibatkan hati dan pikiran hanya akan dirasakan oleh orang tersebut namun kemungkinan dapat berdampak kepada orang lain bila ‘dibumbui’ dengan awalan me,  yaitu merasa.
Merasa benar, merasa dianaktirikan, merasa rindu, merasa dicintai, merasa lemah, merasa miskin, merasa tidak percaya diri, merasa jelek, merasa pintar, merasa cantik dan masih banyak merasa lainnya yang sering kali menjadi penyebab hadirnya hal-hal negatif seperti kegaduhan, pertengkaran, perselisihan, kesedihan, namun sekaligus dapat pula membuat seseorang senang, bahagia dan gembira.
Merasa = Meraba-raba Rasa
Awalan me pada rasa sama dengan meraba-raba rasa, menduga-duga apa yang sedang terjadi dan akhirnya mengambil kesimpulan sendiri. Sebagai contoh, seorang warga melapor kepada petugas keamanan saat melihat ada orang yang  lama-lama berdiri di depan rumahnya melalui CCTV. Tindakannya melapor karena merasa takut bahwa orang yang berdiri di depan rumahnya akan melakukan tindak kejahatan terhadapnya. Setelah petugas keamanan datang, diketahui bahwa orang tersebut sedang menunggu temannya yang sedang ada keperluaan di salah satu rumah yang tidak jauh dari tempat tinggal yang melapor.
Tergantung Pikiran
Merasa takut pada contoh yang saya berikan diatas hadir karena adanya pikiran negatif terhadap orang tersebut yang kemudian membuat orang tersebut berkesimpulan bahwa orang tersebut patut dicurigai dan akhirnya mengambil tindakan untuk melaporkan.
Contoh yang paling menarik dibahas untuk kasus merasa ini bila terjadi pada hubungan pribadi, seperti hubungan kekasih atau suami istri, karena umumnya akan menimbulkan konflik yang sebenarnya tidak harus terjadi bila dikomunikasikan dengan baik, misalnya seorang gadis merasa bahwa kekasihnya sudah tidak cinta lagi dan curiga tertarik dengan gadis oleh karena kekasihnya itu tidak lagi bisa dihubungi setiap saat seperti dulu. Karena kecurigaannya itu, secara diam-diam gadis itu mulai mengawasi setiap gerak-gerik kekasihnya, seperti memantau media sosial secara detail, memerika last seen whatsapp setiap jam, bahkan diam-diam atau terang-terangan meminta ponsel kekasihnya untuk dilihat.
Tindakan sang gadis yang tiba-tiba menjadi posesif tentu akan berpengaruh pada kekasihnya yang merasa tidak melakukan kesalahan, namun merasa dicurigai dan akhirnya akan berujung pada kandasnya hubungan. Padahal bila dikomunikasikan dengan baik, yakni sang gadis mau bertanya mengapa kekasihnya tidak dapat dihubungi seperti dulu dan sang kekasih juga mau bercerita bahwa kondisi pekerjaannya saat ini membuatnya tidak bisa bebas menjawab chat atau telepon, tentu jalan cerita hubungan mereka akan berbeda.
Mempengaruhi Orang lain dan Diri Sendiri
Dampak me pada rasa cenderung bersifat pribadi, namun akan berdampak pada orang lain, contohnya :
Orang yang merasa dirinya pintar, cenderung menjadi sombong karena menganggap dirinya lebih tahu banyak hal dibanding orang lain, dan tidak mau menerima pendapat orang lain, akibatnya akan memicu konflik dengan orang lain karena orang yang merasa pintar belum tentu pintar, dan gagasan yang disampaikan pun belum tentu benar.
Orang yang merasa miskin, merasa bodoh, merasa jelek, merasa hina cenderung akan menjauhkan diri dari komunitas atau teman-temannya karena beranggapan bahwa teman-temannya tidak mau menerima atau terpaksa menerima kehadirannya, padahal pada kenyataannya belum tentu apa teman-temannya seperti itu.
Berpikir Postif
Karena ‘merasa’ berkaitan erat dengan pikiran maka yang perlu dikendalikan terlebih dahulu tentu pikiran. Pikiran yang positif tentu akan menghasilkan keluaran positif di dalam hati  dan tentu akan menghasilkan tindakan yang positif pula.
Contohnya pada kasus sang gadis yang mencurigai kekasihnya tersebut diatas, bila ia berpikir positif bahwa perubahan sikap sang kekasih bukan karena ada yang lain dan mau bertanya tentu sang kekasih juga tidak akan merasa dicurigai dan tetap nyaman menjalin hubungan.
Tidak Selalu Perlu Me pada Rasa
Pada kasus tertentu, me pada rasa tentu diperlukan, contohnya merasa dicintai, merasa disayang, merasa diperhatikan, dan hal ini tentu pada harus pada hal-hal pada hal-hal yang positif, sehingga dengan merasa disayang dan dicintai terutama oleh orang yang dicintai dan disayangi, akan membuat kita bahagia dan tentu akan berdampak positif pada orang disekitar.
Tetapi, untuk hal-hal yang akan berdampak negatif pada diri sendiri dan orang lain, kita harus belajar untuk tidak merasa atau bila perlu membiarkan akhiran kan menemaninya terlebih dahulu baru dapat mengambil kesimpulan secara tepat dan mengambil tidakan yang tepat pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H