Mohon tunggu...
Ariyani Na
Ariyani Na Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Hidup tidak selalu harus sesuai dengan yang kita inginkan ... Follow me on twitter : @Ariyani12

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Bacang untuk Chika

6 Juni 2016   10:59 Diperbarui: 7 Juni 2016   11:20 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga ikat daun bambu terlihat di keranjang belanja mama, artinya sebentar lagi Mey akan makan bacang buatan mama. Kegiatan membuat bacang ini selalu dilakukan mama satu hari sebelum perayaan Peh Cun yang jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek.

Bacang buatan mama berbeda dengan bacang  yang dijual di toko kue ataupun penjual keliling, ada potongan telur asin di dalam isinya selain campuran daging ayam cincang dan jamur. Bukan hanya isi yang spesial, nasi pembungkus isi yang terdiri dari campuran beras dan ketan pun terasa lembut dan gurih.

Sudah menjadi tugas Mey untuk merebus, membersihkan hingga mengeringkan kembali daun-daun bambu itu, sementara mama sibuk menyiapkan bahan-bahan isinya.

Tahun lalu, setelah meninggalnya papa, Mey pernah menyarankan agar mama tidak perlu lagi repot membuat bacang, cukup membeli yang sudah jadi saja, tetapi mama bersikukuh untuk mempertahankan tradisi ini dengan memberikan alasan yang sangat masuk akal.

Tahun ini, Peh Cun akan jatuh di bulan Ramadhan, mama ingin bacang bisa matang tidak terlalu malam, hingga bisa langsung diantar  dan bisa untuk makan sahur bagi yang berpuasa.

--

"Kamu gak capek mengantar bacang setelah pulang kerja, Mey?"

"Gak Ma, tapi Mey boleh makan 1 bacang dulu khan? Hmmmm wanginya itu loh, gak nahan." jawab Mey sambil menggandeng mama menuju dapur.

Bacang yang baru saja diangkat dari panci rebusan diambil mama dan disiapkan di atas piring. Tali pengikat bacang digunting untuk melepas bungkusnya, dan harum aroma isi bacang semakin membuat cacing di perut Mey berebut minta diisi.

"Pelan-pelan Mey makannya, panas." dengan tersenyum mama mengingatkan anak gadisnya yang sedang melahap sendok demi sendok bacang yang masih mengeluarkan asap.

"Enak banget Ma, top deh bacang mama." seru Mey masih dengan mulut penuh sisa suapan terakhir.

--

Tidak banyak rumah yang dikunjungi Mey, hanya beberapa tetangga sekitar yang jaraknya masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan terakhir rumah om wisnu, adik papa yang jaraknya cukup jauh.

Jalanan terlihat agak sepi, tidak ada tanda-tanda persiapan menyambut Peh Cun seperti biasanya. Sungai di bawah jembatan pun masih terlihat kosong, tidak ada perahu dan lampion yang menghiasi.

Selama perjalanan, kenangan melihat perayaan Peh Cun bersama papa mulai kembali menghiasi pikiran Mey dan baru terhenti saat Mey tersadar ada sosok yang tiba-tiba melintas cepat di depannya yang membuat Mey spontan  menginjak rem secara mendadak.

Keterkejutan Mey bertambah karena tiba-tiba sosok itu mengetuk kaca pintu mobil sebelah kiri. Mey memperhatikan sekeliling, jalanan sepi, perasaan was-was mulai menghantui dan membuat Mey ragu memutuskan, apakah akan membuka pintu kaca mobilnya atau tidak. Diperhatikannya sekali lagi wajah sosok itu, terlihat masih muda dan gemetar ketakutan.

"Sebentar ya, saya pinggirkan dulu mobilnya ." seru Mey setelah membuka sedikit kaca mobilnya.

Setelah berada di posisi aman, Mey memberanikan diri turun dan menghampiri sosok wanita itu.

"Tolong saya kak, tolong bawa saya segera pergi dari sini, saya takut orang-orang itu ngejar saya lagi." dengan suara gemetar wanita muda usia belasan ini memohon bantuan Mey.

Mey membuka pintu mobil, mengajaknya masuk, dan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. 

Mey terdiam, sesekali melihat gadis di sebelahnya yang masih tampak gelisah dengan berkali-kali melihat arah belakang.

“Saya harus mengantarmu kemana, Dek?” Mey mulai membuka pertanyaan

“Aku boleh pinjam henpon kakak? Tas dan henpon-ku tertinggal waktu aku lari dari mereka?” masih dengan gemetar gadis itu bersuara

“Boleh, ini pakai saja.” jawab Mey seraya menyerahkan ponselnya

Tidak lama kemudian tampaknya gadis ini berhasil menghubungi keluarganya, dan terdengar sambil menangis bercerita bahwa dia tertipu oleh teman yang berjanji mengajaknya kopdar dengan sebuah komunitas yang belum lama diikuti. Dia dibawa ke sebuah tempat yang disebut markas komunitas yang ternyata sebuah rumah kontrakan yang dihuni laki-laki  pengangguran dan pemabuk.

Chika, sepertinya itu nama gadis yang masih terus menangis menelepon ibunya, sementara Mey bingung harus kemana membawa gadis ini.

“Kakak tolong antar aku ke kantor polisi sebrang mall WTC, nanti papa sama mama akan nyusul aku kesana.”

“Ok.” tanpa pertanyaan apa-apa Mey segera memutar arah menuju kantor polisi yang dimaksud.

Setibanya di kantor polisi, tampak orang tua Chika sudah menunggu di halaman. Melihat orang tuanya, Chika langsung keluar dari mobil dan berlari memeluk Ibunya. Rasa haru menyelimuti hati Mey menyaksikan pemandangan itu.

Mey keluar menghampiri Chika dan kedua orangtuanya, setelah berkenalan dan mendapatkan ucapan terima kasih Mey pamit sambil menyerahkan bacang milik om wisnu dan sebotol minuman untuk Chika.

“Ini bacang buatan mama kakak, makan ya, sepertinya kamu sangat lapar dan lelah.”

“Makasih Kak.” spontan Chika memeluk Mey dengan penuh rasa terima kasih.

Mey pamit sekali lagi untuk kembali pulang ke rumah.

“Aku yakin mama dan om wisnu juga akan merelakan bacang itu untuk Chika.” pikir Mey sambil terus melanjutkan perjalanan.

--

Cerita tentang Mey Sebelumnya

Semangkuk Onde untuk Mama 

Selamat Natal, Non! 

Kejutan di Malam Tahun Baru 

Bukan Isi dalam Angpao

Bukan Karena Hari Valentine 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun