--
Tidak banyak rumah yang dikunjungi Mey, hanya beberapa tetangga sekitar yang jaraknya masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan terakhir rumah om wisnu, adik papa yang jaraknya cukup jauh.
Jalanan terlihat agak sepi, tidak ada tanda-tanda persiapan menyambut Peh Cun seperti biasanya. Sungai di bawah jembatan pun masih terlihat kosong, tidak ada perahu dan lampion yang menghiasi.
Selama perjalanan, kenangan melihat perayaan Peh Cun bersama papa mulai kembali menghiasi pikiran Mey dan baru terhenti saat Mey tersadar ada sosok yang tiba-tiba melintas cepat di depannya yang membuat Mey spontan menginjak rem secara mendadak.
Keterkejutan Mey bertambah karena tiba-tiba sosok itu mengetuk kaca pintu mobil sebelah kiri. Mey memperhatikan sekeliling, jalanan sepi, perasaan was-was mulai menghantui dan membuat Mey ragu memutuskan, apakah akan membuka pintu kaca mobilnya atau tidak. Diperhatikannya sekali lagi wajah sosok itu, terlihat masih muda dan gemetar ketakutan.
"Sebentar ya, saya pinggirkan dulu mobilnya ." seru Mey setelah membuka sedikit kaca mobilnya.
Setelah berada di posisi aman, Mey memberanikan diri turun dan menghampiri sosok wanita itu.
"Tolong saya kak, tolong bawa saya segera pergi dari sini, saya takut orang-orang itu ngejar saya lagi." dengan suara gemetar wanita muda usia belasan ini memohon bantuan Mey.
Mey membuka pintu mobil, mengajaknya masuk, dan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
Mey terdiam, sesekali melihat gadis di sebelahnya yang masih tampak gelisah dengan berkali-kali melihat arah belakang.
“Saya harus mengantarmu kemana, Dek?” Mey mulai membuka pertanyaan