[caption caption="Gambar bikin sendiri"][/caption]
Empat belas Februari sepertinya menjadi tanggal keramat bagi pasangan yang sedang menjalin kasih, bukan hanya orang dewasa bahkan kaum remaja juga antusias menyambutnya. Jauh hari sebelumnya, mereka sudah mengagendakan tanggal itu sebagai momen menyatakan dan menunjukkan rasa cinta satu sama lain. Dunia maya akan dipenuhi beraneka gambar coklat, bunga Mawar, boneka, foto-foto mesra serta ucapan selamat Valentine.
Bagi Mey, tanggal 14 Februari juga menjadi tanggal yang tidak pernah dilupakan, sayangnya bukan untuk sebuah kenangan indah tetapi sebuah peringatan akan penyebab dirinya kehilangan sahabat baik, Dena.
Dena yang pintar dalam urusan pelajaran sekolah ternyata sangat bodoh dalam urusan cinta, Ia harus kehilangan kegadisan saat masih duduk di SMU kelas 2, hanya karena rayuan setangkai bunga mawar dan sebuah cincin tanda cinta di hari Valentine.Â
Ketakutan untuk berterus terang kepada Ibu dan ayahnya yang selama ini hanya fokus pada prestasi di sekolah, membuat Dena frustasi dan akhirnya memilih menghabisi nyawanya sendiri dengan meminum obat tidur over dosis.
Sejak Itu, Valentine bukan lagi hari istimewa untuk Mey, bahkan ajakan makan malam di luar rumah dari Mika, yang saat Itu masih menjadi kekasihnya selalu ditolak. Mey memilih untuk mengajak Mika makan malam di rumah bersama keluarganya.
---
Tahun ini, tanggal 14 Februari jatuh tepat di hari minggu, dan menjadi hari  terakhir Mey menikmati cuti Imlek. Tidak ada rencana kegiatan istimewa untuk mengisi hari minggu ini kecuali beribadah bersama mama di gereja.Â
"Ting." suara ponsel Mey berbunyi
"Malam ini sudah punya acara, Mey?"
Sebuah pesan dari Fernando, masuk melalui WhatsApp.
Jantung Mey seketika berdetak cepat, rasa penasaran mulai menghantui pikiran dan bunga-bunga mulai muncul dihati.
"Gak punya, Pak." Mey membalas singkatÂ
"Mama ada di rumah juga nanti malam?" balasan pesan Fernando masuk
Â
"Ooh .. Nyari mama, mungkin mau kiong hie." Gumam Mey dalam hati dan bunga-bunga yang sempat hadir di hati Mey segera menghilang.
"Ada kok Pak, kami gak ada rencana kemana-mana setelah pulang gereja." Balas Mey dan setelah itu tidak ada balesan pesan lagi dari Fernando.
--
Jarum pendek jam sudah menunjuk angka 5 sore. Masakan untuk makan malam sudah selesai disiapkan, hanya tinggal dipanaskan dan dihidangkan di meja bila saatnya tiba.
Meskipun kedatangan Fernando untuk menemui mama, tetapi Mey tetap menyiapkan diri menyambut kedatangan bosnya yang tak lagi rese.
Kaos warna merah, dipadu dengan rok lebar berwarna hitam, pas sekali membungkus tubuh Mey yang mungil. Polesan bedak dan goresan tipis lipstik berwarna pink menyempurnakan cantiknya wajah oriental Mey.
"Ting" sebuah pesan masuk dari Dea, teman kuliah Mey.
"Mey, elo dimana? Mika kecelakaan, butuh donor darah, golongan darah elo sama khan sama Mika?"
"Mika kecelakaan? Butuh darah?" Mey mulai bingung dan gugup, perasaan sakit hati kembali menyelimuti Mey karena teringat pengkhianatan yang pernah dilakukan Mika setahun yang lalu.Â
"Donor darah? Haruskah aku menolong Mika? Kenapa harus aku?"Â Pertanyaan demi pertanyaan hadir mengisi pikiran Mey.
Mey diam sejenak untuk berpikir, kemudian berjalan berputar-putar sambil terus berpikir. Tidak lama kemudian, diambilnya ponsel yang tergelatak diatas tempat tidur, Â dan segera menghubungi Dea.
"Hallo De, Mika di rumah sakit mana?" kemudian diam mendengarkan jawaban Dea.
"Ok, gue ke sana sekarang." Lanjutnya dan segera berjalan keluar kamar menemui mama.
Setelah menceritakan maksud kepergiannya kepada mama, Mey segera mengendarai mobilnya menuju rumah sakit tempat Mika di rawat.
--
"Mika di ruang ICU, belum bisa dibesuk. Elo jadi donor Khan? Ayo ikut gue." dengan gaya paniknya, Dea membrondong Mey tanpa memberi kesempatan menjawab.Â
Tanpa mengucapkan apa-apa Mey melangkah mengikuti Dea dan melakukan apa yang diinstruksikan. Setelah semua selesai, mereka menuju cafetaria rumah sakit.
Sambil menikmati susu hangat dan bubur ayam, Mey mendengar cerita Dea mengenai penyebab kecelakaan dan bagaimana kehidupan Mika setelah putus dengan Mey.
"Mika masih cinta sama elo Mey, dia bilang Bella ternyata cuma manfaatin dia supaya bisa kenalan dengan mas Dewo, sepupu Mika yang punya rumah produksi. Mereka putus setelah Bella ditolak mas Dewo saat melamar menjadi model iklan."
"Oooh" dengan nada datar Mey menyimak cerita Dea
"Idiiiih, masa cuma Ooh. Elo gak mau balikan sama Mika?"Â
"Iih.. Apaan sih, gak usah bahas itu ah, kita balik ke ruang tunggu ICU yuk, siapa tahu Mika sudah bisa ditengok." Jawab Mey.
Â
Secara bergantian Mey melihat Tubuh Mika yang masih belum sadarkan diri, hatinya kembali berdebar-debar, kenangan masa lalu bersama Mika pun kembali menghantui pikirannya.
--
Kemacetan ibukota tetap tidak berkurang meskipun malam telah larut, dengan diiringi alunan musik Mey dengan sabar mengikuti arus lalu lintas menuju rumahnya.
Saat hendak memasuki komplek rumahnya, Mey baru teringat dengan janji Fernando yang terlupakan karena sibuk dengan Dea, Mey juga lupa menanyakan ke mama apakah Fernando jadi datang atau tidak.
Dilihatnya layar ponsel saat sudah tiba di halaman rumah, tidak ada pesan atau telepon masuk dari mama atau Fernando.
"Aah.. Mungkin gak jadi dateng." Gumam Mey dalam hati.
Dibukanya kunci rumah, ruangan terlihat gelap karena lampu tamu sudah dimatikan, tampaknya mama dan Nindy sudah tidur di kamar masing-masing-masing. Tanpa ingin mengganggu mama, Mey langsung menuju kamar dan hendak meletakan tas serta kunci mobil di meja kamarnya.
Belum lagi tangannya menyentuh permukaan meja, dilihatnya sekotak coklat dengan kertas putih yang terlipat di atasnya dan didalamnya tertulis.
"Selamat Mey, kamu sudah lulus memaknai arti Valentine yang sebenarnya.
Love and Peace,Â
Fernando."
--
Gambar bikin sendiri
Cerita tentang Mey sebelumnya :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H