Mohon tunggu...
Ariyani Na
Ariyani Na Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Hidup tidak selalu harus sesuai dengan yang kita inginkan ... Follow me on twitter : @Ariyani12

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sedang Apa Anak Kita Saat Ini?

23 Juli 2015   13:16 Diperbarui: 23 Juli 2015   13:16 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Saya bungsu dari sepuluh bersaudara, dan dulu tinggal di rumah sederhana di dalam gang sempit. Jarak kelahiran antara satu anak dengan anak yang lain hanya 2 tahun, sehingga pembaca bisa membayangkan bagaimana kondisi kami saat itu.

Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ayah saya sudah mengajarkan anak-anaknya untuk membantu mencari uang, ada yang membantu usaha menggiling kopi dan berjualan dipasar, dan ada pula yang menjajakan es mambo sambil mengasuh adiknya.

Masalah bertambah karena ayah saya meninggal dunia saat usia saya 6 tahun, sehingga ibu dan kakak-kakak saya yang sudah besar mengambil alih beban mencari penghasilan untuk meneruskan kehidupan.

Karena sebagian anak harus menanggung beban untuk ikut mencari uang, maka tidak semua anak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, hanya 5 anak termasuk saya yang dapat meraih gelar sarjana, itupun karena ayah saya sudah menyiapkan asuransi pendidikan sebelum meninggal.

Karena pernah merasakan susahnya hidup dengan latar belakang kondisi ekonomi yang pas-pasan, membuat kami anak-anaknya tidak ingin mengikuti jejak orang tua kami yang memiliki banyak anak. Kami berusaha untuk memberikan kehidupan layak bagi anak-anak kami dan berusaha agar mereka dapat menikmati masa kanak-kanak seperti anak-anak lainnya.

Alasan yang kami pakai untuk tidak memiliki banyak anak, mungkin juga menjadi alasan banyak orang tua-orang tua sekarang ini untuk secara sadar mengikuti pentingnya keluarga berencana.

Alasan agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan memberikan kehidupan yang layak serta memberikan masa depan yang baik untuk anak-anaknya, juga menjadi sebab banyak orang tua sekarang, istri dan suami sama-sama bekerja keras, hingga pengasuhan anak diserahkan kepada pihak ketiga.

Disisi lain,  karena merasa mampu membayar pihak ketiga untuk mengasuh anak-anak, dan merasa lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bahkan merasa yakin dapat menyediakan dana untuk masa depan anak-anaknya, saat ini ada keluarga yang tidak peduli lagi dengan program keluarga berencana.


Semakin sibuk mencari uang dan semakin tinggi karir yang sedang dicapai, maka semakin sedikit waktu yang dapat diluangkan untuk anak-anak, sehingga sebagai gantinya anak akan dimanjakan dengan pemenuhan kebutuhan materi yang diinginkan.

 

Saya cukup kagum saat membaca berita mengenai pesulap terkenal tanah air yang memutuskan berhenti dari karier yang membesarkannya agar dapat memiliki waktu lebih banyak bersama anaknya. Pengambilan keputusan tersebut tentu didasari bahwa butuh waktu yang cukup untuk mendampingi dan memperhatikan tumbuh kembang anaknya, terlebih saat ini sebagai orang tua mereka terpisah secara hukum perkawinan.


Materi bukan satu-satunya yang dibutuhkan anak untuk dapat tumbuh kembang dengan baik, kondisi dirumah seringkali dapat menggambarkan kondisi anak di sekolah. Sebuah pesan moral mengenai kehdupan anak-anak pernah saya dapat saat menyaksikan dua serial drama berjudul School 2013 dan School 2015, Who Are You yang baru selesai masa tayangnya. Sesuai judulnya, drama ini bertemakan tentang sekolah, dan mengambil cerita hampir dari seluruh sudut yang berkaitan dengan kehidupan anak-anak sekolah. Meskipun jalan cerita kedua judul ini berbeda namun pesan moral yang disampaikan dari keduanya tidak jauh berbeda.

 

Tidak ada anak yang nakal

Pada dasarnya tidak ada anak yang nakal, bila kita melihat ada anak yang terkesan menjadi nakal hal itu merupakan cara mereka mencari perhatian atau cara untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.

Prilaku anak di sekolah berkaitan erat dengan perlakuan yang mereka dapat di rumah, anak yang menjadi “ puteri atau pangeran “ di rumah, cenderung akan menjadi anak yang egois di sekolah, apalagi bila orang tua memanjakan dengan uang yang berlimpah, maka dengan uangnya mereka akan membeli pertemanan.

Anak yang senang melakukan pembullyan kepada teman biasanya disebabkan karena anak tersebut mengalami perlakuan yang keras dari orang tua atau dari lingkungan terdekatnya. Membully teman di sekolah dijadikan ekspresi untuk menunjukan kekuatan dirinya sekaligus untuk menutupi agar teman-temannya tidak mengetahui apa yang dialaminya di rumah.

Anak menjadi Korban

Tanpa disadari anak menjadi korban dari ambisi yang mengatasnamakan MASA DEPAN. Anak dituntut memiliki nilai yang baik dan keahlian sehingga dapat menghasilkan prestasi yang membanggakan, sehingga orang tua merasa tidak sia-sia bekerja keras memenuhi kebutuhan mereka.

Menjadi lain cerita bila keinginan tersebut lahir dari diri dalam diri sendiri dan sesuai keinginan, namun tidak sedikit yang terpaksa mengikuti keingin orang tua, seperti yang diceritakan seseorang yang merias saya beberapa waktu lalu, bahwa sebenarnya Ia lebih senang menekuni dunia make-up, namun ayahnya orang tuanya tetap ingin anaknya kuliah dibidang ekonomi sehingga akhirnya Ia pun tetap kuliah ekonomoi dan setelah lulus dan bekerja Ia pun belajar make-up dengan biaya sendiri.

Anak juga seringkali menjadi korban pendidikan, karena pendidikan saat ini cenderung untuk fokus pada nilai, hal ini tentu didasari bahwa dasar penilaian prestasi sekolah ditentukan berdasarkan nilai yang dicapai siswanya, padahal yang dibutuhkan anak-anak seharusnya bukan hanya soal prestasi, namun membutuhkan seorang pembimbing yang dapat mendampingi dan menjadi jembatan saat orang tua mereka tidak dapat menjalankan fungsi sebagai pembimbing.

Semua orang tua tentu mengetahui yang terbaik bagi anak-anaknya, dan tentu menginginkan yang baik pula untuk kehidupan anak-anaknya.

Sedang apa anak kita saat ini? Sebuah pertanyaan sederhana di hari anak nasional yang dapat mengalihkan perhatian kita kepada dunia mereka.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun