Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Teror Pemangsa Janin (Bagian 4)

19 Oktober 2024   10:00 Diperbarui: 26 Desember 2024   10:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teror Pemangsa Janin (Bagian 4): Histori Histeria Kampung Pinggir Kali

By Ariya Wirasastra

MATAHARI senja telah berlalu  meninggalkan suasana temaram.  Lampu-lampu penerangan jalan pun menyala redup menerangi anak-anak yang pulang dari masjid di pinggiran kali Kota Jakata dengan Kampung Depok. Lantunan shalawat dan ayat suci dari speaker masjid dan mushola sepanjang sungai kecil seakan menyambut  gelap yang merambat menyelimuti permukaan bumi.

Sebuah rumah sederhana dengan bangunan model lama tampak berdiri kokoh di samping masjid. Kusen jendela dan pintu dari kayu nangka tanpa ukiran serta dinding dari bata merah, beberapa bagian  mulai terkelupas lapisan cat  dan  plaster-nya. Terdengar suara seorang perempuan tua  membawakan murotal dari dalam rumah.  Suaranya berat dan parau, namun artikulasinya jelas membuat siapa pun yang mendengar akan tertegun sejenak menyimak.

Nyai Ipah duduk bersila di atas sajadah membaca  kitab suci Al Qur'an dan tarjimnya.  Masih mengenakan mukena hijau muda favoritnya, perempuan  tua itu melanjutkan shalat maghribnya   dengan murotal.  Sementara dibelakangnya tampak Mirda bersandar ke dinding juga masih mengenakan mukena.

Nyai Ipah memperlahan menurunkan tempo bacaannya lalu menutup kitab suci yang dibacanya. Diletakkan kitab itu pada sebuah rak buku kecil di sudut ruangan.  Beberapa buku bacaan fiqih shalat, Juz Amma  serta setumpuk  buku saku metode Iqro berada pada rak lantai bawah.  Kemudian dilepasnya mukena, dilipat dan diletakkan di atas sajadah.

"Maaf ya Neng, jadi duduk di  ubin dah.  Mau ke kamar Nyai?" tanya perempuan yang sebagian besar rambutnya telah berwarna putih.

"Terima kasih Nyai," jawab Mirda sambil mengangguk pelan dan tersenyum.

"Maklum ya Neng. Rumah Nyai teh ente aya (tidak ada) perabotannya. Cuma karpet tebal ini saja tempat  Nyai sama Abah terima tamu, ujar Nyai Ipah.

"Alhamdulilah, Nyai punya rumah kok luas, nyaman, cocok lah buat anak-anak mengaji," puji Mirda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun