Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Teror Pemangsa Janin (Bagian 4)

19 Oktober 2024   10:00 Diperbarui: 26 Desember 2024   10:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar pernyataan Uda Buyung membuat cemas hinggap pada diri Aan.  Seketika perasaannya galau dan ingin  buru-buru menemui istrinya yang berada di rumah Abah Azis. Sementara Ustadz Naman  terus menenangkan sang pedagang klontong asal Sumatera Barat itu.

"Pak Ustadz, apakah kejadian-kejadian seperti itu masih ada di zaman sekarang? Bukankah sekarang ini sudah maju teknologi dan pengetahuan manusia,  kenapa maasih ada  kejadian ghaib seperi itu?" tanya Aran.

Ustadz Naman berdiam  bicara sejenak sambil memandang satu per satu orang di hadapannya, seolah  meminta perhatian yang lebih serius serta membuat suasana tenang.

"Ehm.... Maaf ya Bang Aran. Sebelum Saya jawab pertanyaannya, Saya boleh minta tolong kepada Uda Buyung, Mang Maman juga Bang Aran. Saya mohon jangan sampai  apa yang disampaikan Abah itu tidak  tersebar kepada warga. Bagaimana?" tanya Ustadz Naman dengan wajah serius.

"Jangan sampai  warga jadi resah  karena dengar soal makam terbelah tadi.  Nanti kampung ini   khawatir kampung jadi  semrawut dan mencekam seperti dulu," sambung Ustadz Naman tanpa menunggu jawaban dari  mereka yang disebut namanya.

Betul, jangan sampai ada warga lain dengar. Maaf Tadz, Abah keceplosan," timpal Abah Azis.

"Iya  Abah.  Setahu Saya, Uda Buyung juga sudah tinggal di kampung sini kan waktu kejadian tigabelas tahun yang lalu? Ganti Ustadz Naman bertanya.

Uda Buyung telihat mulai tenang dari gusarnya.  Dia pun mengangguk pelan sambil menatap seris  tokoh agama  kelahiran Kampung Pinggir Kali.

"Begini Bang Aran,  sejak dengar kabar makam tebelah maka banyak warga beranggapan arwah Dukn Manta bangkit dari kuburnya. Mereka kira arwah dukun beranak itu mau membalas dendam kepada  orang-orang yang sdah mengeroyok dan membunuhnya dengan sadis. Dibakar, tutur Ustadz Naman lalu berhenti sebentar menarik nafas.

"Betul Bang Aran. Kampung mendadak seperti mati. Siang hari jarang warga berani keluar rumah, apalagi malam. Kampung ini dicekam ketakutan luar biasa, tambah Abah.

Tapi Abh. Bukannnya  kematian Dukun Manta sudah puluhan tahun lewat? Juga orang-orang yang menghukumnya barangkal sudah banyak yang wafat? Tanya Aran heran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun