Mirda masih berdiri ketakutan di teras rumah. Dia tak berani masuk  walau pekerja bangunan itu memastikan tidak ada  manusia, binatang atau mahluk apapun di dalam.  Beruntung suami Mirda  datang, ternyata dia tadi langsung ke masjid. Karenanya dia heran tidak menjumpai Mang Dadang yang biasa melantunkan iqomat.
"Terima kasih ya Mang. Tapi sebetulnya kejadian ini sudah kesekian kalinya. Gimana ya Mang?"  keluh suami Mirda setelah  berhasil menenangkan perempuan hamil itu ke kamar tidur.
Orang yang dimintai pendapat  hanya diam sambil berpikir keras.  Beberapa saat menerawang, Mang Dadang pamit ke masjid tapi sekaligus berjanji ba'da (pasca) sholat isya akan kembali lagi bersama seseorang.
Malam itu teras rumah pasangan muda yang biasanya senyap, kini kedatangan tamu untuk membicarakan peristiwa tadi maghrib. Â Mang Dadang datang bersama Abah Azis, seorang yang dituakan di kampung tersebut, selain itu Abah adalah mantri sunat, serta pemandi jenazah. Â Suami Mirda menyuguhkan tiga gelas kopi di nampan, setelahnya dia duduk bersila seperti para tamunya.
Â
"Sebetulnya istri Saya sudah beberapa kali diganggu seperti ini Bah. Sebelumnya  pernah sapu yang dia pakai tiba-tiba kembali ke pojok teras, padahal  baru saja disandarkan ke tembok dapur. Atau posisi  pajangan yang sering berpindah tempat sementara  tidak ada di antara Kami yang merapikannya,  cerita Aran yang disimak serius oleh tamunya.
"Ada yang lain lagi Bang Aran?" tanya Abah Azis sambil merapikan jenggotnya yang tipis tapi panjang hingga menyentuh tulang dada.
Aran menerawang sebentar mengingat sesuatu keganjilan yang dialami bersama Mirda.
"Sebelumnya di atas ruang tamu mendadak tercium bau bangkai menyengat. Lalu besok siangnya banyak belatung berjatuhan dari plafon," ujar Aran.
"Betul Bah.Tapi setelah Saya periksa ke para-para, eh enggak ada apa-apa," sambung Mang Dadang karena merasa terlibat dalam peristiwa aneh itu.
Abah Azis sontak menegakkan badan.