Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pentas Bunga Pasrah

31 Juli 2022   22:53 Diperbarui: 5 September 2024   09:28 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentas Bunga Pasrah

By Ariya Skylover

Tirai kain digulung ke atas, ditarik pelan oleh dua anak lelaki di sisi kanan panggung. Alunan musik klasik Toccata and Fugue in D Minor, BWV 565 karya Johann Sebastian Bach  mengiringi  dibukanya pentas drama anak-anak Rumah Yatim al Insaniyah. Pandangan para penonton tertuju  ke panggung yang  sengaja dibuat gelap tanpa cahaya.

"Pagi nan gelap  masih menyelimuti  Bukit Cinta Sejati.  Udara dingin disertai kabut menghadirkan embun yang menempel pada beberapa  batang tumbuhan liar serta membuat basah  padang rumput di kaki bukit.  Namun fajar segera menjelang memaksa kuntum-kuntum bunga liar terbangun dari tidurnya...."  Begitu sang narator membuka  babak pertama pentas drama.

Seketika lampu  panggung menyala temaram, tapi lampu sorot  super terang menyinari  sesosok setangkai bunga melati raksasa yang di tengahnya menyembul kepala bocah perempuan cantik.  Melati cantik itu merentangkan kedua tangannya yang berbentuk kelopak daun. Lalu dia menggeliat melepas kantuk terakhirnya.

"Uahhh..... Selamat pagi  dunia yang indah  salam hormat buat engkau matahari yang sudah membangunkan diriku dengan sinar hangatmu," tutur  si setangkai melati.

Para penonton yang kebanyakan orang dewasa  terkagum-kagum pada kecantikan pemeran melati.  Mereka adalah donatur tetap bagi yayasan rumah yatim yang menampung anak tanpa orangtua, bocah jalanan terlantar serta korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang harus dipisahkan dari keluarganya  yang rentan konflik. Lampu sorot warna-warni  menyinari atas panggung ketika  sang melati cantik bernyanyi dan menari riang menyambut kehadiran mentari.  

Di belakangnya ikut menari setangkai mawar berduri, bunga matahari serta sekuntum kamboja liar.  Keempat bunga cilik nan cantik  menari riang namun sedikit centil.Tiga lagu anak tempo dulu dinyanyikan bersama penuh ekspresi.  Aksi mereka baru berhenti  ketika sinar warna-warni berganti temaram, sementara  irama dinamis pun melamban.

"Suasana ceria di kaki Bukit Cinta Sejati mendadak  sepi.  Hening dan menegangkan ketika seekor kumbang jantan datang lalu berputar-putar mengelilingi  para bunga cantik," ujar sang narator.

Sang kumbang jantan yang diperan seorang bocah lelaki usia sepuluh tahunan  terus mengitari  bunga-bunga yang kini terdiam penuh kebisuan.  Sungutnya yang panjang dan lancip ditekan pelan ke kelopak para bunga, seakan  mengendus wangi tiap tumbuhan cantik itu.

"Bezzz... bezzz... bezzz..., maaf wahai melati cantik. Boleh Aku menyedot madumu untuk Aku persembahkan kepada Sang Ratu?" tanya sang kumbang ketika berhenti di hadapan melati cantik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun