Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pentas Bunga Pasrah

31 Juli 2022   22:53 Diperbarui: 5 September 2024   09:28 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silahkan  Abang kumbang yang gagah. Tapi pelan-pelan ya. Walau sungutmu terbuat dari kertas terompet tahun baru, namun jika tertusuk tentu sakit juga," jawab melati cantik di luar skenario, membuat beberapa penonton tertawa geli.

"Sropot... glk! Sropot... glk! Sropot... glk!"  Begitu backsound yang keluar dari speaker besar di kedua sisi panggung ketika sang kumbang  menempelkan sungutnya pada leher melati cantik.

Selesai menjalankan tugasnya sebagai kumbang pengumpul madu,  lalu serangga belang hitam dan kuning  itu pamit kepada melati cantik yang kini melemah usai diambil sari madu nya namun sang kumbang berjanji segera kembali padanya.

Kumbang pantang berdusta, tak lama kemudian dia sudah kembali kepada melati cantik.  Sang kumbang melakukan hal serupa sebelumnya memeriksa kadar madu di pucuk bunga melati.   Beberapa kali memeriksa akhirnya dia menggeleng-gelengkan kepala tanda tidak menemukan  madu yang dicarinya. Maka sang kumbang jantan pun meninggalkan melati cantik yang tampak tersenyum tiada kecewa.

"Bezzz... bezzz... bezzz, Wahai mawar yang manis, bolehkah Aku menghisap madumu  untuk Aku persembahkan kepada Sang Ratu?" tanya  kumbang setelah beberapa kali mengitari panggung dan hinggap dekat setangkai mawar berduri.

Bunga mawar jelita hanya mengangguk kecil sambil tertawa genit. Maka tanpa membuang waktu sang kumbang gemuk segera menempelkan sungutnya pada kelopak mawar berduri. Lalu sropot berpindahlah sari madu ke tubuh si kumbang. Selanjutnya dia bergegas pergi meninggalkan mawar yang lemas tak berdaya.

"Huh, dasar kumbang tak tahu malu! Sudah habis  sari madu si melati dihisapnya maka ditinggalah dia.  Lalu sesudah puas dihisapnya sari madu si mawar maka ditinggalkannya juga si genit merah ini,"  komentar  bunga kamboja dengan ketus.

Setelah selesai ucapan bunga kamboja, cahaya di atas panggung didominasi warna merah yang mengekspresikan kemarahan bunga yang biasa tumbuh di atas tanah pusara dan pemakaman umum.  

Menit berikutnya tumbuhan berbalut hijau dan putih berdendang dan bernyanyi dengan nada tinggi  menghardik kebiasaan sebagian mahluk yang maunya enak sendiri, egois serta meninggalkan tangggung jawab setelah hasrat atau keperluannya tercapai.  Nyanyian penuh emosi  si  lentik kamboja pun berhenti seiring alunan musik yang menghilang dan cahaya panggung yang kembali normal.

Melati cantik dan mawar jelita berdiri berdampingan bergandeng tangan.  Keduanya berjalan lembut menghampiri kamboja eksotik namun kritis.

"Wahai kamboja yang baik, janganlah Engkau marah kepada sang kumbang yang telah menghisap sari madu kami berdua," ujar melati cantik dengan lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun