Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sohor

30 April 2022   11:19 Diperbarui: 6 September 2023   11:50 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

SOHOR

By Ariya Al Batawy

SEORANG lelaki tua berjalan tergesa menyusuri jalan-jalan sempit  di belakang Pasar Rumput, Jakarta Selatan.  Biasanya di siang bolong yang terik sekalipun, jalanan  dengan lebar satu setengah meter itu selalu dipadati warga yang hilir mudik ke pasar. Namun pada siang yang mendung seperti ini malah sepi sehingga lelaki tua dapat melangkah leluasa.

"Beh! Buru-buru banget jalannye, kagak puase ape?" tanya seorang  remaja yang sedang  bersandar di pintu rumah.

Orang yang ditanya hanya melambaikan tangan  memberi isyarat ada keperluan mendesak. Tapi gerak langkahnya sedikit dilambankan,  dirinya baru tersadar jika hari ini adalah awal puasa Ramadhan.

"Pantes jalanan sepi, warge pade bobo siang nih," gumamnya dalam hati sambil tersenyum geli.

"Bu RW, buruan deh kumpulin warge.  Tu minyak goreng ame duit  udeh  sampai di masjid depan pasar, bada ashar mao dibagi'in langsung  Engkoh Tju Pie," ujar lelaki tua bersemangat ketika tiba di tempat yang dituju dan bertemu langsung dengan orang yang dicari.

"Siap Babeh Ramlan. Warganya sesuai catatan kemarin toh?" jawab Bu RW Sumarni mantan putri Solo  yang hijrah dan menetap di Jakarta  sejak dua puluh tahun lalu.

"Ho'oh dong Bu RW yang ayu.  Tapi jangan lupe pisahin lima paket jatah Saye," ujar lelaki tua itu sambil mengedip mata sebelah kirinya.

Bu RW mengacuhkan kegenitan  lelaki tua itu. Perempuan setengah baya beranak tiga  itu sepintas mirip selebriti Wulan Guritno, jadi bukan sekali dua kali  lelaki mencoba merayunya.  Sumar Sumarni adalah sosok  pemimpin perempuan tangguh ketika mengayomi warganya, namun pada sisi lain ia adalah istri yang setia dari Marto seorang guru honorer sejati sebuah madrasah swasta di pinggiran Jakarta.

Bu RW mengambil android miliknya lalu memainkan telunjuknya yang lentik dan bersih, hanya beberapa sapuan lembut di atas layar perangkat telekomunikasi digital maka berdatanganlah beberapa warga.

"Assalamu alaikum, eh Babeh sudah ada di sini," ucap  warga yang duluan tiba sambil menyalami tamunya Bu RW

"Rencananya paket dari Engkoh mau dibagikan di masjid pasar atau di rumah Bu RW? Tanya warga yang datang belakangan.

"Dimari dong! Gimane sih Lu,  kalo dibagi'in di sono bakal bikin rame. Nanti warga RW lain jadi kecewa sama iri kalo tahu cuma warga RW Sumarni yang dikasih paket bantuan Engkoh Tju Pie,"" jelas Babeh Ramlan dengan ketus.

"Kok bisa begitu Be?" tanya warga yang pertama.

"Ya bisa dah, kan Gua yang ngusulin tu ke Engkoh. Bilang makasih  dong sama Babeh Ramlan," ujar lelaki tua itu sambil menepuk dua kali dadanya.

Bu RW dan kedua warganya tertawa gembira menyambut pernyataan  lelaki tua yang memang terkenal sebagai orang yang senang membanggakan diri, pamer serta sedikit arogan.  Walau bagaimana figur Babeh Ramlan adalah putra Betawi asli kelahiran Menteng Jakarta Pusat.  Bahkan kabarnya sebagian wilayah belakang Pasar Rumput, persisnya di RW yang dipimpin Sumarni, dahulunya merupakan tanah milik kakeknya Babeh Ramlan. Sayangnya seluruh tanah warisan tersebut habis dijual keturunannya, termasuk Babeh Ramlan.

"Terima kasih Beh. Emang Babeh Ramlan paling sohor deh buat urusan warga, ujar Bu RW dengan nada lembut. Senyum kesenangan sekaligus genit hadir di wajah lelaki usia tujuh puluhan.

Selanjutnya Bu RW menginstruksikan kepada warganya segera ke masjid pasar mengambil paket bantuan. Sementara Bu RW, Babeh Ramlan serta Sekretaris RW yang baru saja datang, rencananya segera meluncur menuju kios Koh Tju Pie di Pasar Rumput untuk menyampaikan terima kasih dan menuntaskan urusan administratif pemberian bantuan sosial. Mpok Ida sang sekretaris dengan sigap segera mengambil blanko pernyataan pemberian bantuan, sehelai materai serta stempel Ketua RW yang biasa tergeletak di meja kerja Sumarni.

"Ngapa pakai administrasi segala  sih Bu RW?" tanya Babeh Ramlan dengan nada sedikit kurang senang.

Prosedur aje Beh.  Kan supaye jelas  bantuannye dari siape, buat ape sama berape banyaknye, jelas Mpok Ida yang sebetulnya masih keluarga jauh Babeh Ramlan.

"Maaf Be. Formulir pernyataan ini Saya buat sendiri supaya kita tidak terima sesuatu yang nantinya bermasalah. Misalnya uang korupsi, money laundry atau lainnya Beh," jelas Sumarni panjang lebar . Sementara yang diberi penjelasan manggut-manggut setuju dengan  pandangan tak berkedip pada paras ayu serta bibir tipis merona Bu RW.

Plok! Mpok Ida menepuk pundak Babe Ramlan yang sedang asyik menikmati keindahan mahluk Tuhan asal Solo itu. Dampaknya raut wajah lelaki tua itu berubah masam.

"Jangan sampai seperti RW sebelumnya Beh, jadi kesangkut kasus penggelapan uang gara-gara terima bantuan dari orang partai" tukas Sekretaris RW sambil memberi isyarat supaya segera berangkat.

Ketiganya segera bergegas menuju pasar. Karena jalanan sempit, Babeh Ramlan mempersilahkan kedua pejabat lingkungan warga berjalan mendahuluinya.  Perilaku Babeh nampak seperti para pria Prancis yang menerapkan prinsip Ladies First nan romantis. Nyatanya lelaki tua itu sengaja berjalan belakangan agar dapat menyaksikan 'tampilan'  Bu RW dari bagian belakang.

"Kok bisa ye si Ida body-nye lebar begitu sementara si Marni tipis tapi padet kaye semangke bareng timun suri. Padahal kan umurnye die berdue sama"  pikir Babeh Ramlan  sambil senyum-senyum nakal.

Tiba-tiba Mpok Ida berpindah posisi ke belakang Bu RW lalu menghentikan langkah mereka. Otomatis Babeh Ramlan tidak sempat menghentikan langkah dan gilirannya berjalan di depan.

"Beh, bukannye Nabi Musa jalannye lebih duluan daripade kedua putrinye Nabi Syuaib Alaihi Salam. Nah Babeh duluan dah, kan yang nulungin Kita berdua dari kelangkaan air eh minyak goreng" ujar Mpok Ida membuat sang pesohor kampung itu cemberut.

Tak berapa lama, ketiganya tiba di kios sembako Engkoh Tju Pie.  Suasana di lantai dasar Pasar Rumput cukup lengang, beberapa penjaga toko asyik  berbincang atau malah duduk santai di lantai.  Sungguh kontras dengan hari-hari sebelumnya yang padat pembeli serta kisruh oleh hilir mudik kuli pengangkut barang.

Ternyata orang yang dicari tidak ada di tempat. Salah satu pegawai kios mengantar mereka ke lantai  tiga, dimana Engkoh Tju Pie memiliki juga dua kios sepatu dan pakaian sekolah.

"Aduh Bu el-we (RW) mah... pintal memuji.   Kios-kios Saya mah cuma walican (warisan) dali nenek moyang, dali sejak  ini pasal (pasar)  cuma tempat jualan lumput (rumput) sebelom Belanda dateng  ke Sunda Kelapa,"jelas Engkoh Tju Pie setelah menerima pujian dari Sumarni atas kedermawanannya membagikan  paket bantuan sosial kepada warga belakang Pasar Rumput.

"Keluarganye Engkoh Tju Pie emang udah sohor dari dulu Bu RW.  Kata Engkong Saye  yang baru meninggal bulan kemaren, orangtuanye Engkoh Tju Pie yang duluan bikin toko-toko di  Pasar Rumput sama paling banyak keluarganye yang dagang dimari. Betul kan ye Koh" timpal Mpok Ida.

 Warga keturunan Tionghoa itu mengangguk-angguk senang membenarkan pernyataan sekaligus pertanyaan Mpok Ida.  Selanjutnya dia menjelaskan perjuangan keluarganya turun temurun membangun bisnis era penjajahan hingga masa kini, namun tentu saja dengan pandangan yang tak pernah lepas dari paras ayu Bu RW.

Bahkan karena senang melihat sikap Sumarni yang terlihat antusias atas penuturannya, tiba-tiba Engkoh Tju Pie menggandeng tangan perempuan pejabat lingkungan tersebut.

"Nah ambil dah mana aja yang Bu el-we (RW) mau. Sepatu, selop, sendal pilih aja buat lebalan," ujar Engkoh Tju Pie setelah keduanya masuk kios sepatu miliknya.

Sumarni  menolak penawaran sang pemilik dagangan dengan rasa enggan dan resah. Mukanya memerah malu bukan karena takut dituding madatan oleh warganya, sebaliknya Bu RW merasa jengah karena Engkoh Tju Pie tidak segera melepas gandengan tangannya. Bahkan  Bu RW merasa lelaki tua beruban itu malah meremas jari jemarinya yang lentik.

"Ehm, ehm," dehem Babeh Ramlan dari luar kios berupaya mengingatkan si Engkoh.

Namun sang donatur paket bantuan sembako itu mengacuhkan teguran halus Babeh Ramlan.  Malah Engkoh Tju Pie semakin mengencangkan gengamannya dan semakin memaksa Sumarni menerima hadiah darinya.

Beruntung saat itu android di tangan kirinya berbunyi nyaring sehingga Bu RW dapat melepas tangannya dari genggaman juragan kios secara paksa. Setelah suara diujung telepon terdengar, maka dia berpura-pura jika sinyal di dalam kios tidak maksimal. Setelah di luar kios dan berdekatan Mpok Ida, barulah Bu RW berbincang dengan penelpon di seberang. Sementara Mpok Ida memahami gelagat lalu membuat sibuk Engkoh Tju Pie dengan segera menyodorkan blanko pernyataan pemberian sumbangan yang bebas dari unsur kejahatan.

"Maaf ya Koh, Kami mohon pamit dulu karena seluruh paket dari Engkoh sudah dipindahkan ke rumah Saya. Dan sebentar lagi ashar jadi sudah ada beberapa warga calon penerima yang datang" jelas Sumarni singkat, jelas dan padat sambil bersiap beranjak dari situ.

"Kite balik duluan ya! Nanti kalo sempat Babeh Ramlan sama Engkoh Tju Pie  dateng ke rumah Bu RW buat saksi penyerahan  bantuan. "Assalamualaikum" ujar Mpok Ida mengakhiri pertemuan.

Selang beberapa jam kemudian pembagian paket sembako dan minyak goreng berlangsung lancar di depan rumah Bu RW.  Puluhan berkumpul dengan wajah ceria kegirangan memperoleh bantuan dari Engkoh Tju Pie, seorang pedagang besar yang memiliki banyak kios di Pasar Rumput. Tapi tentu saja hujan pujian terima kasih  kepada Babeh Ramlan sebagai  inisiator.  Sungguh kerjasama yang kompak para pesohor kampung demi kemaslahatan warga.***

Batavia, 25 Ramadhan 1443 H /27 April 2022 M

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun