Mohon tunggu...
ari wibowo
ari wibowo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik Sepanjang Hayat yang sekarang berkarir di Yayasan Guru Belajar

Ari Wibowo,S.s seorang pendidik yang suka melakukan cara cara baru dalam menyampaikan pembelajaran yang bermakna. Bukan berlatar belakang ahli teknologi namun sangat giat mengkampanyekan program Cerdas Digital di lingkungan Sekolah (Cerdig). 10 tahun sejak tahun 2010 mengemban misi sebagai Guru Sekolah Cikal, Jakarta Selatan dan sekarang aktif sebagai Guru dan aktivis pendidikan di lembaga pelatihan dan pengembangan Guru Kampus Guru Cikal yang giat mengampanyekan Merdeka Belajar. Mendengarkan musik rock dan Menyukai film-film fiksi ilmiah sebagai cara untuk mencari inspirasi sumber sumber belajar. Dalam keseharian, Ari juga sebagai teman belajar dari 150 Grup Komunitas Guru Belajar Nusantara di Indonesia. Sebagai tempat belajar dan berbagi praktik baik untuk anggota komunitas Guru Belajar Nusantara yang kemudian menjadikan praktik praktik baik tersebut menjadi sebuah konten baik di sosial media Yayasan Guru Belajar, Cerita Guru Belajar dan Surat Kabar Guru Belajar. Ari Wibowo,S.s ari.wibowo@cikal.co.id IG: @shinodaari @gurubelajarorg FB: ari wibowo shinoda Twitter: ari_shinoda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memanusiakan Hubungan Guru, Murid, dan Orangtua Melalui Teknologi

21 April 2022   10:52 Diperbarui: 22 April 2022   03:02 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal pertama berkarir sebagai Guru

Tak pernah terbayangkan dalam hidup saya bahwa profesi sebagai seorang guru yang saya jalani sekarang begitu menyenangkan dan menantang. Institusi pendidikan tempat di mana saya bernaung jika saya boleh memberikan dua jempol, kenapa? 

Karena selama 10 tahun saya mengajar di sekolah ini, saya sangat merasakan perubahan perubahan signifikan terhadap diri saya sebagai seorang pendidik. 

Oh iya, di kalimat kedua saya katakan profesi saya sebagai guru sangat menyenangkan sekaligus menantang. Kenapa demikian? 

Saya sadar bahwa saya hidup di abad 21 dan berhadapan dengan situasi pendidikan yang juga berevolusi dan beradaptasi dengan teknologi pendidikan yang pastinya saya dan murid-murid saya temui setiap hari. 

Saya sadar bahwa saya ini dikategorikan sebagai digital imigran sebutan untuk orang-orang yang lahir di bawah tahun 2000-an yang masa hidupnya berlangsung sebelum berkembangnya teknologi komputer.

Seperti sekarang dan murid-murid yang saya ajar, konon disebut digital native atau mereka sejak lahir sudah akrab dengan teknologi canggih seperti komputer, ipad, animasi dan sebagainya. 

Lalu bagaimana saya menempatkan diri sebagai pengajar zaman now yang harus dan mau tidak mau meningkatkan kemampuan tidak hanya dalam menerapkan strategi belajar mengajar, namun bagaimana menerapkan dan menggunakan teknologi pendidikan di kelas serta mengkomunikasikannya kepada orang tua.

Tantangan Yang Saya Hadapi

Apa reaksi Anda jika Anda bukan seorang yang berlatar belakang pendidikan dengan gelar ahli teknologi/ICT dan Anda diminta untuk mengajar atau membawakan materi ajar dengan menempatkan penggunaan teknologi di ruang kelas Anda? Atau sebaliknya. 

Tantangan inilah yang 3 tahun terakhir sampai sekarang terus saya alami di sekolah. Sejak awal, sekolah sangat terbuka untuk memasukkan teknologi dalam basis kurikulumnya. 

Terasa sekali waktu itu ketika tahun 2010, administrasi sekolah dan pelaporan hasil belajar siswa/i setelah kita buat dengan program Ms. Excel kemudian kita laporkan ke kepala sekolah untuk mendapat persetujuan lalu kita cetak (itu jika laporannya 100% benar maka bisa langsung cetak). 

Saya dan guru-guru lainnya kemudian terbantu dengan sistem akademik sekolah berbasis online yang tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menguasai program tersebut. Yang mau saya sampaikan adalah ketika label digital imigran tadi melekat di diri saya, itu membuat saya termotivasi untuk belajar, 

Iya, belajar mengenai teknologi yang khususnya akan bersentuhan di lingkungan sekolah dan tentunya murid-murid. Namun, pertanyaannya, apakah proses pendidikan terjadi begitu saja di depan layar komputer atau ipad?

Apakah murid-murid akan mendapatkan pengalaman yang sama seperti di ruang kelas ketika mereka sedang mengakses gawai mereka? Lalu bagaimana dengan orang tua yang notabene memberikan pengaruh besar kepada murid ketika mengakses teknologi di rumah? 

Hubungan-hubungan inilah yang juga menjadi tantangan besar saya sebagai pengajar di abad 21 ini. 

Saya masih ingat ketika tahun 2015 ketika itu kami guru-guru mendapat pelatihan singkat, iya sangat singkat. 

Pelatihan Google Suite karena email sekolah sudah terafiliasi dengan Google yang beberapa banyak fiturnya bisa digunakan oleh guru dikelas seperti Google doc, Google Sheets, Google Slide, Google Classroom dan sebagainya. 

Satu kata "WOW" luar biasa, pada praktiknya ketika saya mengajar di kelas 5 kala itu. Memang kelas 5 di sekolah saya diwajibkan untuk membawa laptop karena itu tadi murid-murid akan banyak menulis laporan tugas sekolah dengan menggunakan Google Doc serta membuat presentasi dengan menggunakan Google Slide. 

Momen-momen ini yang membuat ilmu belajar mandiri saya tentang teknologi menemui manfaatnya. Namun ternyata ada juga murid-murid yang belum 100% digital native alias perlu bantuan sang guru untuk penguasaan program, ya macam tutorial yang sering kali saya lakukan di depan kelas guna memastikan mereka betul-betul paham. 

Ada lagi cerita tentang orang tua pagi-pagi sengaja datang membuat janji temu dengan saya sebelum mereka pergi ke kantor untuk belajar portal yang disebut dengan Google classroom dikarenakan mereka absen datang ketika sekolah mengundang workshop. 

Dengan senang hati saya ajak orang tua tersebut ke kelas saya duduk di depan komputer dan saya ajarkan tutorial mengakses Google Classroom. 

Dengan cara yang mudah dipahami, saya dan orang tua tersebut sepakat akan selalu berkomunikasi jika menemukan kendala di rumah. 

Aksi Yang Saya Lakukan

Lain orang tua lain juga murid memang, murid-murid sangat antusias ketika belajar dengan melibatkan teknologi di ruang kelas ehhh, tapi membuat suasana belajar di kelas menyenangkan itu bukan datang dari teknologinya saja loh, tapi itu hasil kerja keras guru dalam mempersiapkan materi ajar berminggu-minggu sebelumnya, butuh diskusi panjang untuk merencanakan kegiatan serta memikirkan media belajar yang sesuai.

Dalam memilih dan mencari video pembelajaran misalnya, saya paling sering menggunakan portal YouTube untuk mencari video-video pembelajaran dan butuh waktu untuk melihat serta menyortir isi video tersebut apakah layak untuk dimasukkan ke rencana pengajaran atau tidak. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Murid akan sangat senang memang jika materi ajar disampaikan dan ditambah dengan adanya video tadi karena saya yakin tidak semua murid betah untuk didongengi gurunya tentang bencana alam, komunikasi visual, ekonomi dan lain lain tanpa adanya bantuan teknologi visual. 

Ketika setiap awal tahun ajaran yang wajib saya lakukan secara berkala yaitu memberikan ceramah pintar tentang penggunaan teknologi di sekolah untuk murid dan orang tua, saya yakin di rumah mereka sudah terbiasa dengan menggunakan komputer, laptop, ipad dan smartphone namun mungkin hanya sebagai fungsi hiburan saja seperti untuk bermain game. 

Ketika pertemuan awal dengan orang tua, saya selalu sampaikan bahwa diperlukan kerja sama untuk membangun pemahaman yang sama atas penggunaan teknologi di sekolah dan di rumah, karena yang dibangun bukan anak ahli dalam mengoperasikan komputer atau laptop namun bagaimana teknologi bisa menengahi untuk guru, orang tua dan murid bisa berinteraksi serta berkolaborasi bersama-sama.

Ketika tulisan ini diketik pukul 23.00 malam, saya mendapat pesan singkat dari orang tua murid saya hanya untuk memastikan apakah video anaknya sudah masuk dan bekerja dengan baik atau tidak di email saya. Sungguh luar biasa, hubungan ini pastinya akan terus saya temui sepanjang hari dan itu harus saya syukuri 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Pelajaran Yang Saya Dapatkan

Dalam konteks memanusiakan hubungan melalui teknologi, hubungan antara guru dan guru, guru dan orang tua dan guru dan murid sering kali terjadi. 

Sebagai contoh guru dan guru lain, saya sering kali diminta bantuan rekan rekan guru lain untuk mengajarkan teknologi aplikasi yang dipakai di kelas, atau menjadi asisten pustakawan membawakan materi teknologi di ruang komputer sekolah yang artinya banyak pelajaran yang positif untuk diri saya pribadi karena kemauan belajar saya akan teknologi yang tinggi. Namun itu tidak membuat saya jadi serba tahu juga masih banyak area yang kadang jika saya belum tahu maka saya akan menjadikan itu pekerjaan rumah. 

Email dan pesan WhatsApp dari orang tua yang menanyakan tentang kegiatan ipad di sekolah serta portfolio digital terbaru pun akan terus berdatangan dan saya pun akan dengan senang hati membantu menjawab serta mengajarkan. 

Saya tidak menyangka jika ternyata teknologi memberikan banyak pelajaran untuk topik ini bagaimana memanusiakan hubungan guru, murid, dan orang tua di tengah-tengah perkembangan teknologi pendidikan yang semakin gencar. 

Tanggung jawab saya mungkin akan selesai jika suatu saat murid-murid saya ketika sebelum mereka menekan tombol "kirim" di sosial media/blog mereka, mereka sudah tahu dan memikirkan bahwa mereka juga bertanggung jawab sebagai global citizens.

Salam Merdeka Belajar

ikuti saya di IG @shinodaari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun