Mohon tunggu...
Arivin Dangkar
Arivin Dangkar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Arivin Dangkar atau sering dipanggil Arivin memiliki hobi membaca dan menulis. Ia lahir di kampung Cekalikang pada tanggal 24 Oktober 2000 dari pasangan Yosef dan Yuliana. Kemudian menempuh pendidikan di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan di kampus, Arivin bergabung dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Jurnalistik PBSI dan pernah menjabat sebagai anggota BEM di bidang departemen Infokom.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Dodo di Kampung Cekalikang: Memelihara Tradisi Gotong Royong

23 Mei 2024   19:55 Diperbarui: 25 Mei 2024   21:11 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis Antonius Rivin Dangkar atau sering dipanggil Arivin memiliki hobi membaca dan menulis. Ia lahir di Cekalikang pada tanggal 24 Oktober 2000.

Teing hang adalah upacara adat Manggarai yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada nenek moyang, sebagai bentuk penghargaan atas bantuan dan dukungan yang selalu mereka berikan kepada masyarakat Manggarai.

Dalam teing hang, "korban sembelihan" biasanya berupa manuk bakok (ayam berbulu putih) dan manuk cepang (ayam berbulu dengan aneka warna). Setelah melakukan torok tae (pemanggilan arwah leluhur), darah ayam tersebut ditebarkan di beberapa petak sawah. 

Keyakinan turun-temurun di masyarakat Manggarai menyatakan bahwa dengan melakukan ritus teing hang terlebih dahulu, hasil panen padi akan bertambah.

Proses panen dimulai dengan memotong batang padi menggunakan sabit.
Proses panen dimulai dengan memotong batang padi menggunakan sabit.

Ako Woja: Simbol Keharmonisan dan Kebersamaan

Setelah selesai dengan upacara adat, warga kampung berkumpul untuk menentukan waktu dan tata cara panen. Meskipun setiap keluarga memiliki sawah sendiri, saat panen tiba, semua sawah dianggap sebagai tanggung jawab bersama. Inilah esensi dari praktik dodo: kebersamaan dalam tindakan, di mana seluruh komunitas bergotong-royong untuk mencapai tujuan bersama.

Setiap anggota masyarakat Cekalikang turun tangan untuk membantu memanen padi di semua sawah, satu per satu. Di tengah riuhnya suasana panen, terdapat kehangatan yang timbul dari kerja sama dan kepedulian satu sama lain. Ini adalah momen di mana perbedaan sosial dan ekonomi tampaknya pudar, dan yang tersisa hanyalah semangat gotong-royong yang mengikat erat komunitas ini.

Melalui praktik dodo ini, masyarakat Manggarai tidak hanya mempertahankan warisan budaya mereka, tetapi juga memperkuat fondasi kehidupan sosial. 
Melalui praktik dodo ini, masyarakat Manggarai tidak hanya mempertahankan warisan budaya mereka, tetapi juga memperkuat fondasi kehidupan sosial. 

Pentingnya Mempertahankan Tradisi

Praktik ako woja di Kampung Cekalikang bukan hanya sekadar kegiatan rutin, tetapi juga merupakan peristiwa yang memperkuat ikatan sosial dan semangat gotong-royong di antara masyarakat Manggarai. Dalam setiap panen, mereka merayakan bukan hanya hasil bumi yang melimpah, tetapi juga kebersamaan dan solidaritas yang menjadi ciri khas dari kehidupan mereka.

Melalui praktik dodo ini, masyarakat Manggarai tidak hanya mempertahankan warisan budaya mereka, tetapi juga memperkuat fondasi kehidupan sosial dan agraris mereka. Di tengah arus modernisasi dan perubahan sosial, menjaga tradisi seperti dodo menjadi penting untuk memastikan kelangsungan budaya dan identitas lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun